• “As-salámu ‘alaikum wa rahmatul láhi wa barakátuh!”

    Bismillah Ar Rahman Ar Raheem.


    Allah is One by Rafat Kowatli USA
     

    Allah is One

    No father, no mother

    No sister, no brother

    No daughter, no son

    Allah is Great

    Allah hears and see what we do,

    Allah protects us from Shaitan

    Allah is the only One

    Quran is our book

    We read it every night and day

    Allah is One

    We thank Allah

    While we pray.

    Allah is One

    We thank Allah

    For work, and play

    For home , for food

    We thank Allah for every day.

    Submitted August 23, 2006

    http://www.islamicpoetry.org/viewpoem212.htm


    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu…
    Bismillaahirrohmaanirrohiim ….

    Tanda-tanda Takut Kepada Allah

    Takut kepada Allah adalah salah satu bentuk ibadah yang tidak terlalu diperhatikan oleh sebagian orang-orang mukmin, padahal itu menjadi dasar beribadah dengan benar. Firman Allah Ta’ala:
    “Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kalian kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman”.(Ali ‘Imran 175).

    Tanda-tanda takut kepada Allah:

    1.Pada lisannya

    Seseorang yang takut kepada Allah mempunyai kekhawatiran atau ketakutan sekiranya lisannya mengucapkan perkataan yang mendatangkan murka Allah. Sehingga dia menjaganya dari perkataan dusta, ghibah dan perkataan yang berlebih-lebihan dan tidak bermanfaat. Bahkan selalu berusaha agar lisannya senantiasa basah dan sibuk dengan berdzikir kepada Allah, dengan bacaan Al Qur’an, dan mudzakarah ilmu.

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya: “Barangsiapa yang dapat menjaga  (menjamin) untukku mulut dan kemaluannya, aku akan memberi jaminan kepadanya syurga”.(HR. Al Bukhari).

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
    “Tanda sempurnanya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu (perkataan) yang tidak berguna”. (HR. At Tirmidzi).

    Kemudian dalam riwayat lain disebutkan, artinya: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berbicara yang baik, atau (kalau tidak bisa) maka agar ia diam”.(HR. Al Bukhari dan Muslim).

    Begitulah, sesungguhnya seseorang itu akan memetik hasil ucapan lisannya, maka hendaklah seorang mukmin itu takut dan benar-benar menjaga lisannya.

    2.Pada perutnya

    Orang mukmin yang baik tidak akan memasuk-kan makanan ke dalam perutnya kecuali dari yang halal, dan memakannya hanya terbatas pada kebutuhannya saja.
    Firman Allah Ta’ala:
    Artinya: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian lain diantara kamu dengan jalan yang batil”.(Al Baqarah: 188).

    Ibnu Abbas menjelaskan, memakan dengan cara batil ini ada dua jalan yaitu; Pertama dengan cara zhalim seperti merampas, menipu, mencuri, dll. Dan Kedua dengan jalan permainan seperti berjudi, taruhan dan lainnya. Harta yang diperoleh dengan cara haram selamanya tidak akan menjadi baik/suci sekalipun diinfaqkan di jalan Allah. Sufyan Ats-Tsauri menjelaskan, “Barangsiapa menginfaq-kan harta haram (di jalan Allah) adalah seperti seseorang mencuci pakaiannya dengan air kencing, dan dosa itu tidak bisa dihapus kecuali dengan cara yang baik”. Bahkan dijelaskan dalam riwayat yang shahih bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan, setiap jasad (daging) yang tumbuh dari harta haram maka neraka lebih pantas untuknya.

    Jadi, itulah urgensi memperhatikan jalan mencari harta. Sudahkah kita takut kepada Allah dengan menjaga agar jangan sampai perut kita dimasuki harta yang diharamkan Allah ?

    3. Pada tangannya

    Orang mukmin yang takut kepada Allah akan menjaga tangannya agar jangan sampai dijulurkan kepada hal-hal yang diharamkan Allah seperti; (sengaja) menyentuh wanita yang bukan muhrim, berbuat zhalim, aniaya. Dan tidak bermain dengan alat-alat permainan syetan seperti alat perjudian.

