• - Kilauan Mutiara Bab 19-21

    Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu...
    Bismillaahirrohmaanirrohiim ....

    BAB 19 : Pengaruh Buruk Akibat Memuji Ahli Bid’ah

    --------------------------------------------------------------------------------

    192. Abul Walid Al Baji dalam Kitabnya, Ikhtishar Firaqil Fuqaha ketika menyebutkan keadaan Abu Bakar Al Baqillaniy mengatakan : “Abu Dzar Al Harawy telah menceritakan kepadaku bahwa ia condong kepada madzhab Al Asy’ari.”


    Maka saya tanyakan dari mana ia dapatkan madzhab ini. Katanya : “Saya pernah berjalan bersama Abu Al Hasan Ad Daraquthniy dan kami bertemu dengan Abu Bakr bin Ath Thayyib Al Qadli lalu Ad Daraquthniy memeluknya dan mencium wajah dan kedua matanya maka setelah kami berpisah saya bertanya siapa laki-laki tadi?”
    Ia menjawab : “Imamnya kaum Muslimin, pembela Islam, (yaitu) Al Qadli Abu Bakr bin Ath Thayyib.”
    Abu Dzar berkata : “Sejak saat itu saya berulang-ulang mendatanginya bersama ayahku dan akhirnya kami mengikuti madzhabnya.” (At Tadzkirah 3/1104-1105 dan As Siyar 17/558-559)


    Saya berkata : “Ini merupakan istidlal (pengambilan dalil) yang jelas sekali. Karena jika seorang alim diam dalam permasalahan ahli bid’ah dan tidak menerangkan kebid’ahan mereka maka ia akan membahayakan orang lain yang jahil hingga akhirnya mereka dapat terjatuh dalam kebida’ahan pula.


    Dan yang lebih berbahaya serta lebih pahit lagi dari diamnya itu adalah apabila keluar ungkapan-ungkapan pujian dan sanjungan terhadap ahli bid’ah yang mungkin (pada dirinya) tampak keshalihan dan ketaqwaan.”

     

    BAB 20 : Hukuman Terhadap Ahli Bid’ah

    --------------------------------------------------------------------------------

    193. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan :
    “Dan wajib dikenakan hukuman terhadap orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada ahli bid’ah, membela dan memuji mereka atau menyanjung dan mengagungkan tulisan-tulisan mereka atau mengemukakan alasan bahwa ucapan (bid’ah) ini tidak dapat difahami apa maksudnya? Atau mempertanyakan benarkah mereka yang menulis kitab ini? Dan alasan-alasan yang seperti ini yang sesungguhnya tidak akan diucapkan kecuali oleh orang yang jahil atau munafiq.

    Bahkan wajib pula dihukum setiap orang yang sudah mengetahui keadaan mereka tetapi tidak membantu menegakkan hukuman itu terhadap mereka (ahli bid’ah) itu maka sesungguhnya menegakkan hukuman terhadap orang-orang yang seperti ini merupakan kewajiban yang sangat agung. Karena mereka merusak akal dan agama seluruh makhluk dari kalangan masyayikh, para ulama, raja-raja dan para pemimpin bahkan menyebarluaskan kerusakan di muka bumi ini dan menghalangi manusia dari jalan Allah.” (Majmu’ Fatawa 2/132)


    194. Syaikh Bakr Abu Zaid mengomentari ucapan beliau dengan mengatakan :
    “Semoga Allah merahmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan memberinya minum dari mata air Jannah Salsabil (Aamiin). Sesungguhnya ucapan beliau ini benar-benar berada pada puncak ketelitian dan urgensi (kepentingan) yang sangat tinggi dan ini meskipun ditujukan khusus untuk menghadapi orang-orang sesat dari kalangan Al Ittihadiyyah (paham manunggaling kawulo gusti) namun ternyata berlaku juga terhadap seluruh firqah sempalan (dahulu dan sekarang).

    Maka siapa pun yang mendukung tindakan ahli bid’ah, menghormatinya dan memuliakan karya-karya mereka dan menyebarkannya di tengah-tengah kaum Muslimin dan membanggakannya serta ikut menyiarkan bid’ah dan kesesatan yang ada di dalamnya dan tidak membongkar cacat dan (tidak pula menjelaskan) penyimpangan aqidah yang terdapat di dalamnya (jika ia melakukan hal ini) berarti ia meremehkan perintah ini. Wajib dihentikan kejahatannya itu agar tidak menimpa (menular) kepada kaum Muslimin.


