• Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu…
    Bismillaahirrohmaanirrohiim …..

    Antara mata dan hati

    ”Mata adalah panglima hati. Hampir semua perasaan dan perilaku awalnya dipicu oleh pandangan mata. Bila dibiarkan mata memandang yang dibenci dan dilarang, maka pemiliknya berada di tepi jurang bahaya. Meskipun ia tidak sungguh-sungguh jatuh ke dalam jurang”. Demikian potongan nasihat Imam Ghazali rahimahullah dalam kitab Ihya Ulumuddin.

    Beliau memberi wasiat agar tidak menganggap ringan masalah pandangan. Ia juga mengutip bunyi sebuah sya’ir, “Semua peristiwa besar awalnya adalah mata. Lihatlah api besar yang awalnya berasal dari percikan api.”

    Hampir sama dengan bunyi sya’ir tersebut, sebagian salafushalih mengatakan, “Banyak makanan haram yang bisa menghalangi orang melakukan shalat tahajjud di malam hari. Banyak juga pandangan kepada yang haram sampai menghalanginya dari membaca Kitabullah.”

    Saudaraku,
    Semoga Allah memberi naungan barakahNya kepada kita semua. Fitnah dan ujian tak pernah berhenti. Sangat mungkin, kita kerap mendengar bahkan mengkaji masalah mata. Tapi belum tentu kita termasuk dalam kelompok orang yang bisa memelihara pandangan mata. Padahal, seperti diungkapkan oleh Imam Ghazali tadi, orang yang keliru menggunakan pandangan, berarti ia terancam bahaya besar karena mata adalah pintu paling luas yang bisa memberi banyak pengaruh pada hati.

    Menurut Imam Ibnul Qayyim, mata adalah penuntun, sementara hati adalah pendorong dan pengikut. Yang pertama, mata, memiliki kenikmatan pandangan. Sedang yang kedua, hati, memiliki kenikmatan pencapaian. “Dalam dunia nafsu keduanya adalah sekutu yang mesra. Jika terpuruk dalam kesulitan, maka masing-masing akan saling mecela dan mencerai,” jelas Ibnul Qayyim. Pemenuhan hasrat pencapaian seringkali menjadi dasar motivasi yang menggebu-gebu untuk mendapatkan atau menikahi seseorang. Padahal siap nikah dan siap jadi suami/istri adalah dua hal yang berbeda. Yang pertama, nuansa nafsu lebih dominan; sedangkan yang kedua, sarat dengan nuansa amanah, tanggung-jawab dan kematangan.

    Saudaraku,
    Simak juga dialog imajiner yang beliau tulis dalam kitab Raudhatul Muhibbin: “Kata hati kepada mata, “kaulah yang telah menyeretku pada kebinasaan dan mengakibatkan penyesalan karena aku mengikutimu beberapa saat saja. Kau lemparkan kerlingan matamu ke taman dan kebun yang tak sehat. Kau salahi firman Allah, “Hendaklah mereka menahan pandangannya”. Kau salahi sabda Rasulullah saw, “Memandang wanita adalah panah beracun dari berbagai macam panah iblis. Barangsiapa meninggalkannya karena takut pada Allah, maka Allah akan memberi balasan iman padanya, yang akan didapati kelezatan dalam hatinya.” (HR.Ahmad)

    Tapi mata berkata kepada hati, “Kau zalimi aku sejak awal hingga akhir. Kau kukuhkan dosaku lahir dan batin. Padahal aku hanyalah utusanmu yang selalu taat dan mengikuti jalan yang engkau tunjukkan. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya dalam tubuh itu ada segumpal darah. Jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik pula. Dan jika ia rusak, rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal darah itu adalah hati ” (HR. Bukhari dan Muslim). Hati adalah raja. Dan seluruh tubuh adalah pasukannya. Jika rajanya baik maka baik pula pasukannya. Jika rajanya buruk, buruk pula pasukannya. Wahai hati, jika engkau dianugerahi pandangan, tentu engkau tahu bahwa rusaknya pengikutmu adalah karena kerusakan dirimu, dan kebaikan mereka adalah kebaikanmu . Sumber bencana yang menimpamu adalah karena engkau tidak memiliki cinta pada Allah, tidak suka dzikir kepada-Nya, tidak menyukai firman, asma dan sifat-sifatNya. Allah berfirman, “Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang ada di dalam dada”. (QS.AI-Hajj:46)

    Saudaraku,
    Banyak sekali kenikmatan yang menjadi buah memelihara mata. Coba perhatikan tingkat-tingkat manfaat yang diuraikan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Al-Jawabul Kafi Liman Saala Anid Dawa’i Syafi. “Memelihara pandangan mata, menjamin kebahagiaan seorang hamba di dunia dan akhirat. Memelihara pandangan, memberi nuansa kedekatan seorang hamba kepada Allah, menahan pandangan juga bisa menguatkan hati dan membuat seseorang lebih merasa bahagia, menahan pandangan juga akan menghalangi pintu masuk syaithan ke dalam hati.

    Mengosongkan hati untuk berpikir pada sesuatu yang bermanfaat, Allah akan meliputinya dengan cahaya. Itu sebabnya, setelah firmanNya tentang perintah untuk mengendalikan pandangan mata dari yang haram, Allah segera menyambungnya dengan ayat tentang “nur”, cahaya. (Al-Jawabul Kafi, 215-217)

    Saudaraku,
    Perilaku mata dan hati adalah sikap tersembunyi yang sulit diketahui oleh orang lain, kedipan mata apalagi kecenderungan hati, merupakan rahasia diri yang tak diketahui oleh siapapun, kecuali Allah swt, “Dia (Allah) mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati “. (QS. Al-mukmin:l9). Itu artinya, memelihara pandangan mata yang akan menuntun suasana hati, sangat tergantung dengan tingkat keimanan dan kesadaran penuh akan ilmuLlah (pengetahuan Allah) . Pemeliharaan mata dan hati, bisa identik dengan tingkat keimanan seseorang.

    Saudaraku,
    Dalam sebuah hadits dikisahkan, pada hari kiamat ada sekelompok orang yang membawa hasanat (kebaikan) yang sangat banyak . Bahkan Rasul menyebutnya, kebaikan itu bak sebuah gunung. Tapi ternyata, Allah swt tak memandang apa-apa terhadap prestasi kebaikan itu. Allah menjadikan kebaikan itu tak berbobot, seperti debu yang berterbangan. Tak ada artinya. Rasul mengatakan, bahwa kondisi seperi itu adalah karena mereka adalah kelompok manusia yang melakukan kebaikan ketika berada bersama manusia yang lain. Tapi tatkala dalam keadaan sendiri dan tak ada manusia lain yang melihatnya, ia melanggar larangan-larangan Allah (HR. Ibnu Majah)

    Kesendirian, kesepian, kala tak ada orang yang melihat perbuatan salah, adalah ujian yang akan membuktikan kualitas iman. Di sinilah peran mengendalikan mata dan kecondongan hati termasuk dalam situasi kesendirian, karena ia menjadi bagian dari suasana yang tak diketahui oleh orang lain, “Hendaklah engaku menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya yakinilah bahwa Ia melihatmu”. Begitu pesan Rasulullah saw. Wallahu’alam.

    http://beranda.blogsome.com/2008/08/29/antara-mata-dan-hati/
    =======


    1 comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu…
    Bismillaahirrohmaanirrohiim ..

