• - Manhaj bukanlah figuritas

    Assalaamu’alaykum Wa rahmatullahi wa barakaatuhu
    Bismillaahirrahmanirrahim…….

    Firqah Selamat “Memegang Manhaj”

    Renungan
    أَلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ اْلكِتَابِ اِفْتَرَقُوْا عَلى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ اْلأُمَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ. ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي اْلجَنَّةِ وَ هِيَ اْلجَمَاعَةُ

    “Ketahuilah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari kalangan Ahlul Kitab telah terpecah menjadi 72 millah (prinsip dasar agama), sedangkan ummat ini akan terpecah menjasi 73 millah, 72 di neraka dan satu di syurga, yaitu al-Jama’ah”

    (HR. Abu Dawud ath-Thayalisiy: 275, Ahmad dalam Musnadnya 4/102, Abu Dawud: 5/5, ad-Darimiy: 2/158, Ibnu Abi ‘ Ashim: 1/7, al-Mirwaziy: 19,20, al-Ajuriy dalam asy-Syari’ah:18, ath-Thabraniy dalam al-Kabir: 19/376, al-Akbariy dalam al-Ibanah:1/371, al-Hakim :1/217, al-Lalikaiy dalam Syarh I’tiqad Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah:1/101, al-Bayhaqiy dalam Dala’il an-Nubuwwah: 6/541,542 dan al-Ashbahaniy dalam al-Hujjah fi Bayan al-Mahajjah: 1/253. al-Hafidz al-‘Iraqiy dalam Takhrij al-Ihya berkata:

    “Sanad-sanadnya jayyid” dan Ibnu Hajar dalam Tarikh al-Kasysyaf: “Sanadnya hasan”.

    Di dalam riwayat lain satu kelompok yang akan masuk surga itu adalah:

    مَا أَنَا عَلَيْهِ وَ أَصْحَابِي

    “Sesuatu yang dilakoni olehku dan para shahabatku”

    (HR. at-Tirmidziy dalam as-Sunnah: 59, al-‘Uqayliy dalam ad-Du’afa: 2/262,Ibnu Baththah: 1/368, al-Hakim dalam al-Mustadrak: 1/218, al-Ajurriy dalam

    asy-Syari’ah: 15,16, al-Lalikaiy: 1/99 dan Ibnu al-Jawziy dalam Talbis Iblis: 7)

    Hadits Rasulullah Salallohu Alaihi Wasalam yang mulia ini me-ngajarkan kepada kita beberapa prinsip manhaj (metode) beragama sebagai berikut:

    Sudah menjadi sunnatullah bahwa furqah (perpecahan) pasti akan terjadi. Peristiwa akan terjadinya furqah telah difirmankan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam al-Qur`an dan disabdakan Rasul-Nya. Dan kini fakta itu dapat kita lihat dan kita saksikan di dalam kehidupan kaum muslimin. Maha Benar Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan segala firman-Nya dan begitu pula apa yang disabdakan Rasul-Nya Salallohu Alaihi Wasalam.

    كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

    “Manusia itu adalah ummat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengu-tus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurun-kan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.

    Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri.

    Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebe-naran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus” [QS. al-Baqa-rah (2): 213]

    وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

    “Jikalau Rabbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia ummat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu.

    Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Rabbmu (kepu-tusan-Nya) telah ditetapkan; sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya” [QS. Hūd (11): 118-119]

    al-Iftirāq (perpecahan) berarti:

    “Keluar dari Sunnah dan Jama`ah dalam salah satu atau beberapa masalah ushuluddin (pokok-pokok agama), baik yang bersifat i`tiqad mau-pun amal perbuatan, atau yang berkaitan dengan masalah-masalah besar bagi ummat”

    Mengapa hal itu sampai terjadi….?

    Setidaknya ada 8 (delapan) hal yang me-nyebabkan terjadinya iftiraq

    1. Ketidak benaran dalam menentukan sumber pengambilan dalil.

    Islam mengajarkan bahwa sumber pengambilan dalil adalah al-Qur`an, as-Sunnah dan al-Ijma` (kesepakatan ulama tentang masalah agama), khususnya ijma` as-salaf ash-shaleh.

    Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا

    “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian ber-lainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya” [QS. an-Nisā’ (4): 59]

    Akan tetapi, setelah Rasulullah Salallohu Alaihi Wasalam dan para shahabatnya wafat, tampak sekali di antara kaum muslimin ada sebagian ummat yang mengambil sumber agamanya bukan dari ketiga sumber tersebut.

    Di antara me-reka ada yang mengambil sumber dalil dari para filosof (padahal mereka adalah orang-orang kafir) seperti konsep JIL, ada yang melalui mimpi seorang syaikh, imam atau yang mereka sebut wali seperti mayo-ritas para penganut thariqat taSalallohu Alaihi Wasalamwuf, ada yang menjadikan akal sebagai standar kebenaran seperti kaum rasionalis, dan masih banyak lagi sumber lainnya.

    2. Kesalahan dalam memilih methode pemahaman dalil.

    Pemahaman al-Qur’an dan Hadits harus sesuai dengan pemahaman shahabat dan metode pemahaman mereka.

    Prinsip ini sangat kuat dan sangat penting dalam Islam. Kepentingan dan keutamaan-nya didukung oleh dalil yang kuat sekali. Di antara dalil-dalil yang mendukung prinsip ini adalah:

    a. Para shahabat telah dipuji Allah Subhanahu Wa Ta’ala di banyak ayat suci al-Qur’an.

    Pujian yang diabadikan dan tidak diberikan kepada orang-orang sesudah mereka.

    مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

    “Muhammad Rasulullah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud, demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat.

    Dan sifat-sifat mereka dalam Injil seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya, tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya, dengan mereka Allah menjengkelkan hati orang-orang kafir. Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar” [QS. al-Fath (48): 29]

    Semua pujian ini menunjukan dengan nyata akan kebenaran manhaj para shahabat. Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak mungkin memuji satu kaum dengan manhaj yang tidak diridhai-Nya.

    b. Para shahabat telah diakui sebagai ummat terbaik sepanjang sejarah dan telah diridhai Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

    Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

    كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

    “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar serta beriman kepada Allah…” [QS. Āli Imrān (3): 110]

    Dengan sendirinya, ummat terbaik adalah ummat yang memiliki manhaj yang terbaik pula.

    c. Manhaj para shahabat telah dijadikan ukuran standar untuk mengukur keimanan setiap orang.

    Barangsiapa yang keimanannya cocok dengan keimanan shahabat, maka mereka telah mendapat hidayah, dan barangsiapa yang tidak demikian, atau bahkan malahan menolak manhaj shahabat, maka mereka adalah orang-orang yang sesat dan telah berbuat kesesatan.

    Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

    فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ

    “Maka jika mereka beriman kepada apa yang kalian telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan” [QS. al-Baqarah (2): 137]

    Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah mengancam setiap orang yang tidak mengikuti jalan shahabat.

    Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

    وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

    “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengkuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali” [QS. an-Nisā’ (4): 115]

    3. Kejahilan, penyelewengan dan penyingkiran terhadap agama Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

    Kebodohan dan kezaliman merupakan dua sebab di antara berbagai sebab penyim-pangan.

    Ada furqah yang disebabkan kebodohan (ketidaktahuan) tentang manhaj (metode) bergama as-salaf ash-shaleh, ada yang bodoh tentang hakekat wahyu dan rasionalitas yang sehat, ada pula karena lemahnya ilmu dan sedikitnya kefaqihan dalam agama, ada yang disebabkan kebodohan tentang makna-makna nash dan sebab-sebab turunnya ayat serta ada pula yang bodoh terhadap maqashid syari`ah (tujuan syari`ah).

    4. Tasyabbuh (meniru) orang-orang kafir.

    Rasulullah Salallohu Alaihi Wasalam bersabda:

    لَتَتَّبِعَنَّ سُنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَذْوَ الْقَذَّةِ بِالْقَذَّةِ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَدَخَلْتُمُوْهُ

    “Sesungguhnya kalian akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum, kalian sejengkal demi sejengkal, sampai-sampai seandainya mereka memasuki lubang biawakpun, kalian pasti akan mengikutinya”

    Para shahabat bertanya:

    يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَلْيَهُوْدُ وَ النَّصَارَى؟

    “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nashrani?”