    Orang mukmin selalu menggunakan tangannya untuk melakukan ketaatan, seperti bershadaqah, menolong orang lain (dengan tangannya) karena dia takut di akhirat nanti tangannya akan berbicara di hadapan Allah tentang apa yang pernah dilakukan-nya, sedangkan anggota badannya yang lain menjadi saksi atasnya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
    Artinya: “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka, dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”.(Yasin: 65).

    Bahkan salah seorang ulama salaf berkata; “Sekiranya kulit saya ditempeli bara api yang panas, maka itu lebih aku sukai daripada saya harus menyentuh perempuan yang bukan muhrim”.

    Itulah gambaran orang mukmin sejati yang takut kepada Allah di dalam menggunakan tangannya. Maka bagaimanakah dengan kita?

    4. Pada penglihatannya

    Penglihatan merupakan nikmat Allah Ta’ala yang amat besar, maka musuh Allah yaitu syetan tidak senang kalau nikmat ini digunakan sesuai kehendak-Nya. Orang yang takut kepada Allah selalu menjaga pandangannya dan merasa takut apabila memandang sesuatu yang diharamkan Allah, tidak memandang dunia dengan pandangan yang rakus namun me-mandangnya hanya untuk ibrah (pelajaran) semata.

    Pandangan merupakan panah api yang dilepaskan oleh iblis dari busurnya, maka berbahagialah bagi siapa saja yang mampu menahannya. Allah berfirman:

    Artinya: Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman; “Hendaklah mereka menahan pandangan-nya, dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.(An Nur: 30).

    Jika kita teliti banyaknya kemaksiatan dan kemungkaran yang merajalela, seperti; perzinaan dan pemerkosaan, salah satu penyebabnya adalah ketidak mampuan seseorang menahan pandangannya. Sebab, sekali seseorang memandang, lebih dari sepuluh kali hati membayangkan. Maka, sudahkah kita menjadi orang yang takut kepada Allah dengan menahan pandangan kepada sesuatu yang diharamkanNya?

    5.Pada pendengarannya

    Ini perlu kita renungi bersama, sehingga seorang mukmin akan selalu menjaga pendengarannya untuk tidak mendengarkan sesuatu yang diharamkan Allah, seperti nyanyian yang mengundang birahi beserta irama musiknya, dll. Firman Allah Ta’ala:
    Artinya: “Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai tanggung jawabnya”. (Al Israa’: 36).
    Dan seorang mukmin akan menggunakan pendengarannya untuk hal-hal yang bermanfaat.

    6. Pada kakinya

    Seseorang yang takut kepada Allah akan melangkahkan kakinya ke arah ketaatan, seperti mendatangi shalat jama’ah, majlis ta’lim dan majlis dzikir. Dan takut untuk melangkahkan kakinya ke tempat-tempat maksiat serta menyesal bila terlanjur melakukannya karena ingat bahwa di hari kiamat kelak kaki akan berbicara di hadapan Allah, ke mana saja kaki melangkah, sedang bumi yang dipijaknya akan menjadi saksi.

    Firman Allah Ta’ala:
    Artinya: “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan”. (Yaasin: 12).

    Asbabun nuzul ayat ini adalah bahwa  seorang dari Bani Salamah yang tinggal di pinggir Madinah (jauh dari masjid) merencanakan untuk pindah ke dekat masjid, maka turunlah ayat ini yang kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa bekas langkah (telapak) menuju masjid dicatat oleh Allah sebagai amal shaleh.

    Semua bekas langkah kaki akan dicatat oleh Allah ke mana dilangkahkan, dan tidak ada yang tertinggal karena bumi yang diinjaknya akan mengabarkan kepada Allah tentang apa, kapan, dan di mana seseorang melakukan suatu perbuatan. Jika baik maka baiklah balasannya, tetapi jika buruk maka buruk pula balasannya. Ini semua tidak lepas dari kaki yang dilangkahkan, maka ke manakah kaki kita banyak dilangkahkan ?

    7. Pada hatinya

    Seorang mukmin akan selalu menjaga hatinya dengan selalu berzikir dan istighfar supaya hatinya tetap bersih, dan menjaganya dari racun-racun hati.

    Seorang mukmin akan takut jika dalam hatinya muncul sifat jahat seperti buruk sangka, permusuhan, kebencian, hasad dan lain sebagainya kepada mukmin yang lain. Karena itu semua telah dilarang Allah dan RasulNya dalam rangka menjaga kesucian hati. Hati adalah penentu, apabila ia baik maka akan baik seluruh anggota tubuh, tetapi apabila ia jelek maka akan jeleklah semuanya.

    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
    “Ketahuilah bahwa dalam jasad ini ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya, dan apabila ia jelek maka jeleklah seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati”.(HR. Riwayat Al Bukhari dan Muslim).

    Maka pernahkah kita merasa takut bila hati kita menjadi gelap? Bahkan kita selalu merasa bahwa hati kita sama sekali tidak ada kejelekannya? Naudzubillah. Dari ini semua sudahkah kita termasuk orang yang takut kepada Allah ? (Agus Efendi).

    Maraji’: Tazkiyatun Nafs, Ibnu Rajab Al Hambali dan Ibnu Qayyim.


    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu… Bismillaahirrohmaanirrohiim …. …

    LEMAH LEMBUT DAN MENAHAN AMARAH

    Kelemahlembutan adalah akhlak mulia. Ia berada diantara dua akhlak yang rendah dan jelek, yaitu kemarahan dan kebodohan. Bila seorang hamba menghadapi masalah hidupnya dega kemarahan dan emosional, akan tertutuplah akal dan pikirannya yang akhirnya menimbulkan perkara-perkara yang tidak diridhoi Allah ta’ala dan rasul-Nya. Dan jika hamba tersebut menyelesaikan masalahnya dengan kebodohan dirinya, niscaya ia akan dihinakan manusia. Namun jika dihadapi dengan ilmu dan kelemahlembutan, ia akan mulia di sisi Allah ta’ala dan makhluk-makhluknya.

    Orang yang memiliki akhlak lemah lembut, insya Allah akan dapat menyelesaikan problema hidupnya tanpa harus merugikan orang lain dan dirinya sendiri.

    Melatih diri untuk dapat memiliki akhlak mulia ini dapat dimulai dengan menahan diri ketika marah dan mempertimbangkan baik buruknya suatu perkara sebelum bertindak. Karena setiap manusia tidk pernah terpisahkan dari problema hidup, jika ia tidak membekali dirinya dengan akhlak ini, niscaya ia gagal untuk menyelesaikan problemanya.

    Demikian agungnya akhlak ini sehingga rasullah memuji sahabatnya Asyaj Abdul Qais dengan sabdanya :
    “Sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai Allah yakni sifat lemah lembut (sabar) dan ketenangan (tidak tergesa-gesa)”. (HR. Muslim)

    Akhlak mulia ini terjadang diabaikan oleh manusia ketika amarah telah menguasai diri mereka, sehingga tindakannya pun berdampak negatif bagi dirinya ataupun orang lain.
    Padahal rasulullah sudah mengingatkan dari sifat marah yang tidak pada tempatnya, sebagaimana beliau bersabda kepada seorang sahabat yang meminta nasehat :

    “ Janganlah kamu marah.” Dan beliau mengulanginya berkali-kali dengan bersabda : “Janganlah kamu marah”. (HR. Bukhari). dari hadits ini diambil faedah bahwa marah adalah pintu kejelekan, yang penuh dengan kesalahan dan kejahatan, sehingga rasulullah mewasiatkan kepada sahabatnya itu agar tidak marah. Tidak berarti manusia dilarang marah secara mutlak. Namun marah yang dilarang adalah marah yang disebabkan oleh hawa nafsu yang memancing pelakunya bersikap melampaui batas dalam berbicara, mencela, mencerca, dan menyakiti saudaranya dengan kata-kata yang tidak terpuji, yang mana sikap ini menjauhkannya dati kelemahlembutan.

    Didalam hadits yang shahih Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam bersabda : “ Bukanlah dikatakan seorang yang kuat itu dengan bergulat, akan tetapi orang yang kuat dalam menahan dirinya dari marah”. (Muttafaqqun’alahi).

    Ulama telah menjelaskan berbagai cara menyembuhkan penyakit marah yang tercelah yang ada pada seorang hamba, yaitu :

    1. Berdoa kepada Allah, yang membimbing dan menunjuki hamba-hambaNya ke jalan yang lurus dan menghilangkan sifat-sifat jelek dan hina dari diri manusia. Allah ta’alah berfirman : “ Berdoalah kalian kepadaku niscaya akan aku kabulkan.” (Ghafir: 60)

    2. Terus-menerus berdzikir pada Allah seperti membaca Al-Quran, bertasbih, bertahlil, dan istigfar, karena Allah telah menjelaskan bahwa hati manusia akan tenang dan tenteram dengan mengingat Allah. Allah berfirman : “Ingatlah dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” ( Ar-Ra’d : 28)

    3. Mengingat nash-nash yang menganjurkan untuk menahan marah dan balasan bagi orang-orang yang mampu manahan amarahnya sebagaimana sabda nabi shalallahu ‘alaihi wasallam : “ Barangsiapa yang menahan amarahnya sedangkan ia sanggup untuk melampiaskannya, (kelak di hari kiamat) Allah akan memanggilnya di hadapan para makhluq-Nya hingga menyuruhnya memilih salah satu dari bidadari surga, dan menikahkannya dengan hamba tersebut sesuai dengan kemaunnya “ (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani, lihat shahihul jami’ No. 6398).

    4. Merubah posisi ketika marah, seperti jika ia marah dalam keadaan berdiri maka hendaklah ia duduk, dan jikalau ia sedang duduk maka hendaklah ia berbaring, sebagaimana sabda rasulullah shalallahu alaihi wa sallam :
    “ Apabila salah seorang diantara kalian marah sedangkan ia dalam posisi berdiri, maka hendaklah ia duduk. Kalau telah reda/hilang marahnya (maka cukup dengan duduk saja), dan jika belum hendaklah ia berbaring.” (Al-Misykat 5114).

    5. Berlindung dari setan dan menghindar dari sebab-sebab yang akan membangkitkan kemarahannya.


    Demikianlah jalan keluar untuk selamat dari marah yang tercela. Dan betapa indahnya perilaku seorang muslim jika dihiasi dengan kelemahlembutan dan kasih sayang, karena tidaklah kelemahlembutan berada pada suatu perkara melainkan akan membuatnya indah. Sebaliknya bila kebengisan dan kemarahan ada pada suatu urusan niscaya akan menjelekkannya. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda : “ Tidaklah kelemahlembutan itu berada pada sesuatu kecuali akan membuatnya indah, dan tidaklah kelembutan itu dicabut kecuali akan menjadikannya jelek.” (HR. Muslim).

    http://van.9f.com/article%20islam2/lemah_lembut.htm


    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu…
    Bismillaahirrohmaanirrohiim ….

    Sehubungan dengan tempat persinggahan ikhlas ini Allah telah berfirman di dalam Al-Qur’an, (artinya):


    “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (Al-Bayyinah: 5)
    “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik).” (Az-Zumar: 2-3)
    “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya.” (Al-Mulk: 2)

    Al-Fudhail berkata, “Maksud yang lebih baik amalnya dalam ayat ini adalah yang paling ikhlas dan paling benar.”
    Orang-orang bertanya, “Wahai Abu Ali, apakah amal yang paling ikhlas dan paling benar itu ?”
    Dia menjawab, “Sesungguhnya jika amal itu ikhlas namun tidak benar, maka ia tidak diterima. Jika amal itu benar namun tidak ikhlas maka ia tidak akan diterima, hingga amal itu ikhlas dan benar. Yang ikhlas ialah yang dikerjakan karena Allah, dan yang benar ialah yang dikerjakan menurut As-Sunnah.” Kemudian ia membaca ayat, (artinya): “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya.” (Al-Kahfi: 110)

    Allah juga berfirman, (artinya):
    “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan?” (An-Nisa’: 125)
    Menyerahkan diri kepada Allah artinya memurnikan tujuan dan amal karena Allah. Sedangkan mengerjakan kebaikan ialah mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Sunnah beliau.

    Allah juga berfirman, (artinya):
    “Dan, Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (Al-Furqan: 23)
    Amal yang seperti debu itu adalah amal-amal yang dilandaskan bukan kepada As-Sunnah atau dimaksudkan bukan karena Allah. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bersabda kepada Sa’ad bin Abi Waqqash, “Sesungguhnya sekali-kali engkau tidak akan dibiarkan, hingga engkau mengerjakan suatu amal untuk mencari Wajah Allah, melainkan engkau telah menambah kebaikan, derajad dan ketinggian karenanya.”

    Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, (artinya):
    “Tiga perkara, yang hati orang mukmin tidak akan berkhianat jika ada padanya: Amal yang ikhlas karena Allah, menyampaikan nasihat kepada para waliyul-amri dan mengikuti jama’ah orang-orang Muslim karena doa mereka meliputi dari arah belakang mereka.” (HR. At-Thirmidzi dan Ahmad)

    Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang berperang karena riya’, berperang karena keberanian dan berperang karena kesetiaan, manakah diantaranya yang ada di jalan Allah? Maka beliau menjawab, “Orang yang berperang agar kalimat Allah lah yang paling tinggi, maka dia berada di jalan Allah.

    Beliau juga mengabarkan tiga golongan orang yang pertama-tama diperintahkan untuk merasakan api neraka, yaitu qari’ Al-Qur’an, mujahid dan orang yang menshadaqahkan hartanya; mereka melakukannya agar dikatakan, “Fulan adalah qari’, fulan adalah pemberani, Fulan adalah orang yang bershadaqah”, yang amal-amal mereka tidak ikhlas karena Allah.

    Di dalam hadits qudsi yang shahih disebutkan; “Allah berfirman, ‘Aku adalah yang paling tidak membutuhkan persekutuan dari sekutu-sekutu yang ada. Barangsiapa mengerjakan suatu amal, yang di dalamnya ia menyekutukan selain-Ku, maka dia menjadi milik yang dia sekutukan, dan Aku terbebas darinya’.” (HR. Muslim)

    Di dalam hadits lain disebutkan; “Allah berfirman pada hari kiamat, ‘Pergilah lalu ambillah pahalamu dari orang yang amalanmu kamu tujukan. Kamu tidak mempunyai pahala di sisi Kami’.”

    Di dalam Ash-Shahih disebutkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda:

    “Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuh kalian dan tidak pula rupa kalian, tetapi Dia melihat hati kalian.” (HR. Muslim)

    Banyak difinisi yang diberikan kepada kata ikhlas dan shidq, namun tujuannya sama. Ada yang berpendapat, ikhlas artinya menyendirikan Allah sebagai tujuan dalam ketaatan. Ada yang berpendapat, ikhlas artinya membersihkan perbuatan dari perhatian manusia, termasuk pula diri sendiri. Sedangkan shidq artinya menjaga amal dari perhatian diri sendiri saja. Orang yang ikhlas tidak riya’ dan orang yang shidq tidak ujub. Ikhlas tidak bisa sempurna kecuali shidq, dan shidq tidak bisa sempurna kecuali dengan ikhlas, dan keduanya tidak sempurna kecuali dengan sabar.

    Al-Fudhail berkata, “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’, Mengerjakan amal karena manusia adalah syirik. Sedangkan ikhlas ialah jika Allah memberikan anugerah kepadamu untuk meninggalkan keduanya.”

    Al-Junaid berkata, “Ikhlas merupakan rahasia antara Allah dan hamba, yang tidak diketahui kecuali oleh malaikat sehingga dia menulis-nya, tidak diketahui syetan sehingga dia merusaknya dan tidak pula diketahui hawa nafsu sehingga dia mencondongkannya.”

    Yusuf bin Al-Husain berkata. “Sesuatu yang paling mulia di dunia adalah ikhlas. Berapa banyak aku mengenyahkan riya’ dari hatiku, tapi seakan-akan ia tumbuh dalam rupa yang lain.”

    Pengarang Manazilus-Sa’irin berkata, “Ikhlas artinya membersihkan amal dari segala campuran.” Dengan kata lain, amal itu tidak dicampuri sesuatu yang mengotorinya karena kehendak-kehendak nafsu, entah karena ingin memperlihatkan amal itu tampak indah di mata orang-orang, mencari pujian, tidak ingin dicela, mencari pengagungan dan sanjungan, karena ingin mendapatkan harta dari mereka atau pun alasan-alasan lain yang berupa cela dan cacat, yang secara keseluruhan dapat disatukan sebagai kehendak untuk selain Allah, apa pun dan siapa pun.”

    Dipetik dari: Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, “Madarijus-Salikin Manazili Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in, Edisi Indonesia: Madarijus Salikin Pendakian Menuju Allah.” Penerjemah Kathur Suhardi, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur, Cet. I, 1998, hal. 175 - 178

    =====


    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu…
    Bismillaahirrohmaanirrohiim …..

    Bersyukurlah atas segala curahan nikmat Allah yang tak pernah berhenti dan tak pernah bisa dihitung. Tanam dan lipatgandakan kesabaran atas segala ujian dan kesulitan yang kita alami.

    Saudaraku,
    Syukur dan sabar, dua senjata paling ampuh dalam mengarungi gelombang hidup. Gelombang hidup yang selalu menguji ketangguhan iman. Gelombang hidup yang tak selalu sama antara harapan dan kenyataan. Syukuri segala karunia, kenikmatan, kemudahan, kesehatan, kelapangan dari Allah Yang Maha Pemberi Rah-mat. Sabar terhadap segala kepahitan, kesulitan, kesempitan, dan keadaan yang tidak sesuai dengan harapan. Menurut Rasulullah saw, syukur dan sabarlah yang akan menjadikan keadaan apapun menjadi baik. “Dan dua sikap itu, tidak akan terjadi kecuali pada diri orang yang beriman,” ujar Rasulullah saw.

    Saudaraku, semoga rahmat Allah senantiasa tercurah pada kita semua…
    Kita semua, punya kesempatan sama. Allah merengkuh semua makhluk-Nya dengan ke Maha Luasan Rahmat-Nya yang tak terbatas. Di hadapan kita semua, juga terbentang alternatif yang sama. Kita, dipersilahkan memilih satu di antara dua jalan. Kitalah yang memilihnya, antara jalan fujur (dosa) atau jalan yang mengarah pada takwa, Tak pernah ada keadaan yang memaksa kita melakukan kesalahan, Tak pernah ada juga kondisi yang memaksa kita melakukan kebaikan, Semuanya berpulang pada diri kita sendiri.

    Saudaraku, merenunglah sejenak.
    Mungkin kita tahu, sebuah keadaan yang akan mengarahkan kita pada bahaya. Kita juga mungkin tahu, rambu jalan yang akan mengajak kita pada sebuah kesalahan. Tahu, bahwa seandainya jalan itu yang kita tempuh maka hulunya adalah dosa. Tapi, sekadar tahu, tidak menjadikan seseorang memiliki kualitas amal yang lebih baik. Sekadar tahu memang tak menjadi syarat kebaikan seseorang. Ilmu pengetahuan seseorang tentang kebaikan, tentang kebenaran, tentang agama, tidak selalu menjadikannya pasti mendapatkan hidayah.

    Ini bukan penghinaan pada ilmu. Karena ilmu pengetahuan, tetap menjadi pilar penting yang menentukan amal seseorang. Tanpa pengetahuan, amal akan sia-sia. Bukan sampai di situ, tanpa ilmu suatu amal bisa memberi mu dharat dan bahaya. Ilmu juga yang menjadikan seseorang lebih mudah menangkap sinyal hidayah. Kemudian membimbing seseorang untuk melakukan kebaikan. Artinya, ilmu pengetahuan memang penting untuk siapapun.

    Tapi ilmu tidak menjadi jaminan seseorang menjadi shalih. Ilmu pengetahuan tak pernah menjadi taruhan bahwa seseorang akan menjalani kehidupan ini dengan baik dan mendapat kebahagiaan di akhirat. Para ulama kerap menyebut istilah kekeliruan orang orang berilmu itu dengan istilah zallatul ‘alim. Dengarkanlah perkataan Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, “Sebuah jaman akan dirusak oleh tiga hal, para pemimpin yang sesat, perdebatan mengenai Al Qur’an dan zallatul ‘alim (terpelesetnya seorang ‘alim).”

    Karenanya para salafus shalih tetap menekankan kewaspadaan dan kehati-hatian terhadap perkataan seorang ‘alim. Muadz bin Jabal ra juga pernah mengatakan, “Hati-hatilah kalian dengan kekeliruan seorang ‘alim, karena syaitan bisa saja mengatakan kesesatan rnelalui lisan seorang alim. Sementara di sisi lain, bisa saja seorang munafik mengatakan kalimat yang hak. Ambillah yang hak itu dari mana saja datangnya. Karena dalam kebenaran itu terdapat cahaya. (Musafir fi Qithari Da’wah).

    Saudaraku,
    Para ahli ilmu, para ulama, tetap saja para manusia yang sama seperti kita. Dan mereka – sebagaimana kita- juga manusia yang tentu memiliki kekurangan dan kesalahan. Bayang-kanlah perkataan seorang tabi’in yang sangat memperhatikan dan meniru dua ulama besar di jamannya, Hasan Al-Bashri dan Ibnu Sirin. Suatu ketika ia berpesan pada anaknya, “Anak-ku, tirulah kebaikan Hasan Al-Bashri dan Ibnu Sirin. Jangan kau tiru keburukannya, Jika engkau mengetahui keburukan yang ada pada diri Hasan Al-Bashri, dan keburukan yang ada pada Ibnu Sirin, niscaya engkau menghimpun semua keburukan.”

    Saudaraku,
    Kapasitas dan kedudukan ilmu seseorang tak bisa disejajarkan dengan orang awam dalam perilaku dosa dan kesalahan. Dosa yang dilakukan orang yang berilmu, bahkan bisa lebih berbahaya ketimbang orang yang tak memiliki ilmu. Menurut Imam Al Ghazali, “Dosa seorang alim bisa saja kecil tapi bahayanya bisa menjadi besar. Dosa seorang ‘alim tidak terputus sampai ia wafat. Alasannya jelas, karena kesalahan orang yang telah mengetahui kebaikan dan keburukan, akan menjadi inspirasi yang tidak baik bagi orang awam dalam kurun beberapa lama.” Karenanya, Imam Al-Ghazali melanjutkan, “Beruntunglah orang yang dosa-dosanya terhenti bersamanya saat ia meninggal dunia.” (Muwafaqat, Syatibi, 4/169)

    Bersyukurlah jika kita termasuk orang yang dikaruniai pengetahuan tentang kebaikan. Bersyukurlah jika kita dibimbing oleh Allah untuk mengenal rambu-rambu kebaikan dan kesalahan. Bersyukurlah jika kita, dengan segala keterbatasan, dimasukkan dalam kelompok orang-orang yang lebih mengenal tuntunan Islam ketimbang orang yang lain. Orang berilmu tak selalu dimiliki dari mereka yang berpredikat ulama. Sedikit maupun banyaknya ilmu yang kita miliki, harus benar-benar mampu mengiringi setiap kita menentukan langkah dalam hidup. Ilmu adalah amanah. Dia juga pelita yang sesungguhnya sangat mampu untuk menerangi jalan mencapai hidayah Allah. Tapi tanpa kesadaran dan kewaspadaan yang cukup, ilmu akan bisa menjerumuskan seseorang pada kedalaman lembah dosa yang lebih jauh daripada orang yang tak memiliki ilmu.

    Saudaraku,
    Camkanlah perkataan Sofyan At Tsauri, “Setiap makhluk Allah yang melakukan dosa adalah bodoh. Baik ia berilmu atau tidak berilmu. Jika ia berilmu, siapa yang lebih bodoh darinya? Dan jika ia tidak berilmu maka karena itulah ia berbuat dosa…”

    Semoga kita termasuk dalam kelompok hamba-hamba Allah yang disabdakan Rasulullah SAW, “Man yuridillahu bihi khairan yufaqihhu fid diin…”Artinya, Barangsiapa yang Allah kehendaki baik, maka akan Allah berikan padanya pemahaman agama.” Wallahu’alam

    http://beranda.blogsome.com/2007/02/21/sabar-syukur-dan-ilmu/


    your comment