    Bila akhirat menjauhi kita

    Akhirat. Kampung tempat segalanya berkesudahan. Mengakhiri jalan panjangnya. Rumah penghabisan, tempat segala hiruk pikuk dunia ditimbang, lalu ditunaikan hak orang-orang yang punya hak. Serta diambilkan bayaran kekurangan orang-orang yang berbuat curang.

    Nun di sana. Kita akan bersua. Seperti air sungai yang mengalir berliku, kesana pula bermuara pada akhirnya. Tetapi akhirat bukan sekadar tempat berkesudahan yang . terpaksa. Atau tempat pembuangan segala isi alam semesta. Ya, pada ketetapan Allah, taqdir dan kuasa-Nya, tak ada yang bisa lari dari akhirat. Tapi bagi orang-orang beriman akhirat adalah juga tempat menggantungkan cita-cita, harapan, dan puncak kebahagiaan abadi. Lain halnya bagi orang-orang yang bergelimang dosa, bergumul dengan syetan dan hawa nafsu, akhirat adalah tempat perhempasan yang menyakitkan. Seperti onggokan sampah yang tak kuasa terbawa arus. Melaju. Di sana pula sampah itu mengalir. Lalu terhenti seketika. Menebus segala kotorannya. Dengan cara yang sangat mengerikan. Ia mungkin dahulu mengatakan, seperti yang diabadikan Al-Qur’an, “Dan tentu mereka akan mengatakan (pula), “Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan. ” (QS. Al-An’am: 29). Maka manusia sampah punya akhirannya sendiri di kampung akhirat sana. Akhiran sebagai sampah, atau bahkan lebih nista dari sampah. Suasananya sangat mengharukan. “Dan, jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, ‘Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang heriman,’ tentulah kamu melihat suatu peristiwa yang mengharukan.” (Al-An’am: 27).

    Akhirat. Jauh dan dekatnya sangat tergantung pada cara kita mengejarnya. Lama dan sebentarnya tergantung bagaimana kita berjalan menuju ke sana. Sejatinya kita bertaruh untuk sesuatu yang sangat pasti. Akhirat yang sering terlupakan. Ia semestinya hadir di setiap jenak hidup kita, meski terasa asing dan tak tergambarkan. Ia dekat tapi sering dianggap jauh. Ia nyata, bilapun sering dirasa sebatas cerita. Seperti pemangsa bertaring, ia bisa menyergap tiba tiba, tapi betapa banyak orang yang tak pernah menyadarinya.

    Akhirat. Seperti sahabat sehati. Ia akan terus melambai, bila kita masih jujur padanya. Ia akan merindukan kita, bila kita juga merindukannya. Ia akan menyiapkan sambutan untuk kita, bila kita masih setia berjalan menuju kepadanya. Kesetiaan seorang Mukmin yang mencari cinta sejati: cinta yang menghidupkan dan memastikan harapan. Kesetiaan seorang Mukmin yang mengerti bahwa dunia hanya teman sementara, kawan yang menangkar mawar tapi juga durinya, madu tapi juga racunnya, manis tapi juga pahitnya.

    Maka, di tengah hidup yang sangat penat dan melelahkan, bertanya tentang kampung akhirat yang abadi adalah keniscayaan. Di tengah gemerlap hidup yang memacu peradaban materinya, bertanya tentang kabar sahabat sejati adalah kemestian: apa kabar akhirat?

    Tapi ia akan lebih berhak bertanya: apa kabar kita sendiri? Masihkah kita menjadi pengejar akhirat? Di sini segalanya terasa sangat adil. Bila kita menjauh, Ahirat pun akan menjauhi kita. Bila kita menghindarinya, ia juga akan menghindari kita. Tapi bila kita mendekat, akhirat pun akan mendekat.

    Kita mesti bersyukur, dari sisi yang lain, betapa dekat atau jauhnya akhirat bisa kita rasa, di lubuk hati yang paling dalam, di kedalaman iman yang bercahaya, kita bisa bertanya. Pada segala suasana jiwa, gambaran pikiran dan bahkan pilihan selera.

    Maka tutur kata kita adalah bahasa akhirat kita, menjauhi atau mendekati. Kerja-kerja dan kebanggaan prestasi kita adalah lorong-lorong akhirat kita, menjauhi atau mendekati.

    Kadar spiritualitas ruhani kita, adalah tambatan-tambatan akhirat kita, kuat atau lemahnya. Juga obsesi-obsesi kemanusiaan kita, adalah prasasti yang ditonggakkan di muka, tentang akhirat kita, kokoh atau lemahnya. Sedangkan jumlah terhitung dari kebajikan-kebajikan kita, adalah benih-benih pengharapan akan penerimaan Allah, kunci-kunci akhirat kita, berjodoh atau tidaknya.

    Akhirat, sahabat abadi itu masih menyisakan kesempatan untuk kita. Setidaknya hingga jenak ini. Di sini. Saat kita masih seperti ini. Jadi, cermin itu ada di sini, bersama diri kita sendiri, bersama kadar iman kita, di tengah kadar pasang surutnya. Sementara segala dosa dan kesalahan kita, adalah bebatuan terjal yang menghambat perjumpaan dengan sahabat sejati: akhirat yang dirindukan.

    Segala yang hidup punya pertanda. Begitu pun akhirat, tempat segala kehidupan sejati bersaksi, ada banyak pertanda. Apakah ia bersama kita atau tidak. Apakah ia mendekat kepada kita atau menjauh. Pada cermin jati diri itu ada cerita, tentang akhirat yang kian menjauh atau lebih mendekat.

    Bila suatu hari, terasa sangat sepi, mungkin itu tandanya kita harus bertanya, adakah akhirat telah menjauhi kita?

    Tutur kala kita adalah bahasa akhirat kita, menjauhi atau mendekati. Kerja-kerja dan capaian prestasi kita adalah lorong-lorong akhirat kita, mcnjauhi atau mendekati. Pada itu semua, mari kita bertanya, sejujurnya. Wallahu’alam

    http://beranda.blogsome.com/2008/07/10/bila-akhirat-menjauhi-kita/
    ===========


    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu…
    Bismillaahirrohmaanirrohiim…..

    Musuh-musuh Manusia Jumat, 19 Mei 06

    Ikhwani arsyadanillahu wa iyyakum ajmai’in

    Kita memahami, bahwa Allah Subhananhu wa Ta’ala menciptakan fitrah dalam diri manusia, yaitu dapat mengetahui dan mengenal kebenaran, serta menjauhi dan menghindari kebathilan. Namun bukan berarti bahwa mengamalkan al haq atau menghindari kebathilan adalah sesuatu yang mudah.

    Ada beberapa rintangan dan hambatan yang menjadi ujian. Ada musuh yang selalu menghalangi dari jalan al haq. Dan sebaliknya ada musuh yang selalu berusaha membimbing ke arah yang bathil.

    Musuh-musuh ini memberikan gambaran tentang kebenaran dan kebathilan al haq, yang semestinya indah, menjanjikan kebaikan dan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, digambarkan oleh musuh manusia sebagai sesuatu yang menakutkan dan menyusahkan.

    Sebaliknya yang bathil, yang mestinya menjijikkan dan berujung pada penderitaan, digambarkan oleh musuh manusia sebagai keindahan nan menyenangkan. Akhirnya banyak orang yang terpedaya, meninggalkan jalan yang benar dan mengikuti jalan yang bathil, iyadzan billah.

    Karenanya, wahai saudara-saudaraku, rahimanillahu wa iyyakum ajma’in, kita perlu mengetahui musuh-musuh itu, agar dapat bersikap. Musuh tetaplah musuh, bukan sebagai teman, apalagi sebagai pembimbing. Siapakah musuh-musuh yang selalu berusaha mengajak manusia kepada perbuatan batil dan keliru?

    Ikhwani arsyadanillahu wa iyyakum ajmai’in

    Musuh yang pertama adalah setan. Berbagai macam cara ditempuh oleh setan untuk menjerumuskan manusia ke dalam kebathilan dan menghalangi manusia dari al haq (kebenaran). Dan setan ini sering berhasil menjadikan manusia sebagai pengikutnya. Hanya orang-orang ikhlas dalam ibadahnya yang selamat dari makar dan tipu daya setan. Hanya orang-orang yang beriman yang bisa menjadikan kita termasuk orang-orang beriman yang ikhlas dalam beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

    Ikhwani arsyadanillahu wa iyyakum ajmai’in

    Di awal kitab Madarijus Salikin dan Al Bada-I, pada akhir pembahasan tafsir surat al Mu’awwidzatain (surat an Nas dan al Falaq), Ibnul Qayyim Rahimahullahu menyebutkan cara-cara dan tahapan setan dalam menghembuskan kejahatan dan tipuan kepada manusia.

    Tahapan Pertama, setan mengajak manusia melakukan perbuatan kufur dan syirik, menentang Allah dan RasulNya. Inilah yang paling diinginkan oleh setan. Dengan cara ini, setan telah berhasil menyesatkan banyak orang. Dengan cara ini, manusia dijadikan sebagai tentara dan para abdinya. Jika setan putus asa dan tidak mampu menyeret manusia ke dalam perbuatan kufur, maka setan akan mencoba menggodanya dengan tahapan berikutnya.

    Tahapan Kedua, yaitu setan mengajak manusia untuk mengamalkan perbuatan bid’ah dalam agama, baik bid’ah dalam masalah aqidah maupun amal perbuatan.

    Bid’ah merupakan perbuatan dosa, yang pelakunya sulit diharapkan bertaubat. Setan memberi gambaran yang indah dalam benak manusia, bahwa apa yang dilakukan itu merupakan kebenaran, dan ahli bid’ah mempercayai bisikan setan ini. Karena anggapan yang baik atas perbuatan bid’ah, membuat pelakunya susah melepaskan diri dan bertaubat dari perbuatan yang dianggap baik ini, padahal sebenarnya menyesatkan.

    Ketika berhasil menyeret seseorang ke dalam tahapan ini, maka setan akan merasa lega. Karena perbuatan bid’ah merupakan gerbang menuju kekufuran. Dan para pembuat bid’ah menjadi salah satu corong di antara propaganda iblis.

    Ikhwani arsyadanillahu wa iyyakum ajmai’in

    Jika setan tidak mampu menyeretnya ke dalam perbuatan bid’ah, maka dia akan menjebak dan menggiring manusia kepada tahapan ketiga, yaitu perbuatan dosa besar dengan berbagai macam variasinya.

    Dosa-dosa besar ini juga merupakan gerbang menuju kekufuran. Setan berhasil menjerumuskan banyak orang ke dalam dosa besar. Manusia tenggelam dalam perbuatan maksiat, sehingga hatinya menjadi membatu, terhalang dari kebenaran. Kemudian setan menyebarkan berita tentang mereka ini di tengah masyarakat. Setan memanfaatkan tentara dan para abdinya untuk menyebarkan perbuatan dosa ini, terutama jika perbuatan dosa ini dilakukan oleh penguasa atau orang yang diidolakan. Tujuannya supaya perbuatan-perbuatan mereka dijadikan argumen.

    Sebagai misal, yaitu makan riba, mendengarkan musik, menikmati alat-alat musik dan permainan, menyetujui perbuatan bersolek, membuka wajah dan ikhtilath (campur baur) laki-laki dan perempuan, loyal dan suka kepada orang-orang kafir, homoseks, meminum khamr, dan lain sebagainya.

    Dalam tahapan ini, setan berhasil menyesatkan banyak orang. Banyak manusia terkubang dalam kemungkaran-kemungkaran. Setan menghiasi amal-amal para idola ini, sehingga mereka menjadi pioner yang mengajak ke perbuatan maksiat secara nyata, atau mungkin dengan ucapan.

    Sedangkan orang yang tidak mampu digoda setan dan dijaga oleh Allah dari perbuatan dosa-dosa besar, maka setan berusaha menyeretnya ke tahap keempat, yaitu melakukan dosa-dosa kecil, sebagai gerbang memasuki dosa-dosa besar. Dosa-dosa kecil ini terkadang dianggap remeh oleh manusia dan tidak peduli dengan pelakunya. Padahal dosa-dosa kecil itu menyeret untuk melakukan dosa berikutnya.

    Diceritakan dalam sebuah hadits dari Sahl bin Sa’d, dari Nabi Shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

    Jauhilah dosa-dosa kecil, karena jika dosa-dosa itu berkumpul pada diri seseorang akhirnya akan membuatnya binasa (celaka).

    Maka tidak diragukan lagi, meremehkan perbuatan dosa kecil, bisa merubah dosa kecil menjadi besar. Sebagaimana perkataan ulama salaf, tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus-menerus, dan tidak ada dosa besar jika diiringi dengan istighfar.

    Sebagian yang lain mengatakan, janganlah kalian memandang kecil sebuah dosa, akan tetapi pandanglah keagungan Dzat yang kalian durhakai.

    Ikhwani arsyadanillahu wa iyyakum ajmai’in

    Jika setan merasa lemah and tidak mampu menjerumuskan manusia ke dalam perbuatan-perbuatan dosa ini, maka setan menggoda manusia dengan tahapan kelima. Yaitu menyibukkan manusia dengan perkara-perkara mubah yang tidak mendatangkan pahala, dan juga tidak mengakibatkan dosa. Menyibukkan perkara-perkara mubah, berarti menyia-nyiakan waktu dan usia, tidak memanfaatkannya dengan kebaikan dan perbuatan shalih.

    Betapa banyak manusia tertipu dengan perkara-perkara mubah, berlebih-lebihan dalam makanan, minum, rumah, pakaian. Demi keperluan ini, manusia telah menyia-nyiakan sejumlah harta, usia dan waktu, lalai dengan kebaikan, tidak berlomba-lomba dalam kebaikan. Sehingga, perbuatan mubah ini bisa menjadi penyebab seseorang lupa kepada akhirat, dan lupa melakukan persiapan untuk menyongsongnya.

    Sedangkan manusia yang tidak bisa dijerumuskan dengan tahapan ini, maka setan akan mengganggunya dengan tahapan keenam, yaitu mengalihkan perhatian perhatian manusia dari amalan-amalan yang lebih baik kepada amalan yang dibawahnya. Sebagai misal, seseorang akan menggunakan harta untuk hal-hal yang bernilai baik tetapi kurang. Disibukkan dengan amalan-amalan marjuh (bernilai baik tetapi kurang), sehingga (salah satu wujudnya) mempelajari ilmu-ilmu yang tidak memiliki urgensitas dan kehilangan ilmu yang banyak.

    Inilah tipu daya setan. Saat setan merasa lemah dan tidak mampu menjerat sebagian manusia dalam perangkap-perangkap ini, maka setan memberikan kuasa kepada wali-walinya dan para abdinya dari kalangan jin dan manusia, serta orang yang tertipu dengan bisikannya. Lalu mereka menghina orang-orang baik ini dengan tujuan menyakiti wali dan para kekasih Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka menyiksanya dengan siksa yang buruk, seperti pembunuhan, pengusiran, penahanan, penyiksaan, penghinaan, pelecehan terhadap amalan-amalan orang-orang baik ini, sebagaimana kejadian yang dialami oleh para nabi Allah dan pengikutnya pada setiap waktu dan di semua tempat.

    Semoga Allah melindungi kita dari semua makar dan tipu daya setan.

    Ikhwani arsyadanillahu wa iyyakum ajmai’in

    Musuh manusia yang kedua, adalah nafsu yang senantiasa mengajak kepada keburukan.

    Hawa nafsu ini cenderung kepada kebathilan, menghalangi manusia agar tidak menerima kebenaran dan tidak mengamalkannya. Jika jiwa ini muthmainnah (tenang dalam kebenaran), lebih mengutamakan yang hak, maka dia akan membimbing manusia ke arah yang benar dan berjalan di atas jalan keselamatan.

    Musuh manusia yang ketiga, adalah menjadikan hawa nafsu ini sebagai ilah, yaitu menjadikan hawa nafsu sebagai sesembahan selain Allah. Disebutkan dalam firman Allah:

    “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya (sesembahannya). Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? (Qs. Al Furqan : 43).

    Seseorang yang selalu memperturutkan segala keinginannya, ia tidak akan peduli dengan akibat buruknya. Dalam sebuah atsar diriwayatkan, di bawah kolong langit ini, tidak ada yang lebih jelek dibandingkan hawa nafsu yang diperturutkan.

    Adapun musuh manusia yang keempat adalah gemerlap dunia, kenikmatan dan hiasannya. Keindahan dunia dan berbagai kenikmatan semunya, telah menipu banyak orang, membuat manusia lupa kepada tujuan hidupnya yang hakiki. Padahal kehidupan akhirat dan segala isinya jauh lebih baik dibandingkan dengan kehidupan dunia yang fana. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

    “Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedangkan apa yang disisi Allah, adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya? (QS al Qashash : 60)

    Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:

    “Tetapi kamu (orang-orang) kafir lebih memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal”. (QS. Al A’la : 16-17).

    Ikhwani arsyadanillahu wa iyyakum ajmai’in

    Demikian beberapa musuh yang sering menghalangi manusia dari berbuat amal shalih. Semoga Allah melindungi kita semua dari semua makar dan tipu daya yang menyesatkan.

    أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْم

    KHUTBAH KEDUA

    إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَسَلّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا

    Jika musuh-musuh bisa menguasai diri seorang manusia, maka dampak yang terlihat adalah tidak semangat dalam melakukan ketaatan. Dan sebaliknya, ia justru semangat dan tidak takut melakukan perbuatan maksiat.

    Meski begitu, Allah subhanahu wa ta’ala yang maha Rahim tidak membiarkan para hambaNya untuk menghadapi musuhnya seorang diri. Allah subhanahu wa ta’ala berjanji akan menolong manusia dalam menghadapi musuh-musuhnya ini. Allah memerintahkan kepada kita agar memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, serta memerintahkan manusia agar memohon pertolongan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dalam melakukan amalan yang susah atau berat baginya.

    Allah subhanahu wa ta’ala juga memerintahkan kepada para hambaNya agar ikhlas dalam melakukan ketaatan. Dengan demikian, dia akan termasuk hamba-hamba pilihan. Hamba-hamba yang ikhlas akan dibentengi Allah subhanahu wa ta’ala dari kekuasaan musuh. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

    “Sesungguhnya hamba-hambaku, kamu tidak dapat berkuasa atas mereka. Dan cukuplah Rabb-mu sebagai Penjaga”. (QS. Al Isra’ : 65).

    Semoga Allah senantiasa menolong kita dalam menghadapi godaan musuh-musuh, yang senantiasa menghalangi manusia dari jalan ketaatan. Dan semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba-hambaNya yang ikhlas, dan senantiasa mengikuti petunjuk Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam.

    اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
    رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
    رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين.

    Sumber: Majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun X/1427H/2006M

    http://alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatkhutbah&id=82


    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu…
    Bismillaahirrohmaanirrohiim ….
    NGERINYA NERAKA
    Kamis, 16 Juli 09

    Oleh: Waznin Mahfud KHUTBAH PERTAMA

    Hadirin Jama’ah Jum’at Rahimakumullah!
    Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita, sebab takwa itulah yang menjadi bukti bahwa kita benar-benar beriman.
    Allah Ta’ala berfirman,

    يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

    “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepadaNya; dan janganlah sekali-kali kamu mati me-lainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Ali Imran: 102).

    Takwa adalah jaminan kebahagiaan bagi hidup kita di dunia dan di akhirat. Allah Ta’ala berfirman,

    يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

    “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan RasulNya, maka sesungguh-nya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Al-Ahzab: 70-71).
    Untuk itu, marilah kita perkokoh ketakwaan kita sehingga Allah berkenan memenuhi janjiNya untuk kita, yaitu kebahagiaan di akhirat dan dijauhkan dari siksaan neraka.

    Hadirin Rahimakumullah!
    Sesungguhnya rasa takut kita kepada siksa neraka adalah hidayah agung dari Allah yang diberikan kepada kita yang patut disyukuri, demi kewaspadaan dan kehati-hatian kita di dalam menempuh jalan hidup yang lurus dan benar.

    Mari kita mencoba mengetahui beberapa poin penting yang berkaitan dengan neraka, agar keimanan kita bertambah dan selalu berusaha meninggalkan maksiat-maksiat yang dapat menjerumus-kan kita ke salah satu jurangnya yang sangat dalam. Sebab, kejahilan kita terhadap hakikat neraka akan membuat kita menyepelekan faktor-faktor berbahaya yang dapat membuat kita menjadi salah satu dari penghuni tempat sadis tersebut. (Na’udzubillah min dzalik)

    Yang pertama, neraka adalah sebuah tempat (yang sangat luas yang diciptakan oleh Allah) untuk menyiksa hamba-hamba-Nya (yang bermaksiat, membangkang maupun kafir kepadaNya), dan neraka itu terus merasa kurang untuk diisi, sampai Allah Ta’ala meletakkan (tapak) kakiNya, kemudian neraka berkata, “Cukup, cukup!” (Sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

    Yang kedua, neraka mempunyai tujuh pintu, setiap pintu itu akan dimasuki oleh golongan-golongan pembangkang dan pelaku maksiat tertentu.
    Allah Ta’ala berfirman,

    لَهَا سَبْعَةُ أَبْوَابٍ لِّكُلِّ بَابٍ مِّنْهُمْ جُزْءٌ مَّقْسُومٌ

    “Jahanam itu mempunyai tujuh pintu, tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.” (Al-Hijr: 44).

    Yang ketiga, panasnya neraka. Panasnya tak terhingga, karena dihidupkan selama seribu tahun sehingga warnanya menjadi putih, kemudian dihidupkan selama seribu tahun lagi sehingga warnanya berubah menjadi merah, dan dihidupkan kembali selama seribu tahun lagi sehingga menjadi hitam. Mari kita bayangkan, alangkah panasnya neraka, sehingga warnanya pun bisa menjadi hitam kelam. Tak ada satu pun makhluk yang ada di atas bumi ini yang sanggup menahan panas yang begitu dahsyat ini.
    Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan,

    نَارُكُمْ جُزْءٌ مِنْ سَبْعِيْنَ جُزْءًا مِنْ نَاِر جَهَنَّمَ.

    “Neraka kalian adalah satu bagian dari tujuh puluh bagian dari Neraka Jahanam.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

    Panas api saat ini, membuat baja yang begitu keras dan kokoh bisa menjadi meleleh. Lalu bagaimana dengan tubuh-tubuh kita yang begitu lembek, ditambah dengan kadar panas yang melebihi dari panas dunia seukuran tujuh kali lipat?

    Hadirin Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah

    Poin yang keempat adalah, kobaran api neraka yang menyala-nyala. Api neraka berkobar sangat dahsyat, dan menyambar semua penghuninya tanpa belas kasihan.
    Allah Ta’ala berfirman,

    إِنَّهَا تَرْمِي بِشَرَرٍ كَالْقَصْرِ. كَأَنَّهُ جِمَالَتٌ صُفْرٌ

    “Sesungguhnya neraka itu melontarkan bunga api sebesar dan setinggi istana, seolah-olah ia iringan unta yang kuning.” (Al-Mursalat: 32, 33).

    Di samping itu, api neraka juga bisa marah dan menggeram-geram ketika melihat rombongan calon penghuninya yang digiring untuk memasuki tempat tinggal mereka.
    Allah Ta’ala berfirman,

    إِذَا رَأَتْهُم مِّن مَّكَانٍ بَعِيدٍ سَمِعُوا لَهَا تَغَيُّظاً وَزَفِيراً

    “Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya.”(Al-Furqan: 12).

    Yang kelima, bahan bakar neraka terdiri dari manusia dan bebatuan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman di dalam surat Al-Baqarah,

    فَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ

    “Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 24).

    Yang keenam, sebagaimana neraka merupakan jurang dan lembah, maka dia mempunyai kedalaman. Jarak kedalamannya sejauh kita melempar batu dari pinggir neraka ke dalam jurang neraka selama tujuh puluh tahun. Satu keterangan dari sahabat Abu Hurairah menjelaskan,

    كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذْ سَمِعَ وَجْبَةً فَقَالَ النَّبِيُّ : أَتَدْرُونَ مَا هَذَا؟ قَالَ: قُلْنَا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: هَذَا حَجَرٌرُمِيَ بِهِ فِي النَّارِ مُنْذُ سَبْعِيْنَ خَرِيْفًا فَهُوَ يَهْوِي فِي النَّارِ الْآنَ حَتَّى انْتَهَى إِلَى قَعْرِهَا.

    “Ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba beliau mendengar suara dentuman, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, ‘Apakah kalian tahu suara apa ini?’ Kami menjawab, ‘Hanya Allah dan RasulNya yang paling tahu!’ Beliau menjelaskan, ‘Ini adalah batu yang dilemparkan ke dalam neraka, sejak tujuh puluh tahun yang lalu, kemudian ia melayang di dalam neraka, sekarang ini ia sampai pada dasarnya’.” (HR. Muslim, 7096).

    Yang ketujuh, penjaga neraka.
    Allah Ta’ala berfirman,

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

    “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6).

    Hadirin jama’ah Shalat Jum’ah rahimakumullah!

    Yang kedelapan, badan penghuni neraka.
    Untuk merasakan siksaan abadi yang dahsyat di neraka itu, maka tubuh para penghuni neraka dibesarkan, dan setiap kali kulit-kulit mereka telah menjadi hangus dan gosong, maka dia akan di-ganti dengan kulit yang lainnya, agar siksaan itu benar-benar terasa oleh mereka.
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

    ضِرْسُ الْكَافِرِ أَوْ نَابُ الْكَافِرِ مِثْلُ أُحُدٍ وَغِلَظُ جِلْدِهِ مَسِيْرَةُ ثَلاَثٍ.

    “Gigi geraham orang kafir atau gigi taring orang kafir (di Hari Kiamat, di neraka) adalah sebesar gunung Uhud dan tebal kulitnya sejauh perjalanan tiga hari.” (HR. Muslim).
    Allah Ta’ala berfirman,

    إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَاراً كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُوداً غَيْرَهَا لِيَذُوقُواْ الْعَذَابَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَزِيزاً حَكِيماً

    “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (An-Nisa`: 56).

    Yang kesembilan, makanan penduduk neraka adalah berupa Zaqqum, yaitu buah dari sebatang pohon yang keluar dari dasar Neraka Jahim, jika penduduk neraka memakan buah itu maka perut-perut mereka akan mendidih, dikarenakan panasnya buah Zaqqum tersebut. Dengan demikian tidak akan penduduk neraka yang mendapatkan rasa kenyang, bahkan mereka akan lebih merasa lapar dan haus.
    Dan Allah Ta’ala berfirman,

    إِنَّ شَجَرَةَ الزَّقُّومِ. طَعَامُ الْأَثِيمِ. كَالْمُهْلِ يَغْلِي فِي الْبُطُونِ. كَغَلْيِ الْحَمِيمِ

    “Sesungguhnya pohon zaqqum itu, makanan orang yang banyak berdosa. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut, seperti mendidihnya air yang sangat panas.” (Ad-Dukhan: 43-46).
    Allah Ta’ala berfirman,

    إِنَّا جَعَلْنَاهَا فِتْنَةً لِّلظَّالِمِينَ. إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ فِي أَصْلِ الْجَحِيمِ. طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُؤُوسُ الشَّيَاطِينِ. فَإِنَّهُمْ لَآكِلُونَ مِنْهَا فَمَالِؤُونَ مِنْهَا الْبُطُونَ. ثُمَّ إِنَّ لَهُمْ عَلَيْهَا لَشَوْباً مِّنْ حَمِيمٍ

    “Sesungguhnya ia adalah sebatang pohon yang keluar dari dasar Neraka Jahim. Mayangnya seperti kepala setan-setan. Maka sesungguhnya mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon itu, maka mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu. Kemudian sesudah makan buah pohon zaqqum itu pasti mereka mendapat minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas.” (Ash-Shaffat: 63–67).

    Hadirin Jama’ah Rahimakumullah!

    Yang kesepuluh, minuman penduduk neraka adalah minuman yang tidak membuat rasa dahaga terobati, tidak mendapat kesejukan dan kesegaran. Minuman mereka adalah nanah yang sangat panas, yang akan membuat perut orang yang meminumnya menjadi terburai.
    Allah Ta’ala berfirman,

    لَّا يَذُوقُونَ فِيهَا بَرْداً وَلَا شَرَاباً . إِلَّا حَمِيماً وَغَسَّاقاً. جَزَاء وِفَاقاً

    “Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, kecuali air yang mendidih dan nanah, sebagai pembalasan yang setimpal.” (An-Naba`: 24–26).

    Allah Ta’ala juga berfirman, yang artinya,
    “Kemudian sesudah makan buah pohon zaqqum itu pasti mereka mendapat minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas”. (Ash-Shaffat: 67).

    Serta Allah Ta’ala juga berfirman,

    مِّن وَرَآئِهِ جَهَنَّمُ وَيُسْقَى مِن مَّاء صَدِيدٍ. يَتَجَرَّعُهُ وَلاَ يَكَادُ يُسِيغُهُ وَيَأْتِيهِ الْمَوْتُ مِن كُلِّ مَكَانٍ وَمَا هُوَ بِمَيِّتٍ وَمِن وَرَآئِهِ عَذَابٌ غَلِيظٌ

    “Di hadapannya ada Jahanam dan dia akan diberi minuman dengan air nanah, diminumnya air nanah itu dan hampir dia tidak bisa menelannya dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia tidak juga mati; dan di hadapannya masih ada azab yang berat.” (Ibrahim: 16–17).

    Minuman itu betapa menyakitkan, menambah derita, dan menghancurkan tubuh mereka.

    Siksaan bagi penduduk neraka sangatlah bervariasi, tetapi semua siksaan itu tidak ada yang ringan, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa siksaan yang paling ringan adalah, apabila bara api neraka diletakkan di bagian lekuk telapak kaki seseorang maka otaknya akan mendidih. Sabda Rasulullah,

    إِنَّ أَهْوَنَ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَرَجُلٌ تُوْضَعُ فِي أَخْمَصِ قَدَمَيْهِ جَمْرَةٌ يَغْلِي مِنْهَا دِمَاغُهُ.

    “Sesungguhnya azab yang paling ringan yang menimpa penduduk neraka pada Hari Kiamat adalah apabila bara api diletakkan di lekuk kedua telapak kaki seseorang, maka otaknya akan mendidih.” (HR. al-Bukhari).

    Mereka akan memakan bara api sepenuh perut mereka, diakibatkan tindakan mereka di dunia memakan harta anak yatim dengan cara yang zhalim, Allah Ta’ala berfirman,

    إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْماً إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَاراً وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيراً

    “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zhalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (An-Nisa`: 10).

    Muka-muka dan punggung-punggung mereka dipukuli oleh para malaikat, tanpa mengenal rasa belas kasihan,

    وَلَوْ تَرَى إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُواْ الْمَلآئِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُواْ عَذَابَ الْحَرِيقِ

    “Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata), ‘Rasakan olehmu siksa neraka yang membakar, (tentulah kamu akan merasa ngeri)’.” ( Al-Anfal: 50).

    Ada juga di antara mereka yang disiksa dengan disetrika lam-bung dan punggung mereka dengan emas serta perak yang tidak mereka zakatkan ketika mereka berada di dunia.

    Di antara mereka pun ada yang disiksa dengan dicambuk tanpa henti dengan besi-besi panas, setiap kali mereka akan keluar, mereka digiring kembali untuk merasakan cambuk-cambuk besi ter-sebut.

    Ada juga yang dibelitkan rantai api Neraka Jahanam ke leher-leher mereka dan tangan-tangan mereka, serta rantai terebut dibe-lenggukan di kaki-kaki mereka. Siksaan itu tiada berkesudahan, bersambung, dan bersambung sepanjang hari.

    Hadirin Rahimakumullah!
    Itulah kedahsyatan neraka dan siksaan neraka, tidak ada seorang makhluk pun yang mampu menanggung beban pedih dan sakit dari siksaan itu, maka marilah kita senantiasa memohon per-lindungan kepada Allah agar dijauhkan dari siksaanNya. .

    أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذا، وَأَسْتَغْفِرُ اللّهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ, إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
    Khutbah yang kedua

    إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللَّّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا

    Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
    Di dalam khutbah yang kedua ini, setelah kita memohon perlindungan dari siksa neraka, marilah kita senantiasa memohon taufik kepada Allah agar diri kita, segenap anggota keluarga kita, masyarakat kita, dan seluruh umat Islam, terutama para pemimpin bangsanya, semuanya mendapatkan hidayah dan ma’unah untuk melaksanakan ibadah dengan benar, beramal shalih dengan tulus ikhlas, serta menjauhi segala bentuk kemaksiatan yang menyebab-kan kita terjerumus ke dalam neraka.

    Marilah kita bertaubat, marilah kita bersihkan hati dan jiwa kita dari:
    1. Kekufuran, kemunafikan, kesyirikan, riya, sihir, dan seba-gainya.
    2. Kesombongan, keangkuhan, ujub, egois, mementingkan diri sendiri, (bakhil, kikir).
    3. Hasad, iri, dengki, putus asa, marah, dan dendam.

    Marilah kita jaga mulut kita dari:
    1. Dusta, bohong, adu domba, ghibah, gosip, berbicara tanpa ada manfaat atau berlebihan, mengejek, menghina, mengumpat, durhaka, bicara jorok, menuduh, bersumpah palsu, dan khianat.
    2. Bergurau, banyak tertawa, banyak lelucon, sehingga kurang sekali berdzikir.

    Marilah kita jaga tangan dan seluruh anggota tubuh kita dari perbuatan zhalim, kita jauhkan dari perbuatan yang merusak diri sendiri dan orang lain, seperti memakan riba, mencuri, korupsi, membunuh, berjudi, mabuk-mabukan, berbuat zhalim, tidak ber-sifat adil, suap-menyuap, berzina, bermusuhan, boros, berfoya-foya, tidak mempedulikan fakir miskin dan anak yatim.

    Marilah kita menjauhkan diri dari cara-cara mencari nafkah yang batil atau yang haram, kita jauhi riba, dan segala bentuk jual beli yang batil, menipu, curang, dan sebagainya, sehingga kita hanya mencari dan mendapatkan nafkah, rizki yang halalan thayyibah, mu-barakah, yang nantinya dapat digunakan sebagai bekal beramal shalih sebanyak-banyaknya di dunia, dan di akhirat, kita dijauhkan dari Api Neraka. Amin Allahumma Amin.

    اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
    رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
    رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
    رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ اْلعَالمَِينَ.

    (Dikutib dari Buku Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi ke-2, Darul Haq Jakarta. Telp. 021-84998039. Diposting oleh: Abu Nabiel).

    ======================


    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu…
    Bismillaahirrohmaanirrohiim

    ARTI SEBUAH NIAT

    Fungsi niat dalam ibadah sangatlah penting. Karena itu setiap muslim harus senantiasa memperbaiki niat dalam ibadahnya, yaitu ikhlas untuk Allah semata.

    Umar ibnul Khaththab radliallahu anhu berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda :
    “Amalan-amalan itu hanyalah tergantung dengan niatnya. Dan setiap orang hanyalah mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan. Maka siapa yang amalan hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu karena Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin ia peroleh atau karena wanita yang ingin ia nikahi maka hijrahnya itu kepada apa yang dia tujukan/niatkan”.

    Hadits yang agung di atas diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah dalam beberapa tempat dari kitab shahihnya (hadits no. 1, 54, 2529, 3898, 5070, 6689, 6953) dan Imam Muslim rahimahullah dalam shahihnya (no. 1908).

    Berkata Al Imam Ibnu Rajab Al Hambali tentang hadits ini : “Yahya bin Said Al Anshari bersendirian dalam meriwayatkan hadits ini dari Muhammad bin Ibrahim At Taimi, dari `Alqamah bin Waqqash Al Laitsi, dari Umar ibnul Khaththab radliallahu anhu. Dan tidak ada jalan lain yang shahih dari hadits ini kecuali jalan ini. Demikian yang dikatakan oleh Ali ibnul Madini dan selainnya”. Berkata Al Khaththabi : “Aku tidak mengetahui adanya perselisihan di kalangan ahli hadits dalam hal ini sementara hadits ini juga diriwayatkan dari shahabat Abu Said Al Khudri dan selainnya”. Dan dikatakan: Hadits ini diriwayatkan dari jalan yang banyak akan tetapi tidak ada satupun yang shahih dari jalan-jalan tersebut di sisi para huffadz (para penghafal hadits).

    Kemudian setelah Yahya bin Said Al Anshari banyak sekali perawi yang meriwayatkan darinya, sampai dikatakan : Telah meriwayatkan dari Yahya Al Anshari lebih dari 200 perawi. Bahkan ada yang mengatakan jumlahnya mencapai 700 rawi, yang terkenal dari mereka di antaranya Malik, Ats Tsauri, Al Auza`i , Ibnul Mubarak, Al Laits bin Sa`ad, Hammad bin Zaid, Syu`bah, Ibnu `Uyainah dan selainnya. .

    Ulama bersepakat menshahihkan hadits ini dan menerimanya dengan penerimaan yang baik dan mantap. Imam Bukhari membuka kitab Shahihnya dengan hadits ini dan menempatkannya seperti khutbah/mukaddimah bagi kitab beliau, sebagai isyarat bahwasanya setiap amalan yang tidak ditujukan untuk mendapatkan wajah Allah maka amalan itu batil, tidak akan diperoleh buah/hasilnya di dunia terlebih lagi di akhirat. Karena itulah berkata Abdurrahman bin Mahdi: “Seandainya aku membuat bab-bab dalam sebuah kitab niscaya aku tempatkan pada setiap bab hadits Umar tentang amalan itu dengan niatnya”. Beliau juga mengatakan: “Siapa yang ingin menulis sebuah kitab maka hendaknya ia memulai dengan hadits innamal a’malu binniyah. (Jam`iul `Ulum wal Hikam, karya Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 59-60. Muassasah Ar Risalah, cet. Ke-4, th. 1413 H/1993 M)

    Hadits ini selain diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim juga diriwayatkan oleh para imam yang lain. Dan komentar tentang hadits ini kami cukupkan dari menukil ucapan Ibnu Rajab Al Hambali di atas karena padanya ada kifayah (kecukupan).

    Penjelasan Hadits

    Dari hadits di atas kita pahami bahwasanya setiap orang akan memperoleh balasan amalan yang dia lakukan sesuai dengan niatnya. Dalam hal ini telah berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah: “Setiap amalan yang dilakukan seseorang apakah berupa kebaikan ataupun kejelekan tergantung dengan niatnya. Apabila ia tujukan dengan perbuatan tersebut niatan/maksud yang baik maka ia mendapatkan kebaikan, sebaliknya bila maksudnya jelek maka ia mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan”. Beliau juga mengatakan: “Hadits ini mencakup di dalamnya seluruh amalan, yakni setiap amalan harus disertai niat. Dan niat ini yang membedakan antara orang yang beramal karena ingin mendapatkan ridla Allah dan pahala di negeri akhirat dengan orang yang beramal karena ingin dunia apakah berupa harta, kemuliaan, pujian, sanjungan, pengagungan dan selainnya”. (Makarimul Akhlaq, hal 26 dan 27)

    Di sini kita bisa melihat arti pentingnya niat sebagai ruh amal, inti dan sendinya. Amal menjadi benar karena niat yang benar dan sebaliknya amal jadi rusak karena niat yang rusak.

    Dinukilkan dari sebagian salaf ucapan mereka yang bermakna: “Siapa yang senang untuk disempurnakan amalan yang dilakukannya maka hendaklah ia membaikkan niatnya. Karena Allah ta`ala memberi pahala bagi seorang hamba apabila baik niatnya sampaipun satu suapan yang dia berikan (akan diberi pahala)”.

    Berkata Ibnul Mubarak rahimahullah: “Berapa banyak amalan yang sedikit bisa menjadi besar karena niat dan berapa banyak amalan yang besar bisa bernilai kecil karena niatnya”. (Jamiul Ulum wal Hikam, hal. 71)

    Perlu diketahui bahwasanya suatu perkara yang sifatnya mubah bisa diberi pahala bagi pelakunya karena niat yang baik. Seperti orang yang makan dan minum dan ia niatkan perbuatan tersebut dalam rangka membantunya untuk taat kepada Allah dan bisa menegakkan ibadah kepada-Nya. Maka dia akan diberi pahala karena niatnya yang baik tersebut. Ibnul Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan : “Perkara mubah pada diri orang-orang yang khusus dari kalangan muqarrabin (mereka yang selalu berupaya mendekatkan diri kepada Allah) bisa berubah menjadi ketaatan dan qurubat (perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah) karena niat”. (Madarijus Salikin 1/107)

    Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Muslim (7/92) ketika menjelaskan hadits:
    Dan pada kemaluan salah seorang dari kalian (menggauli istri) ada sedekah.
    Beliau menyatakan: “Dalam hadits ini ada dalil yang menunjukkan bahwasanya perkara-perkara mubah bisa menjadi amalan ketaatan dengan niat yang baik. Jima’ (bersetubuh) dengan istri bisa bernilai ibadah apabila seseorang meniatkan untuk menunaikan hak istri dan bergaul dengan cara yang baik terhadapnya sesuai dengan apa yang Allah perintahkan, atau ia bertujuan untuk mendapatkan anak yang shalih, atau untuk menjaga kehormatan dirinya atau kehormatan istrinya dan untuk mencegah keduanya dari melihat perkara yang haram, atau berfikir kepada perkara haram atau berkeinginan melakukannya dan selainnya dari tujuan-tujuan yang tidak baik”.(Syarh Muslim 3/44)

    Meluruskan Niat
    Seorang hamba harus terus berupaya memperbaiki niatnya dan meluruskannya agar apa yang dia lakukan dapat berbuah kebaikan. Dan perbaikan niat ini perlu mujahadah (kesungguh-sungguhan dengan mencurahkan segala daya upaya). Karena sulitnya meluruskan niat ini sampai-sampai Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata : “Tidak ada suatu perkara yang paling berat bagiku untuk aku obati daripada meluruskan niatku, karena niat itu bisa berubah-ubah terhadapku”. (Hilyatul Auliya 7/5 dan 62)

    Dan niat itu harus ditujukan semata untuk Allah, ikhlas karena mengharapkan wajah-Nya yang Mulia. Ibadah tanpa keikhlasan niat maka tertolak sebagaimana bila ibadah itu tidak mencocoki tuntunan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Allah ta`ala berfirman tentang ikhlas dalam ibadah ini :

    Dan tidaklah mereka diperintah kecuali untuk beribadah kepada Allah dalam keadaan mengikhlaskan agama bagi-Nya. (Al Bayyinah : 5)

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu` Fatawa (10/49) : “Mengikhlaskan agama untuk Allah adalah pokok ajaran agama ini yang Allah tidak menerima selainnya. Dengan ajaran agama inilah Allah mengutus rasul yang pertama sampai rasul yang akhir, yang karenanya Allah menurunkan seluruh kitab. Ikhlas dalam agama merupakan perkara yang disepakati oleh para imam ahlul iman. Dan ia merupakan inti dari dakwah para nabi dan poros Al Qur’an”.

    Yang perlu diingat bahwasanya niat itu tempatnya di hati sehingga tidak boleh dilafazkan dengan lisan. Bahkan termasuk perbuatan bid“ah bila niat itu dilafazkan.

    Pelajaran Yang Dipetik dari Hadits Ini
    1. Niat itu termasuk bagian dari iman karena niat termasuk amalan hati.
    2. Wajib bagi seorang muslim mengetahui hukum suatu amalan sebelum ia melakukan amalan tersebut, apakah amalan itu disyariatkan atau tidak, apakah hukumnya wajib atau sunnah. Karena di dalam hadits ditunjukkan bahwasanya amalan itu bisa tertolak apabila luput darinya niatan yang disyariatkan.
    3. Disyaratkannya niat dalam amalan-amalan ketaatan dan harus dita`yin (ditentukan) yakni bila seseorang ingin shalat maka ia harus menentukan dalam niatnya shalat apa yang akan ia kerjakan apakah shalat sunnah atau shalat wajib, dhuhur, atau ashar, dst. Bila ingin puasa maka ia harus menentukan apakah puasanya itu puasa sunnah, puasa qadha atau yang lainnya.
    4. Amal tergantung dari niat, tentang sah tidaknya, sempurna atau kurangnya, taat atau maksiat.
    5. Seseorang mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan namun perlu diingat niat yang baik tidaklah merubah perkara mungkar (kejelekan) itu menjadi ma’ruf (kebaikan), dan tidak menjadikan yang bid`ah menjadi sunnah.
    6. Wajibnya berhati-hati dari riya, sum`ah (beramal karena ingin didengar orang lain) dan tujuan dunia yang lainnya karena perkara tersebut merusakkan ibadah kepada Allah ta`ala.
    7. Hijrah (berpindah) dari negeri kafir ke negeri Islam memiliki keutamaan yang besar dan merupakan ibadah bila diniatkan karena Allah dan Rasul-Nya.

    Wallahu ta`ala a`lam bishawwab.

    http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=20


    44 comments