    Dan kita pun telah diuji pada masa ini dengan (didatangkannya) orang-orang yang berjalan di atas metode ini yakni mereka memuliakan ahli bid’ah (mubtadi’) menyebarkan ucapan-ucapan mereka tanpa memberi peringatan atas kekeliruan para mubtadi’ tersebut juga kesesatan jalan yang dilaluinya.

    (Bahkan di antara mereka ada yang menganggap ahli bid’ah dan pekerjaan-pekerjaan mereka mengandung kebaikan dan layak untuk dibaca dan diperhatikan, pent.). Oleh sebab itu peringatkanlah untuk menjauhi para pimpinan kebodohan pelaku bid’ah (mubtadi’) ini. Dan kita berlindung kepada Allah dari kehinaan dan orang-orangnya.” (Hijrul Mubtadi’ 48-49)


    195. Rafi’ bin Asyras berkata :
    “Hukuman orang fasiq yang (juga) mubtadi’ adalah jangan menyebut kebaikan- kebaikannya.” (Syarh Ilal At Tirmidzy 1/353)


    196. Asy Syathibi berkata :
    “Maka sesungguhnya golongan yang selamat --Ahlussunnah-- mereka diperintah untuk menunjukkan permusuhan terhadap ahli bid’ah, menjauhi mereka, dan menjatuhkan sanksi terhadap orang-orang yang bergabung dengan ahli bid’ah dengan hukuman mati atau yang lebih rendah dari itu. Sesungguhnya para ulama telah memperingatkan ummat agar jangan berteman dan duduk dengan mereka karena hal itu merupakan sebab timbulnya permusuhan dan kebencian.

    Akan tetapi tindakan demikian hanya berlaku terhadap mereka yang menjadi sebab seseorang keluar dari Al Jamaah dengan bid’ahnya dan tidak mengikuti jalan kaum Mukminin bukan karena permusuhan secara mutlak (umum). Bagaimana tidak? Kita diperintah untuk memusuhi mereka dan sebaliknya mereka diperintah untuk loyal (setia dan tunduk) kepada kita dan kembali kepada Al Jamaah?!” (Al I’tisham 158-159)


    197. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata :
    “Adapun dai yang mengajak ummat menuju bid’ah sangat pantas (berhak) mendapat sanksi berdasarkan kesepakatan kaum Muslimin dan sanksi itu dapat berupa hukuman bunuh (diperangi) dan terkadang dapat pula dengan selain itu.

    Dan apabila dengan pertimbangan tertentu seorang mubtadi’ belum pantas diberi sanksi atau tidak mungkin mendapat hukuman maka --mau tidak mau-- haruslah dijelaskan kepada ummat kebida’ahannya dan mengingatkan mereka agar menjauhinya karena hal ini termasuk dalam perbuatan amar ma’ruf nahy munkar yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.” (Majmu’ Fatawa 35/414)

     

    BAB 21 : Titik (Tujuan) Akhir Ahli Bid’ah Dan Sifat-Sifat Mereka

    --------------------------------------------------------------------------------


    198. Dari Abu Qilabah ia berkata :
    “Tidaklah seseorang berbuat bid’ah melainkan (suatu saat) ia akan menganggap halal menghunus pedang (menumpahkan darah).” (Al I’tisham 1/112 dan Ad Darimy 1/58 nomor 99)


    199. Ayyub menamakan para mubtadi’ itu (sebagai) Khawarij dan ia menyatakan bahwa sesungguhnya orang-orang Khawarij itu nama dan julukan mereka berbeda namun mereka bersepakat dalam menghalalkan darah kaum Muslimin. (Al I’tisham 1/113)


    200. Abu Qilabah berkata :
    “Sesungguhnya ahlul ahwa itu adalah orang-orang yang sesat dan saya tidak menganggap ada tempat kembali mereka selain neraka.” (Al I’tisham 1/112 dan Ad Darimy 1/158)


    201. Seseorang berkata kepada Ibnu Abbas : “Segala puji hanya bagi Allah yang telah menjadikan hawa nafsu kami (berjalan) di atas hawa nafsu kalian (para shahabat).”
    Ibnu Abbas menukas : “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kebaikan sedikitpun di dalam hawa nafsu ini. Dan ia dinamakan hawa karena ia menjerumuskan pemiliknya ke dalam neraka.” (Asy Syarhu wal Ibanah 123 nomor 62)


    202. Pendapat tersebut juga berasal dari Al Hasan Al Bashry, Mujahid, Abul Aliyah, dan Asy Sya’bi. (Asy Syarhu 124 nomor 63 dan Ad Darimy 1/120 nomor 395)