    Maka beliau menjawab:

    (( فَمَنْ ))

    “Kalau bukan mereka, siapa lagi!” (HR. Ah-mad: 4/125 dan disebutkan oleh Ibn al-Atsīr dalam Jāmi` al-Ushūl: 10/34)

    Di antara penyimpangan-penyimpangan yang muncul adalah disebabkan sikap meniru orang-orang kafir, seperti:

    a. Ghuluw (berlebih-lebihan) terhadap orang-orang shalih.

    Seperti munculnya thariqat-thariqat, meng-anggap Nabi Khidir masih hidup, ziarah untuk meminta berkah ke kuburan orang-orang yang dianggap wali dan lain-lain.

    b. Menyelewengkan Kalamullah, baik lafazh maupun makna.

    Seperti melakukan pena`wilan sifat-sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala oleh para penganut Asy `ariyyah, mengarahkan lafazh-lafazh yang dicela Allah kepada para shahabat Nabi Salallohu Alaihi Wasalam oleh orang-orang Syi`ah Rafidhah dan lain-lain.

    5. Mengikuti hawa nafsu, ghuluw (berlebih-lebihan) dan ta`ashshub (fanatik selain kepada kebenaran).

    Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

    قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

    “Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kalian berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agama kalian. Dan janganlah kalian mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus” [QS. al-Mā’idah (5): 77]

    Ghuluw dan fanatik terhadap madzhab, partai atau ras tertentu telah banyak menje-rumuskan sebagian kaum muslimin ke dalam perpecahan yang tiada henti.

    Saudara-saudaraku kaum muslimin…..

    Walaupun terjadinya furqah merupakan sunnatullah yang pasti terjadi, akan tetapi Ra-sulullah Salallohu Alaihi Wasalam memberikan solusi (jalan keluar) dari semua itu dengan jama`ah.

    Apakah Jama`ah itu?

    Dalam bahasa, Jama`ah berarti persatuan atau orang-orang yang bersatu. Sedangkan dalam istilah, arti Jama`ah sama dengan arti bahasanya dengan tambahan “di atas Sunnah”, hal ini berasal dari dua kalimat yang berbeda untuk satu makna yaitu “Jama’ah” dan “mereka yang mengikuti jejakku dan jejak para sahabatku”.

    Jadi kalimat kedua (dalam hadits kedua) menafsirkan arti Jama`ah (yang ada dalam hadits pertama), dengan demikian arti Jama’ah dalam istilah adalah “persatuan di atas sunnah” atau “orang orang yang bersatu di atas sunnah”.

    Demikianlah keadaan para shahabat da-lam kehidupan mereka. Oleh karena itu, pen-dapat yang mengatakan bahwa Jama`ah ber-arti “shahabat” adalah benar.

    Berdasarkan arti-arti tersebut di atas, maka penafsiran Imam al-Bukhariy dan para ulama lainnya, dari para ulama salaf dan para pengikut mereka, bahwa Jama`ah adalah “para ulama sunnah”, termasuk dalam penafsiran yang benar.

    Arti Jama`ah secara syari`i juga berarti “Jama`atul muslimin (Jama`ah Ahlussunnah) yang dipimpin oleh seorang imam”.

    Maka, berpegang teguhlah kepada jama-`ah sunniyyah, (manhaj atau metode) kese-lamatan dan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.

    Jangan tertipu oleh berbagai tindak penyelewengan dari manhaj Ahlus Sunnah wal Jama`ah, walaupun dibawa dan diajarkan oleh orang yang dianggap sebagai manusia paling terhormat atau paling pintar sekali-pun, baik syaikh, kyai ataupun seorang yang mengaku intelek, cendekiawan atau pakar.

    Ingatlah, manhaj bukanlah figuritas!

    http://hasmi.org


    Tags Tags: , , , ,
  • Comments

    No comments yet

    Suivre le flux RSS des commentaires


    Add comment

    Name / User name:

    E-mail (optional):

    Website (optional):

    Comment: