• Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
    Bismillahirrahmanirrahiim.

    MENGENDALIKAN RASA CEMBURU DALAM RUMAH TANGGA

    Published by Abdullah Hadrami [abdullah] on 2007/10/23 (2672 reads)
    MENGENDALIKAN RASA CEMBURU DALAM RUMAH TANGGA

    Perasaan cemburu adalah ketidaksukaan bergabungnya orang lain pada haknya.Sesungguhnya perasaan cemburu adalah tabiat yang alami. Merupakan fitrah yang tercipta pada diri setiap manusia, sesuai dengan tabiat manusiawi yang dipupuk dengan nilai-nilai keimanan. Ia berfungsi sebagai penjaga kemuliaan dan kehormatan manusia. Akan tetapi, perasaan cemburu tersebut haruslah sesuai dengan aturan agama yang mengutamakan kesabaran, ilmu, keadilan, kebijaksanaan, kejujuran, ketenangan dan kelembutan dalam semua perkara.

    Menurut ?Abdullah bin Syaddad, ada dua jenis ghirah. Pertama, ghirah yang dengannya seseorang dapat memperbaiki keadaan keluarga. Kedua, ghirah yang dapat menyebabkannya masuk neraka. Ditinjau dari nilainya di sisi Allah Subhanahu wa Ta?ala, cemburu ada dua macam. Dalam sebuah hadits disebutkan : bahwa Nabi shollallahu ?alaihi wa sallam bersabda: Ada jenis cemburu yang dicintai Allah Subhanahu wa Ta?ala, adapula yang dibeni-Nya. Yang disukai, yaitu cemburu tatkala ada keraguan, sedangkan yang dibenci, yaitu adalah yang tidak dilandasi keraguan.?

    Disebutkan di dalam hadits,

    ?Saad bin Ubadah radhiallahu ?anhu berkata, Sekiranya aku melihat seorang laki-laki bersama dengan isteriku, niscaya akan kutebas ia dengan pedang,? ucapan itu akhirnya sampai kepada Rasulullah. Lalu beliau shollallahu ?alaihi wa sallam bersabda, ?Apakah kalian merasa heran terhadap kecemburuan Saad? Demi Allah, aku lebih cemburu daripadanya, dan Allah lebih cemburu daripadaku.?

    Ditinjau dari sisi yang lain, cemburu ada dua macam. Pertama, ghirah lil mahbub (cemburu membela orang yang dicintai). Kedua, ghirah ?alal mahbub (cemburu membela agar jangan sampai ada orang lain yang juga mencintai orang yang dicintainya.

    Ghirah lil mahbub adalah pembelaan seseorang terhadap orang yang dicintai, disertai dengan emosi demi membelanya, ketika hak dan kehormatan orang yang dicintai diabaikan atau dihinakan. Dengan adanya penghinaan tersebut, ia marah demi yang dicintainya, kemudian membelanya dan berusaha melawan orang yang menghina tadi. Inilah cemburu sang pencinta yang sebenarnya. Dan ini pula ghirah para Rasul ?alaihi salam dan pengikutnya terhadap orang-orang yang menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta?ala, serta melanggar syariat Allah Subhanahu wa Ta?ala. Jenis ghirah inilah yang semestinya dimiliki seorang muslim, untuk membela Allah Subhanahu wa Ta?ala, Rasul shollallahu ?alaihi wa sallam dan agama-Nya. Adapun ghirah ?alal mahbub adalah kecemburuan terhadap orang lain yang ikut mencintai orang yang dicintainya. Jenis ghirah inilah yang hendak kita kupas pada pembahasan ini.

    BEBERAPA CONTOH KECEMBURUAN
    SEBAGIAN ISTERI NABI SHOLLALLAHU ?ALAIHI WA SALLAM

    Disebutkan dalam sebuah riwayat, Anas radhiallahu ?anhu berkata:

    ?Suatu ketika Nabi di rumah salah seorang isteri beliau. Tiba-tiba isteri yang lain mengirim mangkuk berisi makanan. Melihat itu, isteri yang rumahnya kedatangan Rasul memukul tangan pelayan pembawa makanan tersebut, maka jatuhlah mangkuk tersebut dan pecah. Kemudian Rasul mengumpulkan kepingan-kepingan pecahan tersebut serta makanannya, sambil berkata: ?Ibu kalian sedang cemburu,? lalu Nabi menahan pelayan tersebut, kemudian beliau memberikan padanya mangkuk milik isteri yang sedang bersama beliau untuk diberikan kepada pemilik mangkuk yang pecah. Mangkuk yang pecah beliau simpan di rumah isteri yang sedang bersama beliau.?

    Ibnu Hajar menjelaskan bahwa isteri Nabi shollallahu ?alaihi wa sallam yang memecahkan mangkuk adalah ?Aisyah Ummul Mukminin, sedangkan yang mengirim makanan adalah Zainab binti Jahsy.?

    Dalam hadits yang lain diriwayatkan:

    ?Dari Aisyah: ?Aku tidak cemburu kepada seorang wanita terhadap Rasulullah sebesar cemburuku kepada Khadijah, sebab beliau selalu menyebut namanya dan memujinya.?

    Dalam sebuah riwayat disebutkan, ?Aisyah berkata: ?Tatkala pada suatu malam yang Nabi berada di sampingku, beliau mengira aku sudah tidur, maka beliau keluar. Lalu aku (pun) pergi mengikutinya. (Aku menduga beliau pergi ke salah satu isterinya dan aku mengikutinya sehingga beliau sampai di baqi?). Beliau belok, aku pun belok. Beliau berjalan cepat, akhirnya aku mendahuluinya. Lalu beliau bersabda: ?Kenapa kamu, hai Aisyah, dadamu berdetak kencang?? Lalu aku mengabarkan kepada beliau kejadian yang sesungguhnya, beliau bersabda: ?Apakah kamu mengira bahwa Allah dan Rasul-Nya akan menzhalimimu??.

    NASIHAT BAGI WANITA DALAM MENGENDALIKAN PERASAAN CEMBURU

    Sebagaimana fenomena yang kita lihat dalam kehidupan tangga pada umumnya, tampaklah bahwa sifat cemburu itu sudah menjadi tabiat setiap wanita, siapapun orangnya dan bagaimanapun kedudukannya. Akan tetapi, hendaklah perasaan cemburu ini dapat dikendalikan sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan masalah yang bisa menghancurkan kehidupan rumah tangga.

    Berikut beberapa nasihat yang perlu diperhatikan oleh para isteri untuk menjaga keharmonisan kehidupan rumah tangga, sehingga tidak ternodai oleh pengaruh perasaan cemburu yang berlebihan.

    * Seorang isteri hendaklah bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta?ala dan bersikap pertengahan dalam hal cemburu terhadap suami. Sikap pertengahan dalam setiap perkara merupakan bagian dari kesempurnaan agama dan akal seseorang. Dikatakan oleh Nabi shollallahu ?alaihi wa sallam kepada ?Aisyah radhiallahu ?anha: ?Hai ?Aisyah, bersikaplah lemah-lembut, sebab jika Allah menginginkan kebaikan pada sebuah keluarga, maka Dia menurunkan sifat kasih-Nya di tengah-tengah keluarga tersebut.? Dan sepatutnya seorang isteri meringankan rasa cemburu kepada suami, sebab bila rasa cemburu tersebut melampaui batas, bisa berubah menjadi tuduhan tanpa dasar, serta dapat menyulut api di hatinya yang mungkin tidak akan pernah padam, bahkan akan menimbulkan perselisihan di antara suami dan melukai hati sang suami. Sedangkan isteri akan terus hanyut mengikuti hawa nafsunya.

    * Wanita pencemburu, lebih melihat permasalahan dengan perasaan hatinya daripada indera matanya. Ia lebih berbicara dengan nafsu emosinya dari pada pertimbangan akal sehatnya. Sehingga sesuatu masalah menjadi berbalik dari yang sebenarnya. Hendaklah hal ini disadari oleh kaum wanita, agar mereka tidak berlebihan mengikuti perasaan, namun juga mempergunakan akal sehat dalam melihat suatu permasalahan.

    * Dari kisah-kisah kecemburuan sebagian isteri Rasulullah shollallahu ?alaihi wa sallam tersebut, bisa diambil pelajaran berharga, bahwa sepatutnya seorang wanita yang sedang dilanda cemburu agar menahan dirinya, sehingga perasaan cemburu tersebut tidak mendorongnya melakukan pelanggaran syari?at, berbuat zhalim, ataupun mengambil sesuatu yang bukan haknya. Maka janganlah mengikuti perasaan secara membabi buta.

    * Seorang isteri yang bijaksana, ia tidak akan menyulut api cemburu suaminya. Misalnya, dengan memuji laki-laki lain di hadapannya atau menampakkan kekaguman terhadap laki-laki lain di hadapannya atau menampakkan kekagumman terhadap laki-laki lain, baik pakaiannya, gaya bicaranya, kekuatan fisiknya dan kecerdasannya. Bahkan sangat menyakitkan hati suami, jika seorang isteri membicarakan tentang suami pertamanya atau sebelumnya. Rata-rata laki-laki tidak menyukai itu semua. Karena tanpa disadarinya, pujian tersebut bermuatan merendahkan ?kejantanan?nya, serta mengurangi nilai kelaki-lakiannya, meski tujuan penyebutan itu semua adalah baik. Bahkan, walaupun suami bersumpah tidak terpengaruh oleh ungkapannya tersebut, tetapi seorang isteri jangan melakukannya. Sebab, seorang suami berat melupakan itu semua.

    * Ketahuilah wahai para isteri! Bahwa yang menjadi keinginan laki-laki di lubuk hatinya adalah jangan sampai ada orang lain dalam hati dan jiwamu. Tanamlah dalam dirimu bahwa tidak ada lelaki yang terbaik, termulia, dan lainnya selain dia.

    * Wahai para isteri! Jadikanlah perasaan cemburu kepada suami sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepadanya. Jangan menjadikan ia menoleh kepada wanita lain yang lebih cantik darimu. Berhias dirilah, jaga penampilan di hadapannya agar engkau selalu dicintai dan disayanginya. Cintailah sepenuh hatimu, sehingga suami tidak membutuhkan cinta selain darimu. Bahagiakan ia dengan seluruh jiwa, perasaan dan daya tarikmu, sehingga suami tidak mau berpisah atau menjauh darimu. Berikan padanya kesempatan istirahat yang cukup. Perdengarkan di telinganya sebaik-baik perkataan yang engkau miliki dan yang paling ia senangi.

    * Wahai, para isteri! Janganlah engkau mencela kecuali pada dirimu sendiri, bila saat suamimu datang wajahnya dalam keadaan bermuram durja. Jangan menuduh ?salah-kecuali pada dirimu sendiri, bila suamimu lebih memilih melihat orang lain dan memalingkan wajah darimu. Dan jangan pula mengeluh bila engkau mendapatkan suamimu lebih suka di luar daripada duduk di dekatmu. Tanyakan kepada dirimu, mana perhatianmu kepadanya? Mana kesibukanmu untuknya? Dan mana pilihan kata-kata manis yang engkau persembahkan kepadanya, serta senyum memikat dan penampilan menawan yang semestinya engkau berikan kepadanya? Sungguh engkau telah berubah di hadapannya, sehingga berubah pula sikapnya kepadamu, lebih dari itu, engkau melemparkan tuduhan terhadapnya karena cemburu butamu.

    * Dan ingatlah wahai para isteri! Suamimu tidak mencari perempuan selain dirimu. Dia mencintaimu, bekerja untukmu, hidup senantiasa bersamamu, bukan dengan yang lainnya. Bertakwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta?ala, ikutilah petunjuk-Nya dan percayalah sepenuhnya kepada suamimu setelah percaya kepada Allah yang senantiasa menjaga hamba-hamba-Nya yang selalu menjaga perintah-perintah-Nya, lalu tunaikanlah yang menjadi kewajibanmu. Jauhilah perasaan was-was, karena setan selalu berusaha untuk merusak dan mengotori hatimu.

    TIDAK BOLEHKAH CEMBURU?

    Barangkali, di antara para isteri ada yang membantah dan berkata, adalah kebodohan apabila seorang isteri tidak memiliki rasa cemburu pada suaminya, padahal cemburu ini merupakan ungkapan cintanya kepada suaminya, sekaligus sebagai bumbu penyedap yang bisa menimbulkan keharmonisan, kemesraan dan kepuasan batin dalam kehidupan rumah tangga.

    Ya benar! Akan tetapi, apakah pantas seorang isteri yang berakal sehat, jika ia tenggelam dalam rasa cemburunya, sehingga menenggelamkan bahtera kehidupan rumah tangganya, mencabik-cabik jalinan cinta dan kasih sayang dalam keluarganya, bahkan ia sampai terjangkiti penyakit psikis yang kronis, perang batin yang tidak berkesudahan, dan akhirnya merusak akal sehatnya?

    Memang sangat tipis, perbedaan antara yang benar dengan yang salah, antara yang sakit dengan yang sehat, antara cemburu yang penuh dengan kemesraan dengan cemburu yang membakar dan menyakitkan hati dikarenakan penyakit kejiwaan yang berat. Namun, tetap ada perbedaan antara cemburu dalam rangka membela kehormatan diri dan kelembutan karena didasari rasa cinta kepada suami, dengan cemburu yang merusak dan membinasakan. Kalau begitu, cemburulah wahai para isteri, dengan kecemburuan yang membahagiakan suamimu, dan menampakkan ketulusan cintamu kepadanya! Tetapi hindarilah kecemburuan yang merusak dan menghancurkan keluargamu. Cemburulah demi memelihara harga diri dan kehormatan suami. Dan lebih utama lagi, cemburu untuk membela agama Allah.

    Isteri yang selalu memantau kegiatan suaminya, mencari-cari berita tentangnya, serta selalu menaruh curiga pada setiap aktivitas suaminya, bahkan cemburu kepada teman dan sahabatnya, maka inilah isteri yang bodoh. Dengan sifatnya tersebut, maka kehidupan rumah tangganya, rasa cinta, kepercayaan di antara keduanya akan terputus dan hancur. Dan bagi wanita yang rasa cemburunya tersulut karena suatu sebab, kemudian ia merasa hal itu tidak pada tempatnya, hendaklah ia menyadari kesalahannya, lalu melakukan perbaikan atas sikapnya tersebut. Dan yang paling penting adalah, tidak mengulangi lagi kesalahan serupa di kemudian hari.
    alsofwah.or.id
    (c) Hak cipta 2008 - Hatibening.com


    1 comment
  • Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
    Bismillahirrahmanirrahiim.

    Kita Butuh Allah dan Allah Tidak Butuh Kita

    Abdullah Saleh Hadrami

    Allah Ta?ala berfirman: ?Hai manusia, kamulah yang berkehendak (membutuhkan) kepada Allah; dan Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.
    Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.?
    (Surat 35 Fathir (Pencipta) Ayat 15-17)

    Kandungan Ayat:

    - Ayat ini adalah seruan untuk seluruh manusia tanpa pandang agama, suku, ras, warna kulit dan bangsa.

    - Kita semua adalah fakir dan sangat membutuhkan Allah.

    - Kita semua sangat membutuhkan bantuan, rezki dan nikmat dari Allah.

    - Kita semua sangat membutuhkan agar Allah menjauhkan dari kita keburukan, bencana, musibah dan segala yang tidak menyenangkan.

    - Kita semua sangat membutuhkan tarbiyah dan pemeliharaan Allah dalam segala hal.

    - Kita semua sangat membutuhkan Allah sebagai Tuhan yang diibadahi dan dicintai agar jiwa dan hati kita selalu hidup dan tidak mati.

    - Kita semua sangat membutuhkan ilmu dari Allah untuk kemaslahatan dunia dan akhirat.

    - Pada intinya kita semua sangat fakir dan membutuhkan Allah dalam segala aspek kehidupan.

    - Orang yang beruntung dan sukses adalah orang yang selalu menyadari kefakiran dan kebutuhannya kepada Allah dan iapun selalu memohon bantuan, pertolongan dan petunjukNya agar bisa menyelesaikan semua urusannya dengan lancar dan baik serta tidak pernah putus asa sedikitpun.

    - Orang inilah yang berhak mendapatkan pertolongan yang sempurna dari Rabb dan Tuhannya Yang Maha Penyayang diantara penyayang dan lebih sayang kepada hambaNya dari seorang ibu kepada putranya.

    - Allah adalah Maha Kaya yang sangat sempurna kekayaanNya dari segala sisi sehingga tidak membutuhkan sedikitpun kepada makhlukNya.

    - Diantara bukti kekayaanNya adalah Dia yang memberikan kekayaan dan kecukupan kepada makhlukNya di dunia dan akhirat.

    - Allah adalah Maha Terpuji dalam takdirNya, syariatNya dan semua perbuatanNya.

    - Allah adalah Maha Terpuji dalam nama-nama dan sifat-sifatNya.

    - Dia Maha Terpuji dalam kekayaanNya dan Maha Kaya dalam keterpujianNya.

    - Allah Maha Kuasa untuk membinasakan kita dan mengganti dengan manusia lain yang lebih taat dan patuh kepada Allah dari kita.

    - Ini adalah ancaman keras untuk kita semua dan bahwasanya Allah mampu melakukan itu apabila Dia menghendakinya.

    - Ini juga merupakan bukti akan adanya hari kebangkitan dan pembalasan dan bahwasanya Allah mampu untuk membangkitkan kembali setelah kematian.

    - Semua ini adalah mudah dan tidak sulit bagi Allah.

    (c) Hak cipta 2008 - Hatibening.com

    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu…
    Bismillaahirrohmaanirrohiim …

    KEDAHSYATAN SIKSAAN DIALAM KUBUR

    Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Albaraa’ bin Aazib r.a. berkata: “Kami bersama Nabi Muhammad s.a.w keluar menghantar jenazah seorang sahabat Anshar, maka ketika sampai kekubur dan belum dimasukkan dalam lahad, Nabi Muhammad s.a.w duduk dan kami duduk disekitarnya diam menundukkan kepala bagaikan ada burung diatas kepala kami, sedang Nabi Muhammad s.a.w mengorek-ngorek dengan dahan yang ada ditangannya, kemudian ia mengangkat kepala sambil bersabda: “Berlindunglah kamu kepada Allah dari siksaan kubur.”. Nabi Muhammad s.a.w mengulangi sebanyak 3 kali.” Lalu Nabi Muhammad s.a.w bersabda:

    “Sesungguhnya seorang mukmin jika akan meninggal dunia dan menghadapi akhirat (akan mati), turun padanya malaikat yang putih-putih wajahnya bagaikan matahari, membawa kafan dari syurga, maka duduk didepannya sejauh pandangan mata mengelilinginya, kemudian datang malaikulmaut dan duduk didekat kepalanya dan memanggil: “Wahai roh yang tenang baik, keluarlah menuju pengampunan Allah dan ridhaNya.”

    Nabi Muhammad s.a.w bersabda lagi: “Maka keluarlah rohnya mengalir bagaikan titisan dari mulut kendi tempat air, maka langsung diterima dan langsung dimasukkan dalam kafan dan dibawa keluar semerbak harum bagaikan kasturi yang terharum diatasbumi, lalu dibawa naik, maka tidak melalui rombongan malaikat melainkan ditanya: “Roh siapakah yang harum ini?” Dijawab: “Roh fulan bin fulan sehingga sampai kelangit, dan disana dibukakan pintu langit dan disambut oleh penduduknya dan pada tiap-tiap langit dihantar oleh Malaikat Muqarrbun, dibawa naik kelangit yang atas hingga sampai kelangit ketujuh, maka Allah berfirman: “Catatlah suratnya di illiyyin. Kemudian dikembalikan ia kebumi, sebab daripadanya Kami jadikan, dan didalamnya Aku kembalikan dan daripadanya pula akan Aku keluarkan pada saatnya.” Maka kembalilah roh kejasad dalam kubur, kemudian datang kepadanya dua Malaikat untuk bertanya: “Siapa Tuhanmu?” Maka dijawab: Allah Tuhanku. Lalu ditanya: “Apakah agamamu?” Maka dijawab: “Agamaku Islam” Ditanya lagi: “Bagaimana pendapatmu terhadap orang yang diutuskan ditengah-tengah kamu?” Dijawab: “Dia utusan Allah”. Lalu ditanya: “Bagaimanakah kamu mengetahui itu?” Maka dijawab: “Saya membaca kitab Allah lalu percaya dan membenarkannya” Maka terdengar suara: “Benar hambaku, maka berikan padanya hamparan dari syurga serta pakaian syurga dan bukakan untuknya pintu yang menuju kesyurga, supaya ia mendapat bau syurga dan hawa syurga, lalu luaskan kuburnya sepanjang pandangan mata.” Kemudian datang kepadanya seorang yang bagus wajahnya dan harum baunya sambil berkata: “Terimalah khabar gembira, ini saat yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” Lalu bertanya: “Siapakah kau?” Jawabnya: “Saya amalmu yang baik.” Lalu ia berkata: Ya Tuhan, segerakan hari kiamat supaya segera saya bertemu dengan keluargaku dan kawan-kawanku.”

    Nabi Muhammad s.a.w bersabda: “Adapun hamba yang kafir, jika akan meninggal dunia dan menghadapi akihirat, maka turun kepadanya Malaikat dari langit yang hitam mukanya dengan pakaian hitam, lalu duduk dimukanya sepanjang pandangan mata, kemudian datang Malaikulmaut dan duduk disamping kepalanya lalu berkata: “Hai roh yang jahat, keluarlah menuju murka Allah.” Maka tersebar disemua anggota badannya, maka dicabut rohnya bagaikan mencabut besi dari bulu yang basah, maka terputus semua urat dan ototnya, lalu diterima akan dimasukkan dalam kain hitam, dan dibawa dengan bau yang sangat busuk bagaikan bangkai, dan dibawa naik, maka tidak melalui malaikat melainkan ditanya: “Roh siapakah yang jahat dan busuk itu?” Dijawab: “Roh fulan bin fulan.” dengan sebutan yang amat jelek sehingga sampai dilangit dunia, maka minta dibuka, tetapi tidak dibuka untuknya. Kemudian Nabi Muhammad s.a.w membaca ayat: “Laa tufattahu lahum abwabus samaa’i, wala yad khuluunal jannata hatta yalijal jamalu fisamil khiyaath.” (Yang Bermaksud) “Tidak dibukakan bagi mereka itu pintu-pintu langit dan tidak dapat masuk syurga sehingga unta dapat masuk dalam lubang jarum.”

    Kemudian diperintahkan: “Tulislah orang itu dalam sijjin.” Kemudian dilemparkan rohnya itu bagitu sahaja sebagaimana ayat “Waman yusyrik billahi fakaan nama khorro minassama’i fatakh thofuhuth thairu au tahwi bihirrihu fimakaanin sahiiq.” (Yang bermaksud) “Dan siapa mempersekutukan Allah, maka bagaikan jatuh dari langit lalu disambar helang atau dilemparkan oleh angin kedalam jurang yang curam.”

    Kemudian dikembalikan roh itu kedalam jasad didlam kubur, lalu didatangi oleh dua Malaikat yang mendudukkannya lalu bertanya: “”Siapa Tuhanmu?” Maka dijawab: “Saya tidak tahu”. Lalu ditanya: “Apakah agamamu?” Maka dijawab: “Saya tidak tahu” Ditanya lagi: “Bagaimana pendapatmu terhadap orang yang diutuskan ditengah-tengah kamu?” Dijawab: “Saya tidak tahu”. Lalu ditanya: “Bagaimanakah kamu mengetahui itu?” Maka dijawab: “Saya tidak tahu” Maka terdengar suara seruan dari langit: “Dusta hambaku, hamparkan untuknya dari neraka dan bukakan baginya pintu neraka, maka terasa olehnya panas hawa neraka, dan disempitkan kuburnya sehingga terhimpit dan rosak tulang-tulang rusuknya, kemudian datang kepadanya seorang yang buruk wajahnya dan busuk baunya sambil berkata: “Sambutlah hari yang sangat jelek bagimu, inilah saat yang telah diperingatkan oleh Allah kepadamu.” Lalu ia bertanya: “Siapakah kau?” Jawabnya: “Aku amalmu yang jelek.” Lalu ia berkata: “Ya tuhan, jangan percepatkan kiamat, ya Tuhan jangan percepatkan kiamat.”

    Abul-Laits dengan sanadnya meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. berkata: “Nabi Muhammad s.a.w bersabda: “Seorang mukmin jika sakaratulmaut didatangi oleh Malaikat dengan membawa sutera yang berisi masik (kasturi) dan tangkai-tangkai bunga, lalu dicabut rohnya bagaikan mengambil rambut didalam adunan sambil dipanggil: “Ya ayyatuhannafsul muth ma’innatur ji’i ila robbiki rodhiyatan mardhiyah.” (Yang bermaksud) “Hai roh yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan perasaan rela dan diridhoi. Kembalilah dengan rahmat dan keridhoan Allah.” Maka jika telah keluar rohnya langsung ditaruh diatas misik dan bunga-bunga itu lalu dilipat dengan sutera dan dibawa keilliyyin. Adapun orang kafir jika sakaratulmaut didatangi oelh Malaikat yang membawa kain bulu yang didalamnya ada api, maka dicabut rohnya dengan kekerasan sambil dikatakan kepadanya: “Hai roh yang jahat keluarlah menuju murka Tuhammu ketempat yang rendah hina dan siksaNya, maka bila telah keluar rohnya itu, diletakkan diatas api dan bersuara seperti sesuatu yang mendidih kemudian dilipat dan dibawa kesijjin.”

    Alfaqih Abu Ja’far meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin Umar r.a. berkata: “Seorang mukmin jika diletakkan dikubur maka diperluaskan kuburnya itu hingga 70 hasta dan ditaburkan padanya bunga-bunga dan dihamparkan sutera, dan bila ia hafal sedikit dari al-quran sukup untuk penerangannya jika tidak maka Allah s.w.t. memberikan kepadanya nur cahaya penerangan yang menyerupai penerangan matahari, dan didalam kubur bagaikan pengantin baru, jika tidur maka tidak ada yang berani membangunkan kecuali kekasihnya sendiri, maka ia bangun dari tidur itu bagaikan masih kurang masa tidurnya dan belum puas. Adapun orang kafir maka akan dipersempit kuburnya sehingga menghancurkan tulang rusuknya dan masuk kedalam perutnya lalu dikirimkan kepadanya ular segemuk leher unta, maka makan dagingnya sehingga habis dan sisa tulang semata-mata, lalu dikirim kepadanya Malaikat yang akan menyiksa iaitu yang buta tuli dan bisu dengan membawa puntung dari besi yang langsung dipukulkannya, sedang Malaikat itu tidak mendengar suara jeritannya dan tidak melihat keadaannya supaya tidak dikasihaninya, selain itu lalu dihidangkan siksa neraka itu tiap pagi dan petang.”

    Abu-Laits berkata: “Siapa yang ingin selamat dari siksaan kubur maka harus menlazimi empat dan meninggalkan empat iaitu:
    * Menjaga sembahyang lima waktu
    * Banyak bersedekah
    * Banyak membaca al-quran
    * Memperbanyak bertasbih (membaca: Subhanallah walhamdulillah wal’aa ilaha illallah wallahu akbar, walahaula wala quwata illa billah)

    Semua yang empat ini dapat menerangi kubur dan meluaskannya. Adapun empat yang harus ditinggalkan ialah:

    * Dusta
    * Kianat
    * Adu-adu
    * Menjaga kencing, sebab Nabi Muhammad s.a.w pernah bersabda: “Bersih-bersihlah kamu daripada kencing, sebab umumnya siksa kubur itu kerana kencing. (Yakni hendaklah dicuci kemaluan sebersih-bersihnya.)

    Nabi Muhammad s.a.w bersabda: “Innallahha ta’ala kariha lakum arba’a: Al’abatsu fishsholaati, wallagh wu filqira’ati, warrafatsu fisshiyami, wadhdhahiku indal maqaabiri. (Yang bermaksud) Sesungguhnya Allah tidak suka padamu empat, main-main dalam sembahyang dan lahgu (tidak hirau), dalam bacaan quran dan berkata keji waktu puasa dan tertawa didalam kubur.”

    Muhammad bin Assammaak ketika melihat kubur berkata: “Kamu jangan tertipu kerana tenangnya dan diamnya kubur-kubur ini, maka alangkah banyaknya orang yang sudah bingung didalamnya, dan jangan tertipu kerana ratanya kubur ini, maka alangkah jauh berbeza antara yang satu pada yang lain didalamnya. Maka seharusnya orang yang berakal memperbanyak ingat pada kubur sebelum masuk kedalamnya.”

    Sufyan Atstsauri berkata: “Siapa yang sering (banyak) memperingati kubur, maka akan mendapatkannya kebun dari kebun-kebun syurga, dan siapa yang melupakannya maka akan mendapatkannya jurang dari jurang-jurang api neraka.”

    Ali bin Abi Thalib r.a. berkata dalam khutbahnya: “Hai hamba Allah, berhati-hatilah kamu dari maut yang tidak dapat dihindari, jika kamu berada ditempat, ia datang mengambil kamu, dan bila kamu lari pasti akan terpegang juga, maut terikat selalu diubun-ubunmu, maka carilah jalan selamat, carilah jalan selamat dan segera-segera, sebab dibelakangmu ada yang mengejar kamu yaitu kubur, ingatlah bahawa kubur itu adakalanya kebun dari kebun-kebun syurga atau jurang dari jurang-jurang neraka dan kubur itu tiap-tiap hari berkata-kata: Akulah rumah yang gelap, akulah tempat sendirian, akulah rumah ulat-ulat.”

    Ingatlah sesudah itu ada hari (saat) yang lebih ngeri, hari dimana anak kecil segera beruban dan orang tua bagaikan orang mabuk, bahkan ibu yang meneteki lupa terhadap bayinya dan wanita yang bunting menggugurkan kandungannya dan kau akan melihat orang-orang bagaikan orang mabuk tetapi tidak mabuk khamar, hanya siksa Allah s.w.t. yang sangat ngeri dan dahsyat.

    Ingatlah bahawa sesudah itu ada api neraka yang sangat panas dan suram dalam, perhiasannya besi dan sirnya darah bercampur nanah, tidak ada rahmat Allah s.w.t. disana. Maka kaum muslimin yang menangis. lalu ia berkata: “Dan disamping itu ada syurga yang luasnya selebar langit dan bumi, tersedia untuk orang-orang yang takwa. Semoga Allah s.w.t. melindungi kami dari siksa yang pedih dan menempatkan kami dalam darunna’iem (Syurga yang serba kenikmatan).

    Usaid bin Abdirrahman berkata: “Saya telah mendapat keterangan bahawa seorang mukmin jika mati dan diangkat, ia berkata: “Segerakan aku.”, dan bila telah dimasukkan dalam lahad (kubur), bumi berkata kepadanya: “Aku kasih padamu ketika diatas punggungku, dan kini lebih sayang kepadamu.” Dan bila orang kafir mati lalu diangkat mayatnya, ia berkata: “Kembalikan aku.” dan bila diletakkan didalam lahadnya, bumi berkata: “Aku sangat benci kepadamu ketika kau diatas punggungku, dan kini aku lebih benci lagi kepadamu.”

    Usman bin Affan r.a. ketika berhenti diatas kubur, ia menangis, maka ditegur: “Engkau jika menyebut syurga dan neraka tidak menangis, tetapi kau menangis kerana kubur?” Jawabnya: “Nabi Muhammad s.a.w pernah bersabda: “Alqabru awwalu manazilil akhirah, fa in naja minhu fama ba’dahu aisaru minhu, wa in lam yanju minhu fama ba’dahu asyaddu minhu.” (Yang bermaksud)”Kubur itu pertama tempat yang menuju akhirat, maka bila selamat dalam kubur, maka yang dibelakangnya lebih ringan, dan jika tidak selamat dalam kubur maka yang dibelakangnya lebih berat daripadanya.”

    Abdul-Hamid bin Mahmud Almughuli berkata: “Ketika aku duduk bersama Ibn Abbas r.a., tiba-tiba datang kepadanya beberapa orang dan berkata: “Kami rombongan haji dan bersama kami ini ada seorang yang ketika sampai didaerah Dzatishshahifah, tiba-tiba ia mati, maka kami siapkan segala keperluannya, dan ketika menggali kubur untuknya, tiba-tiba ada ular sebesar lahad, maka kami tinggalkan dan menggali lain tempat juga ada ular, maka kami biarkan dan kami menggali lain tempat juga kami dapatkan ular, maka kami biarkan dan kini kami bertanya kepadamu, bagaimanakah harus kami perbuat tehadap mayat itu?” Jawab Ibn Abbas r.a.: “Itu dari amal perbuatannya sendiri, lebih baik kamu kubur sajan demi Allah andaikan kamu galikan bumi ini semua niscaya akan kamu dapat ular didalamnya.” Maka mereka kembali dan menguburkan mayat itu didalam salah satu kubur yang sudah digali itu dan ketika mereka kembali kedaerahnya mereka pergi kekeluarganya untuk mengembalikan barang-barangnya sambil bertanya kepada isterinya apakah amal perbuatan yang dilakukan oelh suaminya? Jawab isterinya: “Dia biasa menjual gandum dalam karung, lalu dia mengambil sekadar untuk makanannya sehari, dan menaruh tangkai-tangkai gandum itu kedalam karung seberat apa yang diambilnya itu.”

    Abul-Laits berkata: “Berita ini menunjukkan bahawa kianat itu salah satu sebab siksaan kubur dan apa yang mereka lihat itu sebagai peringatan jangan sampai kianat.”

    Ada keterangan bahawa bumi ini tiap hari berseru sampai lima kali dengan berkata:

    * Hai anak Adam, anda berjalan diatas punggungku dan kembalimu didalam perutku.
    * Hai anak Adam, anda makan berbagai macam diatas punggungku dan anda akan dimakan ulat didalam perutku.
    * Hai anak Adam, anda tertawa diatas punggungku, dan akan menangis didalam perutku.
    * Hai anak Adam, anda bergembira diatas punggungku dan akan berduka didalam perutku.
    * Hai anak Adam, anda berbuat dosa diatas punggungku, maka akan tersiksa didalam perutku.

    Amr bin Dinar berkata: “Ada seorang penduduk kota Madinah yang mempunyai saudara perempuan dihujung kota, maka sakitlah saudaranya itu kemudian mati, maka setelah diselesaikan persiapannya dibawa kekubur, kemudian setelah selesai menguburkan dan kembali pulang kerumah, ia teringat pada kantongan yang dibawa dan tertinggal dalam kubur, maka ia minta bantuan orang untuk menggali kubur itu kembali, dan sesudah digali kubur itu maka bertemulah dia akan kantongannya itu, ia berkata kepada orang yang membantunya itu: “Tolong aku ketepi sebentar sebab aku ingin mengetahui bagaimana keadaan saudaraku ini.” Maka dibuka sedikit lahadnya, tiba-tiba dilihatnya kubur itu menyala api, maka segera ia meratakan kubur itu dan kembali kepada ibunya lalu bertanya: “Bagaimanakah kelakuan saudaraku dahulu itu?” Ibunya berkata: “Mengapa kau menanyakan kelakuan saudaramu, padahal ia telah mati?” Anaknya tetap meminta supaya diberitahu tentang amal perbuatan saudaranya itu, lalu diberitahu bahawa saudaranya itu biasanya mengakhirkan sembahyang dari waktunya, juga cuai dalam kesucian dan diwaktu malam sering mengintai rumah-rumah tetangga untuk mendengar perbualan mereka lalu disampaikan kepada orang lain sehingga mengadu domba antara mereka, dan itulah sebabnya siksa kubur. Kerana itu siapa yang ingin selamat dari siksaan kubur haruslah menjauhkan diri dari sifat namimah (adu domba diantara tetangga dan orang lain) supaya selamat dari siksaan kubur dan mudah baginya menjawab pertanyaan Malaikat Munkar Nakier.

    Alabarra’ bin Aazib r.a. berkata: “Nabi Muhammad s.a.w bersabda: “Seorang mukmin jika ditanya dalam kubur, maka ia langsung membaca Asyhadu an laa ilaha illallah wa anna Muhammad abduhu warasuluhu, maka itulah yang tersebut dalam firman Allah: Yutsabbitullahul ladzina aamanu bil qaulits tsabiti filhayatiddun ya wafil akhirah (Allah menetapkan orang-orang yang beriman dengan khalimah yang teguh dimana hidup didunia dan diakhirat (yakni khalimah laa ilaha illallah, Muhammad Rasullullah).

    Dan ketetapan itu terjadi dalam tiga masa iaitu:

    * Ketika melihat Malakulmaut
    * Ketika menghadapi pertanyaan Mungkar Nakier
    * Ketika menghadapi hisab dihari kiamat

    Dan ketetapan ketika melihat Malaikulmaut dalam tiga hal iaitu:

    * Terpelihara dari kekafiran, dan mendapat taufiq dan istiqamah dalam tauhid sehingga keluar rohnya dalam Islam
    * Diberi selamat oleh Malaikat bahawa ia mendapat rahmat
    * Melihat tempatnya disyurga sehingga kubur menjadi salah satu kebun syurga.

    Adapun ketetapan ketika hisab juga dalam tiga perkara iaitu:

    * Allah s.wt. memberinya ilham sehingga dapat menjawab segala pertanyaan dengan benar
    * Mudah dan ringan hisabnya
    * Diampunkan segala dosanya

    Ada juga yang mengatakan bahawa ketetapan itu dalam empat masa iaitu:

    * Ketika mati
    * Didalam kubur sehingga dapat menjawab pertanyaan tanpa gentar atau takut
    * Ketika hisab
    * Ketika berjalan diatas sirat sehingga berjalan bagaikan kecepatan kilat

    Jika ditanya tentang soal kubur bagaimanakah bentuknya, maka ulama telah membicarakannya dalam berbagai pendapat. Sebahagiannya berkata pertanyaan itu hanya kepada roh tanpa jasad dan disaat itu roh masuk kedalam jasad hanya sampai didada. Ada pendapat berkata bahawa rohnyanya diantara jasad dan kafan dan sebaiknya seorang mempercayai adanya pertanyaan dalam kubur tanpa menanyakan dan sibuk dengan caranya. Dan kita sendiri akan mengetahui bila sampai disana, maka bila ada orang menolak adanya soal Mungkar Nakier dalam kubur, maka penolakannya dari dua jalan iaitu:

    * Mereka berkata: “Ia tidak mungkin menurut perkiraan akal, sebab menyalahi kebiasaan tabiat alam.”
    * atau mereka berkata: “Tidak ada dalil yang menguatkan.”

    Pendapat pertama bahawa ia tidak mungkin dalam akal kerana menyalahi kebiasaa tabiat alam. Pendapat ini bererti menidakkan kenabian dan mukjizat, sebab para Nabi itu semuanya dari manusia biasa dan tabiatnya mereka sama, tetapi mereka telah dapat bertemu dengan Malaikat dan menerima wahyu, bahkan laut telah terbelah untuk Nabi Musa a.s., demikian pula tongkatnya menjadi ular, semua kejadian itu menyalahi tabiat alam, maka orang yang menolak semua itu bererti keluar dari Islam. Jika ia berkata: “Tidak ada dalil.”, maka hadis-hadis yang diterangkan sudah cukup untuk menjadi alasan bagi orang yang akan mahu terima.

    Firman Allah s.w.t. yang berbunyi: “Wa man a’rodho an dzikri fa inna lahu ma’i syatan dhanka wanah syuruhu yaumal qiyaamati a’ma. (Yang bermaksud) “Dan siapa yang mengabaikan peringatanKu (ajaranKu) maka ia akan merasakan kehidupan yang sukar (kehidupan sukar ini ketika menghadapi pertanyaan dalam kubur).”

    Demikian pula ayat: “Yu tsabbitulladzina aamanu bil qoulaits tsabiti filhayatiddunia wafil akhirati. (Yang bermaksud) “Allah akan menetapkan hati orang-orang mukmin dengan khalimah yang teguh didunia dan diakhirat.”

    Abu-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Saad bin Almusayyab dari Umar r.a. berkata: Nabi Muhammad s.a.w bersabda: “Jika seorang mukmin telah masuk kedalam kubur, maka didatangi oleh dua Malaikat yang menguji dalam kubur, lalu mendudukkannya dan menanyainya, sedang ia mendengar suara derap sandal sepatu mereka ketika kembali, lalu ditanya oleh kedua Malaikat itu: Siapa Tuhammu, dan apakah agamamu, dan siapa Nabimu, lalu dijawab: Allah tuhanku, dan agamaku Islam dan Nabiku Nabi Muhammad s.a.w. Lalu Malaikat itu berkata: Allah yang menetapkan kau dalam khalimah itu, tidurlah dengan tenang hati. Itulah ertinya Allah menetapkan mereka dalam khalimah hak. Adapun orang kafir zalim maka Allah menyesatkan mereka dengan tidak memberi petunjuk taufiq pada mereka, sehingga ketika ditanya oleh Malaikat: Siapa Tuhanmu, apa agamamu dan siapa Nabimu, maka jawab orang kafir atau munafiq: Tidak tahu. Maka oleh Malaikat dikatakan: Tidak tahu, maka langsung dipukul sehingga jeritan suaranya terdengar semua yang dialam kecuali manusia dan jin. (Dan andaikan didengar oleh manusia pasti pingsan)

    Abu Hazim dari Ibn Umar r.a. berkata: Nabi Muhammad s.a.w bersabda kepada Umar r.a : “Bagaimanakah kau hai Umar jika didatangi oleh kedua Malikat yang akan mengujimu didalam kubur iaitu Mungkar Nakier hitam keduanya kebiru-biruan siung keduanya mengguriskan bumi, sedang rambut keudanya sampai ketanah dan suara keduanya bagaikan petir yang dahsyat, dan matanya bagaikan kilat yang menyambar?” Umar bertanya: “Ya Rasullullah, apakah ketika itu aku cukup sedar sebagaimana keadaanku sekarang ini?” Nabi Muhammad s.a.w menjawab: “Ya.” Umar berkata: “jika sedemikian maka saya selesaikan keduanya dengan izin Allah s.w.t.. Nabi Muhammad s.a.w bersabda: “sesungguhnya Umar seorang yang mendapat taufiq.”

    Abul-Laits berkata: “saya telah diberitahu oleh Abul-Qasim bin Abdurrahman bin Muhammad Asysyabadzi dengan sanadnya dari Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi Muhammad s.a.w bersabda: “Tiada seorang yang mati melainkan ia mendengkur yang didengari oleh semua binatang kecuali manusia, dan andaikata ia mendengar pasti pingsan, dan bila dihantar kekubur, maka jika solih (baik) berkata: “Segerakanlah aku, andaikan kamu mengetahui apa yang didepanku daripada kebaikan, nescaya kamu akan menyegerakan aku. Dan bila ia tidak baik maka berkata: “Jangan keburu, andaikata kamu mengtahui apa yang didepan aku daripada bahaya, nescaya kamu tidak akan keburu. Kemudian jika telah ditanam dalam kubur, didatangi oleh dua Malaikat yang hitam kebiru-biruan datang dari arah kepalanya, maka ditolak oleh sembahyangnya: Tidak boleh datang dari arahku sebab adakalanya ia semalaman tidak tidur kerana takut dari saat yang seperti ini, lalu datang dari bawah kakinya, maka ditolak oleh baktinya pada kedua orang tuanya: Jangan datang dari arahku, kerana ia biasa berjalan tegak kerana ia takut dari saat seperti ini, lalu datang dari arah kanannya, maka ditolak oleh sedekahnya: Tidak boleh datang dari arahku, kerana ia pernah sedekah kerana ia takut dari saat seperti ini, lalu ia datang dari kirinya maka ditolak oleh puasanya: Jangan datang dari arahku, kerana ia biasa lapar dan haus kerana takut saat seperti ini, lalu ia dibangunkan bagaikan dibangunkan dari tidur, lalu ia bertanya: Bagaimana pendapatmu tentang orang yang membawa ajaran kepadamu itu? Ia tanya: Siapakah itu? Dijawab: Muhammad s.a.w? Maka dijawab: Saya bersaksikan bahawa ia utusan Allah. Lalu berkata kedua Malaikat: Engkau hidup sebagai seorang mukmin, dan mati juga mukmin. Lalu diluaskan kuburnya, dan dibukakan baginya segala kehormatan yang dikurniakan Allah kepadanya. Semoga Allah memberi kita taufiq dan dipelihara serta dihindarkan dari hawa nafsu yang menyesatkan, dan menyelamatkan kami dari siksa kubur kerana Nabi Muhammad s.a.w juga berlindung kepada Allah dari siksa kubur.”

    A’isyah r.a. berkata: “Saya dahulunya tidak mengetahui adanya siksa kubur sehingga datang kepadaku seorang wanita Yyahudi, minta-minta dan sesudah saya beri ia berkata: “Semoga Allah melindungi kamu dari siksa kubur. Maka saya kira keterangannya itu termasuk tipuan kaum Yahudi, lalu saya ceritakan kepada Nabi Muhammad s.a.w maka Nabi Muhammad s.a.w memberitahu kepadaku bahawa siksa kubur itu hak benar, maka seharusnya seorang muslim berlindung kepada Allah s.w.t. dari siksa kubur, dan bersiap sedia untuk menghadapi kubur dengan amal yang soleh, sebab selama ia masih hidup maka Allah s.w.t. telah memudahkan baginya segala amal soleh. Sebaliknya bila ia telah masuk kedalam kubur, maka ia akan ingin kalau dapat diizinkan, sehingga ia sangat menyesal semata-mata, kerana itu seorang yang berakal harus berfikir dalam hal orang-orang yang telah mati, kerana orang-orang yang telah mati itu, mereka sangat ingin kalau dapat akan sembahyang dua rakaat, berzikir dengan tasbih, tahmid dan tahlil, sebagaimana ketika didunia, tetapi tidak diizinkan, lalu mereka hairan pada orang-orang yang masih hidup menghambur-hamburkan waktu dalam permainan dan kelalaian semata-mata. Saudaraku jagalah dan siap-siapkan harimu, sebab ia sebagai pokok kekayaanmu, maka mudah bagimu mendapatkan atau mencari untung laba, sebab kini dagangan akhirat agak sepi dan tidak laku, kerana itu rajin-rajinlah kau mengumpulkan sebanyak mungkin daripadanya, sebab akan tiba masa dagangan itu sangat berharga sebab pada saat itu ia berharga, maka kau tidak akan dapat mencari atau mencapainya. Kami mohon semoga Allah s.w.t. memberi taufiq untuk bersiap-siap menghadapi saat keperluan dan jangan sampai menjadikan kami dari golongan yang menyesal sehingga ingin kembali kedunia tetapi tidak diizinkan, juga semoga Allah s.w.t. memudahkan atas kami sakaratulmaut, dan kesukaran kubur, demikian pula pada semua kaum muslimin dan muslimat.

    Aamin ya Robbal aalamin. Engkau arhamurrahimin, wahasbunallahu wani’mal wakiel, walahaula wala quwwata illa billahil aliyil adhiem.”

    ================


    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu…
    Bismillaahirrohmaanirrohiim …

    Pakaian Jiwa Thursday, 05 Jamadil Awal 1430

    يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ (26)

    “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Al-A’rof : 26)

    Pemandangan ketelanjangan dan terbukanya aurat pernah terjadi ribuan tahun lalu, saat Adam dan Hawa memakan buah di surga, namun mereka segera menutupinya dengan daun-daun surga. Pemandangan itupun pernah dilakukan oleh masyarakat jahiliyah dalam ritual ibadah yang mereka anggap peninggalan nenek moyang yang perlu dilestarikan saat thowaf mengelilingi ka’bah. Saat ini pemandangan ketelanjangan pun banyak terjadi, namun dengan banyaknya pabrik pakaian belum mampu menutupi keterbukaan aurat yang sengaja diobral murah.

    Dalam seruan ini disebutkan kenikmatan Allah kepada manusia dan mensyariatkan kepada mereka agar mengenakan pakaian untuk menutup aurat yang terbuka. Penutupan aurat ini merupakan hiasan dan keindahan untuk menggantikan ketelanjangan yang buruk dan menjijikan.

    Karena itulah Allah berfirman, “Kami telah menurunkan” yakni “Kami syariatkan kepadamu dalam wahyu yang Kami turunkan”. Kata libas diartikan sebagai pakaian yang menutup aurat, atau pakaian dalam. Sedangkan risya diartikan dengan pakaian yang menutup dan menghiasi tubuh yaitu pakaian luar. Kata risya juga kadang diartikan perhiasan, harta atau keindahan (Tafsir At-Thobari). Semua itu merupakan makna yang saling mengisi dan melengkapi.

    Demikian pula disebutkan di sini: “Pakaian takwa” yang disifati “paling baik” :

    وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ

    “Pakaian takwa itu yang paling baik”

    Imam Ibnu Zaid menjelaskan makna ayat ini: “Ia bertakwa kepada Allah, maka ia menutupi auratnya, itulah pakaian takwa”

    Di sini terdapat relevansi antara pensyariatan pakaian yang menutup aurat dan perhiasan dengan ketakwaan. Keduanya adalah pakaian, yang satu menutup aurat hati dan menghiasinya dan yang satunya menutup aurat fisik dan menghiasinya. Keduanya memiliki relevansi. Dari rasa takwa kepada Allah dan malu kepada-Nya, lahirlah perasaan jijik dan malu kepada Allah kalau bertelanjang. Barang siapa yang tidak malu kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka ia tak akan peduli untuk berpenampilan telanjang dan menyeruhkan pornoaksi dan pornografi.

    Maka semakin orang itu memiliki ketakwaan, ia akan makin malu jika auratnya dipamerkan. Sebaliknya, semakin seseorang mudah dan sengaja memamerkan uaratnya, itu menandakan semakin tipis dan rendahnya nilai ketakwaan yang ada dalam dirinya.

    Menutup aurat itu bukanlah semata-mata karena tradisi lingkungan, tetapi ia adalah fitrah yang diciptakan Allah pada diri manusia. Selanjutnya ia disyariatkan oleh Allah untuk manusia, dan diberinya mereka kemampuan untuk melaksanakan dengan disediakannya potensi-potensi dan rezeki bagi mereka di bumi.

    Ustadz Sayyid Qutb mengomentari ayat ini dengan mengatakan: “Dari sini seorang muslim dapat mengaitkan serangan besar yang ditujukan kepada rasa malu dan akhlak manusia dan seruan untuk bertelanjang tubuh atas nama keindahan, seni, kemajuan, dan cinta dengan program-program zionis untuk menghancurkan kemanusiaan, bergegas untuk merusak mereka dan memperbudak mereka di bawah kekuasaan zionis. Kemudian mengaitkan semua ini dengan program yang ditujukan untuk mencabut akar-akar agama ini dalam bentuk emosional yang menyentuh jiwa. Untuk meruntuhkan akhlak itu mereka melakukan serangan sengit untuk menelanjangi jiwa dan badan. Sebagaimana dilancarkan oleh media-media yang bekerja untuk kepentingan setan-setan zionis.”

    Perhiasan “manusia” adalah menutup tubuh, sedangkan perhiasan “binatang” adalah dengan telanjang. Akan tetapi, manusia sekarang kembali kepada keterbelakangan jahiliyah, kembali ke dunia binatang dan tidak lagi mengingat nikmat Allah yang memelihara dan melindungi kemanusiaan mereka.

    Tabiat bertelanjang dan membuka aurat adalah tabiat kejahiliaan tempo dulu yang masih berlangsung sampai sekarang, masyarakat jahiliyah dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya: “Bangsa Arab -selain kaum Qurays- tidak melakukan thawaf di Baitullah dengan mengenakan pakaian yang biasa mereka kenakan. Sedangkan kaum Qurays –yaitu al-humus- boleh melakukan thawaf dengan mengenakan pakaian yang biasa mereka pakai. Barang siapa yang dipinjami pakaian oleh orang Ahmasi, maka ia melakukan thawaf dengan pakaian tersebut. Barang siapa yang mempunyai pakaian baru maka ia melakukan thawaf dengan pakaian itu. Setelah itu pakaian tersebut harus dibuang, dan tidak seorangpun mengambilnya. Dan barang siapa yang tidak memiliki pakaian baru atau tidak mendapatkan pinjaman pakaian dari seorang Ahmasi maka ia melakukan thawaf dengan telanjang dan menutupi kemaluannya dengan sedikit penutup, dan kebanyakan wanita melakukan thawaf dengan telanjang pada malam hari.”

    Tenyata bertelanjang dan membuka aurat adalah salah satu tindakan fitnah jahat dan keji yang sudah diluncurkan setan ribuan tahun yang lalu yang berakibat Nabi adam harus dikeluarkan dari surga. Oleh sebab itulah anak adam diingatkan akan bahayanya program bebuyutan mereka yang menyesatkan Adam dan anak cucunya.

    يَا بَنِي آَدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآَتِهِمَا (الأعراف : 27)

    “Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya.”

    Ini merupakan salah satu sisi peperangan yang tidak pernah berhenti antara manusia dan musuhnya (setan). Maka anak Adam tidak boleh menyerahkan diri kepada musuh untuk dijadikan sasaran fitnah, tidak boleh kalah dalam peperangan ini.

    Siapa yang betah mengenakan pakain yang kotor dan bau? Iman di dalam dada perlu selalu disucikan dari kotoran syahwat dan nafsu.

    Wallahu a’lam bisshowab

    Oleh: H. Zulhamdi M. Saad, Lc


    your comment
  • Assalaamu’alaykum Wa rahmatullahi wa barakaatuhu
    Bismillaahirrahmanirrahim…..

    Mentadaburi Al-Quran
    Zulhamdi

    Allah menurunkan Al-Quran sebagai petunjuk kepada jalan kebenaran, cahaya yang menerangi kegelapan, pelita yang membimbing di tengah perjalanan menuju akherat, kurikulum kehidupan, nasehat yang penuh manfaat, semakin dikaji semakin bertambah keimanan, semakin mendalam keilmuan, maka semakin memperkuat motivasi untuk beramal. Di dalamnya terdapat makna-makna yang lebih segar dan lebih nikmat dari air dingin bagi orang yang kehausan, lebih lembut dari hembusan angin di taman bunga, lebih terang dari sinar mentari yang menyinari alam.

    Begitulah diantara ungkapan para ulama tafsir yang mengkaji ayat-ayat Al-Quran, mereka semua ketemu kepada satu kesimpulan bahwa Al-Quran adalah kitab yang selalu baru ayat-ayatnya walau dibaca berulang-ulang, tidak akan pernah bosan mengkajinya, ia akan selalu menghadirkan suatu yang baru berupa iman, ilmu dan kefahaman, karena ia adalah mu’jizat dari sisi Alllah, kitab yang mengandung keberkahan, kemudian kita diperintahkan untuk mentadaburinya. Allah berfirman:

    كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ ص : 29
    “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS. Shaad: 29)

    Imam As-Sa’di dalam tafsirnya Taisir Karimir Rohman beliau menjelaskan, “bahwa makna ‘Mubarokun’ ialah di dalam Al-Quran terdapat keberkahan yang banyak, ilmu yang melimpah, hikmah diturunkan Al-Quran ini adalah untuk mentadaburinya, karena dengan mentadaburi dan mentafakurinya secara berulang-ulang akan mendapatkan keberkahan dan kebaikan yang banyak.”

    Imam Qusyairi dalam tafsirnya mengatakan: “Mubarokun adalah Al-Quran, yang berarti besar manfaatnya, selalu kekal dan tidak tergantikan dengan kitab yang lain, kemudian dijelaskan bahwa keberkahan itu ada dalam mentadaburi dan mentafakuri makna-maknanya.”

    Lalu yang menjadi pertanyaan kita bersama adalah: mengapa keberkahan, ketenangan, kebahagiaan, keindahan akhlak, kemuliaan, kemenangan, itu belum dapat dirasakan oleh sebagian besar umat islam, padahal Al-Quran ada di tengah-tengah mereka, sedangkan Al-Quran yang ada saat ini seperti halnya juga Al-Quran yang diturunkan kepada Rosulullah ketika itu dan dipelajari oleh para sahabat. Kemudian mereka menjadi teladan dalam keimanan mereka, dalam ibadah mereka, dalam akhlak mereka, dalam kehidupan mereka secara nyata, walaupun saat itu dengan keterbatasan yang ada, zaman yang tidak memiliki kecanggihan seperti saat ini?.

    Bukan Al-Qurannya yang salah, namun pengambilan Al-Quran itu yang berbeda, rasa kebutuhan yang kurang terhadap Al-Quran, keingianan untuk menjadikan Al-Quran sebagai satu-satunya pedoman yang membimbing kepada kehidupan yang benar itu masih belum banyak disadari, bahkan sebagian orang menganggap Al-Quran tidak penting dan tidak relevan dengan zaman sekarang bahkan berpaling darinya, lebih suka produk-produk pemikiran yang sangat tidak sejalan dengan Al-Quran.

    Ketika Allah mengatakan pada ayat:

    لَقَدْ أَنزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ الأنبياء: 10

    Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?” (QS. Al-Anbiya: 10)

    Imam Al-Qurthubi mengatakan dalam tafsirnya Al-Jami’ li ahkamil Quran, “pendapat yang paling kuat dari ayat ini adalah seperti ayat: وَإِنَّهُ لَذِكْرٌ لَكَ وَلِقَوْمِكَ

    “Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu.”. (Az-Zukhruf: 44)

    “yaitu ia merupakan kemuliaan bagi siapa yang mengamalkannya baik dari orang quraisy ataupun buhkan orang quraisy. “

    Tenyata di sinilah kuncinya, kemuliaan itu ada pada pengamalan isi Al-Quran.

    Al-Quranul karim mempunyai pengaruh yang agung dalam proses perbaikan diri dan mensucikannya. Rosulullah memiliki perhatian yang besar dalam membina sahabat-sahabatnya. Sahabat Rosulullah, Jundub bin Abdullah ra mengatakan:

    قاله جندب بن عبدالله -رضي الله عنه- قال: كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم ونحن فتيان حزاورة فتعلمنا الإيمان قبل أن نتعلم القرآن، ثم تعلمنا القرآن فازددنا به إيماناً

    “Kami bersama Rosulullah saat kami masih belia, kami mempelajari keimanan sebelum mempelajari Al-Quran, kemudian kami mepelajari Al-Quran maka bertambahlah keimanan kami.”

    Begitulah Al-Quran, bahwa ia memang bersumber dari yang Maha Kuasa, berapa banyak kisah-kisah, novel-novel, yang mungkin membuat kita terpesona dengan kisah-kisahnya, bahkan berderai air mata, haru, tersenyum, puas, namun banyak yang tak berminat lagi untuk membacanya ulang dua sampai tiga kali bahkan sampai 10 kali. Adapun Al-Quran, semakin dibaca semakin nikmat, semakin diulangi semakin bertambah kelezatannya, bahkan tak pernah bosan walau dibaca lebih dari 17 kali sehari.

    Imam Ibnul Qayyim mengatakan: “Kalau sekiranya orang-orang mengetahui apa-apa yang di dalam Al-Quran mereka akan sibuk dengannya dari pada urusan lainnya. Apabila engkau baca dengan tafakur, kemudian engkau temui ayat yang mengobati hatimu engkau akan ulang-ulangi ayat itu walaupun sampai seratus kali, walaupun sepanjang malam. Membaca ayat dengan tafakur lebih baik dari menghatamkannya tanpa tadabur dan pemahaman, dan lebih memberi manfaat bagi hati, menghantarkan kepada keimanan dan merasakan manisnya Al-Quran.” (Kitab Miftah Darus Sa’dah 1/553-554)

    Begitulah para salafusholih dalam mentadaburi Al-Quran. Suatu malam Rosulullah saw sholat dan mengulangi-ulangi ayat yang sama إن تعذبهم فإنهم عبادك و إن تغفرلهم فإنك أنت العزيز الحكيم sampai shubuh menjelang.”

    Begitulah juga kisah Imam Abu Hanifah yang diceritakan oleh Yazid bin Al-Kimyat, ia berkata: “Abu Hanifah adalah seorang yang sangat takut kepada Allah SWT, suatu malam Ali bin Al-Husain membaca Surat Al-Zilzalah (Idza Dzul zilatil ardhu zil zalaha) ketika sholat isya, dan Abu Hanifah berada di belakangnya. Ketika selesai sholat, orang-orang keluar dari masjid dan aku melihat kepada Abu Hanifah sedang duduk, berdzikir kemudian ia sholat dan mengulangi membaca surat Al-Zilzalah. Aku memutuskan untuk pergi meninggalkannya sehingga beliau tidak terganggu dengan keberadaanku. Lalu aku keluar dari masjid. Ketika aku keluar, aku tinggalkan sebuah lampu yang minyaknya tinggal sedikit. Ketika aku tiba kembali saat fajar, lalu aku mengumandangkan azan dan menyalakan lampu. Ketika itu aku melihat Abu Hanifah masih berdiri sambil membaca surat Al-Zilzalah berulang-ulang. Ketika melihatku ia bertanya, “Apakah engkau akan mengambil lampu?” lalu ku jawab: “Aku telah mengumandangkan azan shubuh.” Kemudian ia berkata: “Sembunyikan apa yang engkau lihat dariku”. Lalu ia sholat dua rakaat, kemudian duduk menunggu iqomat, dan sholat shubuh bersama kami masih dengan wudhu tatkala ia sholat isya malam sebelumnya.

    Maka ‘tidak mengkaji dan mentadaburi Al-Quran’ merupakan salah satu tanda bahwa ada pintu yang terkunci rapat sehingga menutupi hati ini. Tutup itu harus dibuka, dan kuncinya adalah mentadaburi Al-Quran, agar cahaya iman masuk ke dalamnya. Allah berfirman:

    أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا 24

    “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)

    Syeikh Muhammad Sayyid Thotowi dalam tafsir Al-Wasith mengomentari ayat ini dengan mengatakan: “ayat ini adalah pengingkaran kepada orang-orang munafik yang mereka berpaling dari Al-Quran, bahkah mereka tidak mau mentadaburinya, walaupun di dalamnya penuh dengan pelajaran, perintah dan larangan, karena di hati mereka ada tutup yang menghalangi antara mereka dan tadabur. ‘Al-Aqfalun’ bentuk jama’ dari Quflun, yaitu berupa alat untuk mengunci pintu atau sejenisnya, maksud ayat ini adalah penjelasan bahwa hati mereka tertutup dan terkunci rapat, tidak masuk keimanan ke dalamnya dan tidak keluar darinya kemunafikan dan kekufuran.”

    Begitu juga penjelasan ayat diatas dalam tafsir Al-Kasyaf, “bahwa maksud hati di sini ada dua, pertama hati yang keras, dan kedua hati sebagian orang munafik, adapun kunci di sini adalah kekufuran yang mengunci rapat hati mereka.”

    Imam Sayyid Thontowi melanjutkan, “bahwa para ulama mengatakan ayat di atas menunjukkan wajib hukumnya mentadaburi dan mentafakuri ayat-ayat Al-Quran, kemudian mengamalkan apa yang di dalamnya, dari petunjuk, perintah dan larangan, adab dan hukum-hukumnya, karena tidak mentadaburinya akan menyebabkan kepada kekerasan hati serta kesesatan jiwa, sebagimana keadaan orang-orang munafik.”

    Hal senada diungkapkan oleh Ustadz Sayyid Qutb dalam tafsirnya, ketika mengomentari ayat ini beliau mengatakan: “Tadabur Al-Quran menghilangkan penutup hati, membuka jendelanya, memperoleh cahaya, menggerakan perasaan (indera), menguatkan hati, mengikhlaskan nurani (batin), menumbuhkan kehidupan di dalam jiwa, berkilau dengannya, kemudian terbit dan menyinari.”

    Bahkan Syeikh Syinqithi dalam tafsir beliau Adhwa’ul Bayan, ketika menjelas ayat di atas beliau dengan agak keras mengatakan bahwa, “Allah mencela orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Allah sebagaimana dijelaskan dalam firmannya:

    وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ فَأَعْرَضَ عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدَاهُ إِنَّا جَعَلْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَنْ يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا وَإِنْ تَدْعُهُمْ إِلَى الْهُدَى فَلَنْ يَهْتَدُوا إِذًا أَبَدًا الكهف : 57

    “Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya lalu dia berpaling dari padanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka; dan kendatipun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” (Al-Kahfi: 57)

    Maka kata beliau melanjutkan, “ayat di atas menunjukkan bahwa mentadaburi Al-Quran, memahaminya dan mempelajarinya adalah suatu keharusan bagi kaum muslimin. Siapa saja yang tidak disibukkan dengan mentadaburi ayat-ayat Allah, atau memahaminya, mempelajari makna-maknanya kemudian mengamalkannya, maka ia termasuk ‘mu’ridh’ atau orang yang berpaling, dan termasuk orang yang dicela dalam ayat di atas jika Allah telah memberinya kefahaman untuk dapat mentadaburinya.”

    Rosulullah pernah mengadu kepada Allah bahwa kaumnya telah meninggalkan Al-Quran, sebagaimana firman-Nya:

    وَقَالَ الرسول يارب إِنَّ قَوْمِي اتخذوا هذا القرآن مَهْجُوراً

    Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan.” (QS. Al-Furqan : 30)

    Imam Ibnul Qayyim menjelaskan ayat ini dalam kitab Al-Fawaid: “Tidak mengacuhkan Al-Quran memiliki beberapa macam pengertian: Pertama, tidak mendengarkan dan mengimaninya. Kedua, tidak mengamalkannya, tidak peduli dengan halal dan haramnya, walaupun ia membaca dan mengimaninya. Ketiga, meninggalkannya ialah tidak menjalankan hukum-hukumnya. Keempat, meninggalkannya dengan tidak mentadaburi, memahaminya dan mengetahui maksud dari apa yang disampaikan Allah dalam ayat-ayat-Nya. Kelima, meninggalkan al-Quran dalam arti tidak menjadikan Al-Quran sebagai obat dari penyakit-penyakit hati.”

    Apa buah dari mentadaburi Al-Quran? Diantara hasil yang didapat dari mentadaburi Al-Quran antara lain:

    Pertama, menghasilkan keyakinan yang semakin mantap di dalam hati, rasa takut dan harap serta merasakan keagungan Allah.
    Al-Quran adalah laksana air yang hati sebagai mana air hujan menyirami tumbuhan. Pohon tidak dapat hidup, bahkan ia akan kering dan mati jika tidak disirami oleh air. Begitu juga hati akan mati dan dan keras jika jika tidak pernah disirami Al-Quran, hilang rasa sensitifnya, halal dan haram sama saja, bahkan menjadi remang, dosa atau tidak dosa sudah tidak dapat lagi dibedakan, bahkan memandang kemaksiatan adalah satu hal yang biasa. Hati yang selalu disirami Al-Quran akan selalu hidup, mempunyai pengaruh, sehingga bergetarlah jiwanya ketika mendengar ayat-ayat Allah. Begitulah ungkapan tadabur yang indah di dalam ayat 21-23 surat Az-Zumar, sebagaimana artinya:

    Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.

    Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.

    Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang yang dapat memberi petunjuk.” (QS. Az-Zumar 21-23).

    Kedua, bertambahnya keimanan dan merasakan kelapangan hati.

    وإِذَا مَا أُنزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَاناً فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُواْ فَزَادَتْهُمْ إِيمَاناً وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ سورة التوبة 9/124

    “Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.” (QS. At-Taubah: 124)

    Orang-orang yang beriman selalu merasa gembira dan lapang hatinya ketika ayat-ayat Allah disampaikan.

    Ketiga, kemenangan umat muslimin dengan Al-Quran.

    Sebagaimana telah dibuktikan oleh kemenangan umat islam pada masa-masa keemasannya, yang menjadikan Al-Quran sebagai satu-satunya sumber inspirasi yang mereka mempelajarinya tidak lebih dari 10 ayat dan tidak pindah kepada ayat selanjutnya sebelum mereka mengamalkannya.

    Seorang pemimpin Prancis mengatakan dalam peringatan 100 tahun penjajahan Al-Jazair: “Sesungguhnya kita tidak akan menang terhadap orang-orang Al-Jazair, selagi mereka membaca Al-Quran dan berbahasa arab, maka wajib bagi kita untuk menghilangkan Al-Quran yang berbahasa arab dari keberadaannya dan mencabut ucapan bahasa arab dari lisan mereka.”

    Hal itupun telah mereka perbuat terhadap Turki dan Negara islam lainnya.

    Bagaimana mentadaburi Al-Quran? Diantara cara mentadaburi Al-Quran sebagai berikut:

    Pertama, menghadirkan hati dan fikiran. Kemudian bacalah Al-Quran dengan tartil, dengan bacaan terbaik yang kita mampu, karena kekhusyu’an dalam membaca Al-Quran sangat membantu dalam mentadaburi dan memahaminya.

    Kedua, merasakan keagungan Allah seakan-akan Allah sedang berbicara dengan kita melalui Al-Quran. Imam Ali berkata; “Jika aku ingin Allah berkata-kata denganku maka aku membaca Al-Quran, jika aku ingin berbicara dengan Allah maka aku lakukan sholat.”

    Ketiga, berusaha memahami arti dan maksudnya, sambil menggunakan kitab tafsir dan Al-Quran terjemah, kitab tafsir yang dapat membantu seperti Tafsir Ibnu Katsir, tafsir Fi Zhilalil Quran, dan tafsir Syeikh Sa’di.

    Keempat, menghubungkan Al-Quran dengan realitas kehidupan yang sedang kita rasakan, kemudian berusaha untuk mengamalkan apa yang dapat difahami dari ayat-ayat tersebut. Sebagaimana para sahabat yang mempelajari Al-Quran dengan satu tujuan, yaitu untuk mengamalkan isinya, bukan untuk menambah wawasan ataupun sekedar menikmati cerita, kisah dan bacaannya. Mereka mempelajari sepuluh ayat, setelah mereka mengamalkannya mereka melanjutkanya pada ayat-ayat selanjutnya.

    Wallahu a’lam bishowab.

    Tripoli, 5 Februari 2010
    H. Zulhamdi M. Saad, Lc

    =======================


    your comment


    Follow this section's article RSS flux
    Follow this section's comments RSS flux