    203. Ibnu Sirin berpendapat bahwa orang yang paling segera murtad adalah ahlul ahwa (mubtadi’). (Al I’tisham 1/113)


    204. Dari Abi Ghalib dari Umamah, ia berkata mengenai ayat :
    “Lalu mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat (samar)” (QS. Ali Imran : 7)
    Bahwa ayat ini menerangkan keadaan orang Khawarij dan para ahli bid’ah. (Al Ibanah 2/606 nomor 783)


    205. Dari Ma’mar dari Qatadah ia menerangkan maksud ayat :
    “Adapun orang-orang yang di hatinya terdapat zaigh (kecenderungan kepada kesesatan)”
    Ia berkata : “Jika yang dimaksud ayat ini bukan Khawarij dan kaum Sabaiyyah, saya tidak tahu lagi siapa mereka. Demi Allah, seandainya orang Khawarij itu di atas hidayah tentulah mereka akan bersatu namun ternyata mereka di atas kesesatan maka mereka bercerai-berai. Begitupula segala perkara yang bukan berasal dari sisi Allah tentu akan terdapat di dalamnya perselisihan yang sangat banyak. Demi Allah sungguh Haruriyyah itu benar-benar bid’ah dan Sabaiyyah juga benar-benar bid’ah yang tidak pernah ada dalam satu kitab pun dan tidak pula disunnahkan oleh seorang Nabi pun.”


    Ibnu Baththah Al Ukbary berkata : “Al Haruriyyah adalah Khawarij dan As Sabaiyyah adalah kaum Rafidliy pengikut Abdullah bin Saba’ yang dibakar oleh Aly bin Abi Thalib dan hanya tertinggal sebagian di antara mereka.” (Al Ibanah 2/607 nomor 785)


    206. Dari Ayyub dari Abu Qilabah ia berkata :
    [ Sesungguhnya ahlil ahwa adalah orang-orang yang sesat. Saya menganggap tidak ada tempat kembali mereka selain neraka. Cobalah kalian uji mereka maka tidak ada satu pun dari mereka yang meyakini suatu ucapan atau berpendapat dengan satu pendapat lalu urusan mereka berakhir kecuali dengan pedang (menumpahkan darah). Dan sesungguhnya karakter kemunafikan itu beraneka-ragam modelnya. Kemudian ia membaca :
    “Di antara mereka ada yang mengikat janji kepada Allah.” (QS. At Taubah : 75)
    “Di antara mereka ada yang mencelamu dalam (pembagian) zakat.” (QS. At Taubah : 58)
    “Dan di antara mereka ada yang menyakiti Nabi.” (QS. At Taubah : 61)
    Ucapan mereka berbeda-beda namun mereka bersatu dalam keraguan, kedustaan, dan pedang (penumpahan darah kaum Muslimin). Dan saya menganggap bahwa tempat kembali mereka tidak lain adalah neraka. ] (Ad Darimy 1/58 nomor 100)
    Kemudian Ayyub mengatakan : “Abu Qilabah adalah --demi Allah-- salah seorang dari para fuqaha’ yang berakal (cerdas).”


    207. Sa’id bin Anbasah berkata :
    “Tidak akan ada seseorang yang mengerjakan suatu kebid’ahan kecuali dengki hatinya terhadap kaum Muslimin dan tercabut amanah dari dirinya.” (Ibanah Ash Shughra 135 nomor 98-100)


    208. Al Auza’iy berkata :
    “Tidaklah seseorang berbuat suatu bid’ah melainkan hilang sikap wara’-nya.” (Ibid)


    209. Al Hasan Al Bashry berkata :
    “Tidaklah seseorang berbuat suatu bid’ah melainkan keimanannya akan berlepas diri darinya.” (Ibid)


    210. Imam Al Barbahary berkata (Syarhus Sunnah halaman 122) :
    “Dan ketahuilah sesungguhnya hawa nafsu itu semuanya rendah dan selalu mengajak kepada pedang (penumpahan darah).”


    Saya (Jamal) berkata : “Engkau lihat firqah-firqah dan hizb (golongan) yang ada dewasa ini seperti Ikhwanul Muslimin, Sururiyyah, Al Jabhah (di Aljazair), Tandhimul Jihad, Firqah At Turabi, Hizb Mas’udi dan lain-lain di manapun juga. Seolah-olah mereka berselisih sesama mereka namun (ternyata) mereka bersepakat dalam (urusan) pedang yaitu menghalalkan darah kaum Muslimin dan memusuhi Ahlus Sunnah.”


    Tags Tags:
  • Comments

    No comments yet

    Suivre le flux RSS des commentaires


    Add comment

    Name / User name:

    E-mail (optional):

    Website (optional):

    Comment: