• Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu...
    Bismillaahirrohmaanirrohiim ..

    YAKIN DENGAN PERTOLONGAN ALLAH


    Islam itu tinggi dan tidak ada yang melebihi Hakikat yakin kepada Allah nampak dalam beberapa tahapan lemah, karena yang memiliki keyakinan bukanlah orang yang cerah sanubarinya, lapang dadanya dan berseri mukanya saat melihat kekuatan islam, kemuliaan penganutnya dan berita gembira kemenangannya.

    Yakin adalah milik orang yang percaya kepada Allah bila kegelapan telah hitam pekat, sangat sempit, kesulitan sudah bertumpuk-tumpuk, dan semua umat saling menyatakan sikap permusuhan dengan terang-terangan. Karena sesungguhnya harapannya kepada Allah sangat besar dan dia yakin bahwa kesudahan bagi orang-orang yang bertaqwa dan masa depan untuk agama ini.

    Dan karena sesungguhnya mujahid (pejuang) berusaha untuk menegakan agama Allah di muka bumi, maka sesungguhnya jalannya menuju hal itu adalah sabar dan yakin. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: 'Aku mendengar Syaikhul Islam rahimahullah berkata: 'Dengan kesabaran dan keyakinan dicapai kepemimpinan dalam agama, kemudian dia membaca firman Allah :

    وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِئَايَاتِنَا يُوقِنُونَ
    Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (QS. as-Sajdah :24)

    Pemberian paling penting yang diberikan kepada seseorang adalah yakin, sebagaimana dalam hadits:
    وَسَلُوْا اللهَ الْيَقِيْنَ وَاْلمُعَافَاَة فَإِنَّهُ لَمْ يُؤْتَ أَحَدٌ خَيْرًا مِنَ الْمُعَافَاةِ
    "Mintalah kepada Allah  yakin dan afiyat, maka sesungguhnya seseorang tidak diberikan setelah yakin yang lebih baik dari pada afiyah." Shahih al-Jami' no. 4072 (Shahih).

    Tidak binasa umat ini kecuali ketika anak-anaknya tidak mau menyumbangkan kesungguhan yang diberikan untuk kemenangannya, kemudian meneguk beberapa gelas harapan tanpa bekerja. Karena itulah Rasulullah  bersabda:
    صَلاَحُ أَوَّلِ هذِهِ اْلأُمَّةِ بِالزُّهْدِ وَالْيَقِيْنِ وَيَهْلِكُ آخِرُهَا باِلْبُخْلِ وَاْلأَمَلِ

    "Kebaikan generasi pertama umat ini adalah dengan zuhud dan yakin, dan binasa yang terakhirnya dengan bakhil dan angan-angan." Shahih al-Jami' no. 3845 (Hasan).

    Dan karena hanya Allah sajalah yang mengetahui perkara gaib, maka kita tidak mengetahui kapan datang pertolongan? Dan kita tidak mengetahui di manakah kebaikan? Akan tetapi yang kita ketahui sesungguhnya umat kita adalah umat yang baik –dengan ijin Allah - diharapkan baginya pertolongan dari Allah -walaupun setelah beberapa masa-, dan Rasulullah mengisyaratkan kepada hal itu dengan sabdanya :
    مثل أمتي مثل المطر لا يدرى أوله خير أم آخره
    "Perumpamaan umatku seperti hujan, tidak diketahui apakah permulaannya yang baik atau akhirnya." Shahih al-Jami' no. 5854 (Shahih).

    Kita tidak tahu lewat tangan generasi manakah Allah akan menyingkap awan dan mengangkat perkara umat ini, akan tetapi yang kita ketahui sesungguhnya sunnatullah di alam ini adalah sebagaimana yang dikabarkan Rasulullah :
    لاَيَزَالُ اللهُ يَغْرِسُ فِى هذَا الدِّيْنِ غَرْسًا يَسْتَعْمِلُهُمْ فِيْهِ بِطَاعَتِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
    "Allah senantiasa menanamkan di dalam agama ini, mempekerjakan mereka untuk taat kepada-Nya hingga hari kiamat." Shahih al-Jami' no. 7692 (hasan).

    Banyak sekali kabar gembira dalam sunnah Rasulullah , membangun kembali semangat dan meneguhkan keyakinan. Di antaranya janji Allah bahwa kerajaan umat ini akan mencapai Timur dan Barat, dan masih banyak wilayah yang belum jatuh di bawah kekuasaan kaum muslimin, dan Islam harus menaklukkannya, sebagaimana di dalam hadits:

    "Sesungguhnya Allah memperlihatkan bumi untukku, maka aku melihat Timur dan Baratnya, dan sesungguhnya kekuasaan umatku akan mencapai yang dilipat untukku darinya." Shahih Muslim, kitab fitan, bab ke lima, hadits 19/2889

    Apabila kita mengetahui bahwa asal di dalam Islam adalah tinggi, memimpin, dan kuat, maka kita tidak berputus asa karena lemahnya kaum muslimin dalam satu kurun waktu. Rasulullah bersabda:الإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى
    "Islam itu tinggi dan tidak ada yang melebihi.' Shahih al-Jami' no 1778 (hasan)

    Rasulullah mengabarkan terus menerus bertambahnya Islam:
    وَلاَيَزَالُ اْلإِسْلاَمُ يَزِيْدُ, وَيَنْقُصُ الشِّرْكُ وَأَهْلُهُ, حَتىًّ تَسْيُر الْمَرْأَتَانِ لاَتَخْشَيَانِ إِلاَّ جوْرًا, وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَتَذْهَبُ اْلأَيَّامُ وَاللَّيَالِي حَتَّى يَبْلُغَ هذَا الدِّيْنُ مَبْلَغَ هذَا النَّجْمَ

    "Islam senantiasa bertambah, syirik dan penganutnya berkurang, sehingga dua orang wanita berjalan dan tidak takut kecuali perbuatan aniaya. Demi (Allah) yang diriku berada di tangan-Nya, tidak berlalu hari dan malam sehingga agama ini mencapai tempat bintang ini." Shahih al-Jami' no. 1716, (Shahih), dan awalnya: sesungguhnya Allah menerima Syam denganku

    Harapan tetap ada dan meluasnya kekuasaan kaum muslimin terus berlanjut –dengan ijin Allah -. Rasulullah telah memberikan kabar dengan berita-berita gembira yang melunakkan segala keputus asaan, menetapkan setiap orang yang mendapat cobaan, melapangkan hati setiap orang yang kehilangan harapan dengan para penganut agama ini, ketika ia tidak mendapatkan secercah harapan yang berkilau untuknya, di mana beliau bersabda:
    بشّر هذِهِ اْلأُمَّةُ باِلسَّنَاءِ وَالدّيْنِ وَالرِّفْعَةِ وَالنَّصْرِ وَالتَّمْكِيْنِ فِى اْلأَرْضِ...
    "Umat ini diberi kabar gembira dengan keluhuran, agama, ketinggian, kemenangan dan keteguhan di muka bumi…" Shahih al-Jami' no. 2825 (Shahih).

    Jihad terus berlanjut hingga hari kiamat. Dan golongan yang nampak di atas kebenaran tidak membahayakannya orang yang menghinanya, ia terus berlanjut hingga datang perkara Allah. Dalam hal itu Nabi bersabda:
    لَنْ يَبْرَحَ هذَا الدِّيْنُ قَائِمًا يُقَاتِلُ عَلَيْهِ عصَابَةٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ حَتىَّ تَقُوْمَ السَّاعَةُ
    "Agama ini senantiasa tegak, berperang atasnya segolongan dari kaum muslimin hingga terjadi hari kiamat." Shahih Muslim, kitab imarah, bab ke 53 hadits 174/1922

    Standar di sisi Allah bukan standar manusia, sesungguhnya Allah menjadikan kekuatan dari yang lemah. Hal itu jelas dalam merenungkan sabda Rasulullah :
    إِنَّ اللهَ يَنْصُرُ هذِهِ اْلأُمَّةَ بِضَعِيْفِهَا, بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلاَتِهِمْ وَإِخْلاَصِهِمْ
    "Sesungguhnya Allah menolong umat ini dengan yang lemahnya, dengan doa, shalat dan ikhlas mereka." Shahih Sunan an-Nasa`i, kitab jihad, bab ke 43, hadits no. 2978.

    Sesungguhnya seorang muslim yang diseret dengan belenggu, ditahan di sel, diburu di setiap tempat, tidak punya senjata, fakir yang papa, dengan do'a, shalat dan ikhlasnya Allah menolong umat ini. Sekalipun dengan segala kelemahan yang tergambar padanya. Sebagaimana Rasulullah mengisyaratkan:
    رُبَّ أَشْعَثَ مَدْفُوْع بِاْلأَبْوَابِ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ َلأَبَرَّهُ
    "Berapa banyak orang yang berambut kusut, ditolak di depan pintu (kalau ia meminta atau melamar, pent), jika ia bersumpah kepada Allah niscaya Dia mengambulkannya."Shahih Muslim, kitab birr wa shilah, bab ke 40, hadits no 138/2622.

    Sungguh kita melihat pada hari ini kekuatan berada di tangan musuh-musuh kita dan kemenangan untuk mereka terhadap kita…akan tetapi kita tidak lupa bahwa Allah yang mengatur alam ini dan mata-Nya tidak lalai dari hamba-hamba-Nya yang beriman, Dia tidak akan ridha mereka selalu hina dan terus menerus dikuasai. Sebagaimana sabda Rasulullah :

    المِيْزَانُ بِيَدِ الرَّحْمنِ يَرْفَعُ أَقْوَامًا وَيَضَعُ آخَرِيْنَ
    "Timbangan (neraca) berada di tangan ar-Rahman, Dia mengangkat suatu kaum dan merendahkan yang lain." Shahih al-Jami' no. 6737 (Shahih).

    Dia pasti akan mengangkat kita setelah merendahkan kita, apabila Dia melihat dari kita kesungguhan usaha untuk mendapat ridha-Nya.

    Di setiap abad, Allah mengembalikan rasa yakin di dalam jiwa umat, dengan menjadikan padanya orang-orang yang berlomba dalam kebaikan, tidak memperdulikan berbagai cobaan, manusia mengikuti mereka, seperti dalam hadits:
    فِى كُلِّ قَرْنٍ مِنْ أُمَّتِي سَابِقُوْنَ

    "Dalam setiap abad dari umatku ada orang orang yang berlomba (dalam kebaikan)." Shahih al-Jami' no. 4267 (hasan).
    Sebagaimana Dia menjadikan dalam umat ini orang yang meluruskan pemahaman baginya, berjalan dengannya di atas kesungguhan, membimbingnya menuju petunjuk, memperbaharui baginya perkara agamanya. Rasulullah memberi kabar gembira dengan hal itu, dia bersabda:
    إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهذِهِ اْلأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا أَمْرَ دِيْنِهَا

    "Sesungguhnya Allah membangkitkan untuk umat ini di atas setiap seratus tahun orang yang memperbaharui baginya agamanya." Shahih Sunan Abu Daud karya al-Albani, kitab Malahim, bab 1, hadits no. 4606/4291

    Bisa jadi kelapangan itu datang lewat tangan para pendahulu, dan bisa jadi lewat tangan para pembaharu, akan tetapi kesusahan tidak akan kekal.

    Semua musuh Islam jatuh dalam lingkaran ancaman Allah dengan berperang. Dan siapa yang Allah memeranginya, maka tidak ada takut darinya dan tidak ada harapan terus berlangsung kekuasaanya terhadap kita. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi:
    مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ...
    "Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka sungguh Aku memberitahukannya dengan berperang…" Shahih al-Bukhari, kitab riqaq, bab ke 38, hadits no. 6502

    Maka hendaklah kita saling berwasiat untuk tetap sabar di atas bala musibah, tetap teguh apabila terjadi qadha (keputusan), hendaklah kita menjadi pemberi kabar gembira yang baik dan tidak menjadi pemberi ancaman yang buruk, dan hendaknya kita mengatakan kepada orang-orang yang putus asa setelah begitu lama menunggu seperti yang disabdakan Nabi kepada para sahabatnya, saat mereka mengadu karena banyaknya bala musibah dan beratnya:
    وَاللهِ لَيُتِمَّ اللهُ هذاَ اْلأَمْرَ...وَلكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُوْنَ

    "Demi Allah, Allah akan menyempurnakan perkara ini…akan tetapi kamu meminta segera." Shahih Sunan Abu Daud karya Syaikh al-Albani, bab 107, hadits no. 2307/2649

    Sesungguhnya keyakinan yang dikehendaki Allah dari hamba-Nya adalah keyakinan yang terwujud pada Ibu Nabi Musa dalam praktiknya, ketika Dia berfirman tentang dia:
    فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلاَتَخَافِي وَلاَتَحْزَنِي
    dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil).Dan janganlah kamu khawatir dan jangan (pula) bersedih hati,. (QS. al-Qashash:7)

    seperti inilah, dia melemparnya di sungai Nil dan tidak merasa takut dan tidak pula bersedih hati, padahal biasanya sungai besar sangat berbahaya bagi anak kecil yang masih menyusu, dan Allah menentukan keselamatan untuknya, dan Fir'aun memungut bayi yang masih menyusu, dia tidak takut dari pemeliharaannya di istananya, karena biasanya bayi yang masih menyusu tidak takut terhadap orang yang mengasuhnya. Maka kebinasaan Fir'aun lewat tangannya. Seperti inilah keajaiban kekuasaan Allah .

    Rasulullah menceritakan tentang tiga golongan manusia yang tidak ada kebaikan pada mereka: "Tiga golongan, janganlah engkau bertanya tentang mereka …dan laki-laki yang ragu terhadap perkara Allah , putus asa dari rahmat-Nya." Shahih al-Jami' no. 3059 (Shahih). Karena itulah, sesungguhnya umat yang diselimuti keraguan dan dililit keputusasaan, tidak bisa diharapkan kebaikannya selama ia tidak membanyak kembali rasa percaya diri dan keyakinan dengan pertolongan Allah , Rabb semesta alam.,

    Sesungguhnya beriman kepada Qadar (ketentuan Allah ) adalah salah satu sumberi keyakinan bahwa kesudahan adalah untuk orang-orang yang bertaqwa. Karena itulah Rasulullah bersabda:
    إِنَّ لِكُلِّ شَيْئٍ حَقِيْقَةً وَمَا بَلَغَ عَبْدٌ حَقِيْقَةَ اْلإِيْمَانِ حَتىَّ يَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَهُ وَمَا أَخْطَأَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَهُ

    "Sesungguhnya bagi setiap sesuatu ada hakikat, dan seorang hamba tidak bisa mencapai hakikat iman sehingga ia mengetahui bahwa sesuatu yang ditakdirkan akan menimpanya tidak akan meleset darinya, dan sesuatu yang tidak ditakdirkan kepadanya tidak akan menimpanya." Shahih al-Jami' no. 2150 (Shahih).

    Sungguh umat telah melewati beberapa masa kelemahan, maka kita tidak lupa bahwa ia adalah taqdir Allah yang mampu mengembalikan kemuliaan yang hilang, mengembalikan kepemimpinan yang telah berlalu, dan kondisi manusia naik dan turun, seperti dalam hadits:

    مَثَلُ الْمُؤْمِنِ مَثَلُ السُّنْبُلَةِ تَمِيْلُ أَحْيَانًا وَتَقُوْمُ أَحْيَانًا
    "Perumpamaan seorang mukmin seperti tangkai, terkadang miring dan terkadang berdiri." Shahih al-Jami' no. 5845 (Shahih) dan no. 5844 yang berbunyi: Terkadang lurus dan terkadang merunduk. (Shahih).

    Yang penting ia terkadang berdiri – dan itu adalah sunnah kauniyah- dan hari ini pasti akan tiba –apabila semua sebab telah terpenuhi-.

    Seperti inilah berlalu sunnatullah di semua umat, seperti dalam hadits:
    عُرِضَتْ عَلَيَّ اْلأُمَمُ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرُّهَيْطُ وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلاَنِ وَالنَّبِيَّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ...
    "Diperlihatkan kepadaku semua umat, maka aku melihat seorang nabi dan bersamanya ada rombongan kecil, seorang nabi dan bersamanya ada seorang dan dua orang laki-laki, dan seorang nabi yang tidak ada seorangpun bersamanya…"Shahih Muslim, kitab iman, bab ke 94, hadits no. 374/220 (Syarh an-Nawawi 3/93)

    Kendati demikian dakwah terus berlangsung dan tetap ekses, sekalipun mengalami kelemahan di sebagian waktu. Seorang nabi tidak akan dicela karena tidak ada yang mengikutinya sekalipun ia telah mengorbankan segenap kemampuan dalam dakwahnya.


    Sebagaimana seorang mujahid tidak dicela karena tidak bisa mencapai kemenangan, sekalipun ia berjihad dalam waktu yang lama. Yang membuat kita dicela adalah karena kurang melakukan sebab (usaha), tidak mau berjuang sebatas kemampuan –sekalipun sedikit- dan yang tersisa diserahkan kepada Allah saat Dia menghendaki.

    Dan tatkala para syuhada merasa khawatir terhadap orang-orang yang masih hidup sesudah mereka yaitu lemah kepercayaan yang membawa kepada enggan berjihad, atau merasa putus asa dari hasilnya, mereka berkata kepada Rabb mereka :
    مَنْ بَلَّغَ إِخْوَانَنَا عَنَّا أَنَّا أَحْيَاءٌ فِى الْجَنَّةِ نُرْزَقُ لِئَلاَّ يَزْهَدُوْا فِى الْجِهَادِ وَلاَينكلوا فِى الْحَرْبِ. فَقَالَ اللهُ سبحانه: أَنَا أُبَلِّغُهُمْ عَنْكُمْ

    "Siapakah yang menyampaikan kepada saudara-saudara kami yang masih hidup tentang kami, sesungguhnya kami tetap hidup di surga mendapat rizqi, agar mereka tidak enggan berjihad dan tidak mundur saat berperang.' Allah berfirman: 'Aku menyampaikan kepada mereka tentang kamu…' Shahih Sunan Abu Daud karya al-Albani, kitab jihad, bab ke 27, hadits no. 2199/2520 (Hasan), dan dalam Shahih al-Jami no. 5205 (Shahih).

    Maka malam pasti akan berlalu, buih pasti akan sirna, dan yang berguna bagi manusia pasti akan menetap di muka bumi dan berlalulah taqdir Rabb semesta alam bahwa kesudahan adalah untuk orang-orang yang beriman.

    Kesimpulan:
    Orang yang memiliki keyakinan percaya kepada Allah bilamana dunia menjadi sempit atasnya.
    -Kepemimpinan dalam agama diperoleh dengan sabar dan yakin.
    -Yakin adalah sebaik-baik yang diberikan kepada seseorang.
    -Allah senantiasa menanam untuk agama ini…dan kebaikan pasti akan tiba dengan ijin Allah .
    -Di antara kabar gembira dengan pertolongan Allah :
    •Kerajaan umat akan mencapai Timur dan Barat.
    •Islam itu tinggi dan tidak ada yang melebihi, ia bertambah dan syirik berkurang.
    •Janji dengan keteguhan dan agama senantiasa tetap tegak.
    •Allah menolong umat dengan orang yang lemah, mengangkat suatu kaum dan merendahkan yang lain.
    •Di setiap masa/abad ada orang-orang terdahulu/berlomba (dalam kebaikan) dan pembaharu, dan Allah mengabarkan musuh-musuhnya berperang.
    •Pertolongan pasti akan tiba, akan tetapi manusia meminta segera atau ragu-ragu, dan iman mereka lemah kepada taqdir.
    •Janji pasti akan tiba, akan tetapi Allah yang menentukan waktunya.
    •Tidak mengapa sedikitnya pengikut, akan tetapi kesalahan adalah tidak melakukan sebab (usaha).

    http://www.islamhouse.com/p/205124


    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu...
    Bismillaahirrohmaanirrohiim .....

    KIAT-KIAT AGAR SELALU BERLAPANG DADA

    Segala puji hanya bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:

    Sesungguhnya kesempitan dada dan apa yang menimpa seorang muslim berupa kebimbangan dan kebingungan serta kesedihan adalah perkara yang tidak seorangpun bisa menghindarinya.

    Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Aku berfikir tentang usaha para cendikiawan, maka aku melihat bahwa usaha mereka mengarah pada satu hal, sekalipun jalan dan cara mendapatkannya berbeda-beda, aku melihat mereka semua berusaha untuk menghilangkan rasa bimbang dan kebimbangan dari diri mereka.

    Ada orang yang menghilangkanya dengan cara makan dan minum, dan yang lain dengan cara berdagang dan berusaha, sementara yang lain dengan menikah, atau terkadang orang mengejarnya dengan bermain-main dan bersenda gurau dan lain-lain.

    Akan tetapi aku tidak melihat salah satu dari jalan-jalan di atas yang bisa mengantarkan seseorang kepadanya, bahkan bisa jadi realitanya justru kebanyakan dari jalan-jalan di atas, mengarahkan kepada titik yang berlawanan.

    Hanya dengan kembali kepada Allah SWT semata dan mengutamakan keridhaan -Nya maka dialah jalan yang menghilangkan kebimbangan. Tidak ada jalan yang lebih bermanfaat bagi hamba selain jalan ini, dan lebih pasti dalam menghantarkan seorang muslim kepada kenikmatan hidup dan kebahagiaan”.Al-Jawabul Kafi, halaman:171-172 dan telah diringkas oleh Ibnul Qoyyi rahimahullah.

    Ibnul Qoyyim rahimahullah telah menyebutkan beberapa kiat agar dada menjadi lapang:

    Pertama:
    Tauhid, kesempurnaan tauhid pada seseorang akan menentukan sejauhmana ia akan merasakan kelapangan dalam dadanya.

    Allah SWT berfirman:
    Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (QS. Al-Zumar: 22)


    Allah swt berfirman:
    Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit”. (QS. Al-An’am: 125.)

    Maka hidayah dan tauhid adalah sebab utama yang paling agung yang membawa kepada kelapangan dalam dada, sementara kesyirikan dan kesesatan adalah sebab utama terjadinya kesempitan dan kesesakan dada.

    Kedua:
    Cahaya yang dihunjamkan oleh Allah SWT di dalam hati seorang hamba, yaitu berupa cahaya iman, sungguh dia bisa membuat dada menjadi lapang, melegakan jiwa dan membahagiakan hati.

    Namun jika cahaya ini hilang dari dada seorang hamba maka dia akan menjadi sempit dan sesak, se hingga dia terperosok ke dalam penjara yang paling sempit dan sulit. Maka ukuran bagian seseorang dari rasa kelapangan dada ini setingkat dengan bagian yang didapatkannya dari cahaya hidayah dan iman ini. Allah SWT berfirman:


    Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan . (QS, Al-An’am: 122)

    Ketiga:
    Ilmu. Sungguh, ilmu itu bisa melapangkan dada, dan melegakannya sehingga dia lebih luas dari dunia, semantara kebodohan akan mengakibatkan kesempitan, kesesakkan dan terpenjara. Semakin banyak ilmu yang dimiliki seseorang maka semakin luas dan lapang dadanya. Namun hal ini bukan untuk setiap ilmu, akan tetapi maksudnya adalah ilmu yang diwariskan dari Nabi Muhammad SAW, ilmu yang bermanfaat. Pemilik ilmu ini adalah orang yang paling lapang dadanya, paling luas hatinya, paling baik akhlaknya serta paling bagus kehidupan yang dirasakannya.

    Keempat:
    Kembali kepada Allah SWT dan mencintainya dengan sepenuh hati, mendekat kepada Allah SWT, merasa nikmat dengan beribadah kepada -Nya, maka tidak ada yang lebih lapang bagi dada seorang hamba selain hal itu. Allah SWT berfirman:

    Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan . (QS. Al-Nahl: 97)

    Sehingga dia terkadang berkata; Seandainya aku hidup di dalam surga dengan keadaan seperti ini maka sungguh ini adalah kehidupan yang sangat baik. Cinta kepada Allah SWT memiliki dampak yang sangat mengagumkan dalam menciptakan lapangnya dada, nikmatnya hati, dan dia tidak akan pernah dirasakan kecuali oleh orang yang kembali kepada Allah SWT, dan setiap kali rasa cinta itu lebih kuat dan meningkat maka dada akan lebih lapang dan lega.

    Dan di antara sebab yang menjadikan hati ini sempit adalah berpaling dari Allah Azza Wa Jalla dan hati bergantung kepada selain Allah SWT, lalai dalam berzikir kepada Allah SWT dan justru mencintai selain Allah SWT. Allah SWT berfirman:

    Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan membangkitkankannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS. Thaha: 124)

    Sesungguhnya orang yang mencintai sesuatu selain Allah SWT maka dia tersiksa dan hatinya terpenjara oleh kecintaannya terhadap hal tersebut.

    Kelima:
    Senantiasa berzikir kepada Allah SWT dalam segala keadaan dan tempat. Kelalaian memiliki dampak yang sangat mencengangkan dalam menciptakan kesempitan dada, perasaan terpenjara dan tersiksa. Allah SWT berfirman:

    (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS.Al-Ra’du: 28)

    Keenam:
    Berbuat baik kepada orang lain, memberikan bantuan kepadanya dengan harta, kekuasaan, jasa dan kerja badan serta berbagai kebaikan lainnya. Sesungguhnya, orang mulia yang baik adalah orang yang paling lapang dadanya, paling baik jiwanya, paling nikmat perasaan hatinya, sementara orang yang bakhil, yaitu orang yang tidak mau berbuat baik kepada orang lain, dan dia adalah orang yang paling sempit hidupnya dan
    paling keruh kehidupannya.

    Disebutkan di dalam Ashahihaini dari Abi Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Perumpamaan orang yang pelit dan orang yang dermawan adalah seperti seorang lelaki yang memakai baju dari besi, mereka berdua terpaksa harus mengulurkan tangan mereka ke tulang selangka mereka, maka setiap kali orang yang suka bersedekah itu ingin mengeluarkan shadaqahnya, maka dia semakin meluas sehingga bekas-bekasnyapun menghilang, dan setiap kali orang yang kikir ingin mengeluarkan shadaqahnya maka setiap lubang baju besi itu menyempit sehingga mengerut pada tubuhnya akhirnya membelenggu kedua tangannya kepada tulang selangkanya, dan didengar bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Lalu dia berusaha memperluasnya namun baju itu tidak bisa melebar”.Al-Bukhari: no: 2917 dan Muslim: 1021

    Ketujuh:
    Keberanian. Seorang yang pemberani pasti berlapang dada, berhati lega, sementara orang yang pengecut adalah orang yang paling sempit dadanya dan paling sesak hatinya, tidak merasakan kesenangan dan kebahagiaan, tidak ada kenikmatan baginya kecuali jika dia termasuk hewan yang hanya memiliki instink kehewanan. Maka kegembiraan, kesenangan, kenikmatan dan keindahan diharamkan bagi orang yang bersikap pengecut sebagaimana dia diharamkan atas orang yang pelit.

    Kedelapan:
    Mendendam termasuk sifat yang tercela yang membuat hati menjadi sempit dan tersiksa, sehingga mengahalanginya mendapatkan kesembuhan. Sesungguhnya seorang hamba jika dia telah melakukan segala kiat untuk mendapatkan kelapangan dada namun dia tidak membersihkan dirinya dari sifat-sifat hati yang buruk, maka dia tidak akan merasakan kelapangan dalam dadanya walau sedikit.

    Kesembilan:
    Meninggalkan penglihatan dan pembicaraan yang berlebihan, atau pendengaran dan bergaul yang sia-sia, begitu juga berlebihan dalam urusan tidur dan makan dan lain-lain. Sebab sikap yang sia-sia ini memancing munculnya rasa sakit, bimbang dan kebingungan di dalam hati, dia mempersempit hati, membelenggunya dan membuatnya tersesak. La Ilaaha Illa Allah, alangakah sempitnya dada orang yang tidak maenjaga anggota badannya dari perbuatan maksiat, alangkah keruhnya kehidupan yang diarunginya, dan La Ilaaha Illa Allah, alangkah nikmatnya orang yang mendapat bagian dari sifat-sifat terpuji ini, cita-citanya hanya tertuju padanya. Dia mendapat bagian dari firman Allah swt:

    Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan, (QS. Al-Infithar: 13,) sementara bagi kelompok yang lain mendapat bagian dari firman Allah SWT:

    “dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka”. (QS. Al-Infithar: 14)

    Maksudnya adalah bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang pribadi yang paling sempurna dalam memperoleh sebab-sebab lapangnya dada, dan keluasan hati. Dan makhluk yang paling banyak mengikuti beliau maka dia adalah orang yang sempurna dalam merasakan kelapangan, kelezatan, ketentraman hati.

    Maka apabila seseorang mengikuti Nabi Muhammad SAW dalam hal tersebut diatas maka dia akan mendapat tingkat yang sama dalam kelapangan dada dan ketentraman hati serta kelezatan hidup. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad saw dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.

    http://d1.islamhouse.com/data/id/ih_articles/single/id_Kiat_Kiat_agar_selalu_berlapang_dada.pdf


    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu...
    Bismillaahirrohmaanirrohiim ..

    MEMBELA DIRI
    الانتصار

    وَالَّذِيْنَ إِذَا أَصَابَهُمُ الْبَغْيُ هُمْ يَنْتَصِرُوْنَ
    “Dan (bagi) orang-orang yang apabila diperlakukan dengan zalim, maka mereka membela diri.” Sesungguhnya sifat keseimbangan yang menjadi karakteristik agama Islam, pada satu sisi membuat sebagian orang beriman di sebagian tempat bersifat tawadhu' (rendah hati) lagi toleransi, suka memaafkan dan mengampuni kesalahan orang lain.

    Pada sisi yang lain, Anda akan menemukannya tegar bersemangat di atas muru`ahnya, menuntut haknya, membalas orang yang menganiayanya, membela diri dari perbuatan jahat yang ditujukan kepadanya.
    Kapan waktunya membela diri?

    Ibnul Arabi rahimahullah menjelaskan jawaban pertanyaan ini dengan mengatakan: 'Bahwa orang zalim yang terang-terangan berbuat fasik, tidak punya rasa malu di hadapan orang banyak, menyakiti yang kecil dan lemah, maka melakukan pembalasan terhadapnya lebih diutamakan.' Beliau menjelaskan kondisi yang menuntut pemberian maaf: 'Bahwa jika terjadi kekeliruan, lalu orang tersebut mengaku salah dan memohon maaf, maka pemberian maaf di sini lebih diutamakan.'

    Al-Kayy al-Thabari rahimahullah menguatkan pengertian ini dalam Ahkam-nya dan sependapat dengan Ibn Arabi bahwa keutamaan meminta tolong dipahami dari ucapan Ibrahim al-Nakha'i tentang salafus shalih: (Mereka tidak suka merendahkan diri mereka, maka orang-orang fasik menjadi berani atas mereka) dan pemberian maaf hanya kepada pelaku yang menyesal dan bertaubat.

    Al-Qurthubi rahimahullah mengakui perincian ini dan memandangnya baik dan membawakan pengampunan kepada yang tidak terus-terus (berbuat dosa). Ia berkata: 'Adapun orang yang terus menerus melakukan perbuatan dosa dan aniaya, maka yang utama adalah membela diri dari (kejahatan)nya.' Semua kutipan dari tafsir Al-Qurthubi 16/39, dan ucapan Al-Nakha'i, Al-Bukhari berdalil dengannya dalam judul bab ke- 6 dari kitab Mazhalim dengan lafazh: 'Mereka tidak suka direndahkan, maka apabila mereka mampu, mereka memaafkan.

    Di antara yang disebutkan Al-Qurthubi rahimahullah dalam tafsir firman Allah :
    وَالَّذِينَ إِذَآ أَصَابَهُمُ الْبَغْىُ هُمْ يَنتَصِرُونَ
    Dan (bagi) orang-orang yang apabila diperlakukan secara zalim, maka mereka membela diri. (QS. Al-Syura: 39).

    'Hal ini bersifat umum pada perlakukan zalim setiap orang baik dari orang kafir maupun lainnya. Maksudnya adalah apabila mereka diperlakukan dengan zalim oleh orang zalim, mereka tidak menyerah diri terhadap kezalimannya.Tafsir Al-Qurthubi 16/39. Dan setelah menyebutkan beberapa pendapat, ia memberi komentar seraya berkata: 'Secara umum, memberi maaf dianjurkan, kemudian dalam kondisi tertentu persoalannya menjadi terbalik, maka membalasnya lebih dianjurkan…dan hal itu apabila diperlukan menahan bertambahnya kezaliman dan memutuskan sumber gangguan dan dari Nabi ada riwayat yang menunjukkan hal itu.Tafsir Al-Qurthubi 16/44

    Dalam tafsir ayat:
    وَالَّذِينَ إِذَآ أَصَابَهُمُ الْبَغْىُ هُمْ يَنتَصِرُونَ . وَجَزَآؤُا سَيِّئَةٍ سَيِّئَةً مِّثْلَهَا
    Dan (bagi) orang-orang yang apabila diperlakukan secara zalim, maka mereka membela diri. * Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa,…(QS. Al-Syura: 39-40).

    Maksudnya adalah membalas tindakan orang yang berbuat zalim kepada mereka dan tidak menerima kezaliman orang yang melewati batas. Abus Su'ud rahimahullah berkata, 'Ia adalah sifat keberanian bagi mereka seperti sifat mereka dengan segala keutamaan, dan ini tidak menafikan sifat mereka yang pengampun, karena semuanya terpuji pada tempatnya.

    Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maksudnya adalah balasan perbuatan jahat bahwa ia membela diri dalam menghadapi orang yang berbuat zalim kepadanya, tanpa melakukan tindakan yang berlebihan. Imam al-Fakhr berkata: Tatkala Allah  berfirman: Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri menambahkan dengan sesuatu yang menunjukkan bahwa pembelaan itu harus sepadan, tanpa berlebih-lebihan.

    Tatkala Imam Malik ditanya oleh Sa'id bin Musayyib rahimahullah: (Aku tidak memaafkan seseorang), ia mengarahkan ucapan ini kepada orang yang tidak memaafkan orang yang zalim. Ia berkata: (Aku tidak berpendapat bahwa ia memaafkan orang yang bertindak zalim kepadanya). Ibn Arabi rahimahullah menjelaskan fatwa Imam Malik rahimahullah dengan ucapannya: (Jika ia orang yang zalim, maka yang benar bahwa ia tidak membiarkannya, agar orang-orang zalim tidak terperdaya dan terus menerus melakukan perbuatan mereka yang buruk)Ucapan Imam Malik dan alasannya dari tafsir Al-Qurthubi 16/42-43.

    Al-Shawi rahimahullah menguatkan makna ini dalam Hasyiyah-nya atas tafsir Jalalain, ia berkata: 'Termasuk kemuliaan akhlak adalah memaafkan dan santun saat tujuan tercapai, akan tetapi disyaratkan bahwa sikap santun itu tidak menodai harga diri. Dan apabila yang diharamkan Allah dilanggar, maka yang wajib pada saat itu adalah marah. Dan atas pengertiannya ucapan Imam Syafii: 'Barangsiapa yang dituntut marah, tetapi ia tidak marah, maka ia adalah keledai.' Penyair berkata: 'Sikap santun (tidak marah) pada seorang pemuda yang berbuat bukan pada tempatnya adalah kebodohan.Dari Shafwatut Tafasir 3/143, Al-Shawi 4/40 saat menafsirkan ayat 39 dari surah Al-Syura

    Firman Allah :
    لاَّيُحِبُّ اللهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلاَّ مَن ظُلِمَ
    “Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya…” (QS. Al-Nisaa: 148).

    Al-Qurthubi rahimahullah mengutip dalam tafsir ayat menurut qira`at
    (إِلاَّ مَن ظلمَ) perkataan Abu Ishaq al-Zajjaj: 'Boleh maknanya: kecuali orang yang berbuat zalim, lalu ia mengatakan ucapan buruk, maka sungguh semestinya engkau memegang kedua tangannya.' Dan Al-Qurthubi rahimahullah memberi komentar seraya berkata: 'Saya katakan: ada beberapa Hadits yang menunjukkan hal ini, di antaranya sabda Nabi :
    خُذُوْا عَلَى أَيْدِي سُفَهَائِكُمْ
    "Ambilah tangan orang-orang yang bodoh darimu." Al-Qurthubi berhujjah dengannya, dan ia dalam Dha'if al-Jami' no. 2819 (Dha'if).

    Dan sabdanya :
    انْصُرْ أَخاَكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُوْمًا قَالُوا: هذَا نَنْصُرُهُ مَظْلُوْمًا فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا؟ قَالَ: تَكُفُّهُ عَنِ الظُّلْمِ.

    'Tolonglah saudaramu yang berbuat aniaya atau yang dianiaya.' Mereka bertanya: Kami menolong orang dianiaya, lalu bagaimana cara kami menolong orang berbuat aniaya? Beliau bersabda: 'Engkau menghalanginya dari perbuatan zalim.HR Al-Bukhari, kitab Mazhalim, bab ke- 4, Hadits no. 2444 (Fathul Bari 5/98). dan Tafsir Al-Qurthubi 6/4.

    Dalam sebuah Hadits yang panjang: Para istri Nabi mengutus Zainab radhiyallahu 'anha untuk menuntut persamaan hak mereka dengan Aisyah radhiyallahu 'anha, karena mereka merasa bahwa untuknya di hatinya ada tempat khusus yang tidak ada untuk yang lain, dan mereka melihat hadiah-hadiah manusia lebih banyak datang saat Beliau berada di rumah Aisyah radhiyallahu 'anha.

    Dan Zainab radhiyallahu 'anha melampaui batas dalam pembicaraan terhadap Aisyah radhiyallahu 'anha, sedangkan Aisyah radhiyallahu 'anha memandang kepada Rasulullah seraya berkata: 'Sampai aku mengetahui bahwa Rasulullah tidak benci bahwa aku membela diri…Shahih Muslim, Fadhailus Shahabah, bab ke-13, Hadits 83/2442 (Syarah Al-Nawawi 8/214). dan dalam satu riwayat: 'Sampai Nabi bersabda: 'Silahkan, maka belalah dirimu.' Lalu aku maju atasnya sehingga aku melihat telah kering air liur yang ada di mulutnya, dia tidak bisa menjawab sedikitpun. Maka aku melihat wajah Rasulullah berseri-seri.Shahih Sunan Ibnu Majah karya Albani, kitab Nikah, bab ke-50, Hadits no. 1611/1981 (Shahih).

    Tidak boleh bagi yang membela diri melampaui batas terhadap saudaranya yang muslim melebihi perbuatan buruknya kepadanya dan ia tidak boleh mengurangi haknya. Dalam riwayat Muslim pada Hadits Aisyah radhiyallahu 'anha di atas, ia berkata:

    '…Aku belum pernah melihat wanita yang lebih baik dari pada Zainab radhiyallahu 'anha, lebih taqwa kepada Allah , lebih jujur dalam bicara, lebih menyambung silaturrahim, lebih banyak bersedakah, lebih mengorbankan dirinya dalam beramal yang ia bersedakah dan mendekatkan diri dengannya kepada Allah , selain ia cepat marah namun cepat tenang kembali.Shahih Muslim, Hadits no. 2442. Itulah adab kenabian disertai dasar-dasarnya dengan mencela yang tidak melewati batas keadilan dan tidak lupa memakluminya.

    Kita harus membedakan di antara pembelaan diri kita dari saudara kita yang kebaikannya lebih banyak dan membela diri dari orang zalim yang terus menerus atau orang kafir yang sombong. Apabila engkau memperkirakan bahwa pembelaanmu dari saudaramu yang berbuat jahat kepadamu bisa menambah keburukan, maka tutuplan pintu setan dan pertimbangkanlah mashlahat (kebaikan) dan mafsadah (kerusakan).

    Disebutkan, bahwa seorang laki-laki menyakiti Abu Bakar di hadapan Nabi. Maka ketika ia menyakitinya untuk yang ketiga kalinya, Abu Bakar membela diri, lalu Rasulullah berdiri ketika Abu Bakar membela diri. Abu Bakar berkata: 'Apakah engkau marah kepadaku, wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab: 'Malaikat turun dari langit mendustakan ucapannya kepadamu. Maka tatkala engkau membela diri, syetan terjatuh.
    Maka aku tidak duduk saat syetan terjatuh." Shahih Sunan Abu Daud karya Syaikh Albani, kitab Adab, bab ke-49, Hadits no. 4094/4896 (Hasan).

    Al-Khaththabi rahimahullah berkata dalam menjelaskan Hadits di atas: 'Sesungguhnya syetan terjatuh ketika Abu Bakar membela diri, karena pembelaan dirinya menggoda pelakunya –apalagi telah nampak kejahatan darinya dengan berulangnya perbuatan jahat- dengan bertambah dan terus menerus, maka hal itu menjadi penyebab keseriusan perkara.Syarh Sunan Abu Daud (Ma'alimus Sunan 5/204

    Dan orang yang dikalahkan di atas perkaranya mengikuti Nabi Nuh saat ia sudah merasa lemah menghadapi kaumnya:
    فَدَعَا رَبَّهُ أَنِّي مَغْلُوبٌ فَانْتَصِرْ
    “…maka ia mengadu kepada Rabbnya: "Bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu tolonglah (aku)". (QS. Al-Qamar: 10).

    Adapun orang yang mampu membela diri –dengan pembatasan-pembatan dan syarat-syarat secara syara'Di antara pembatasan dan catatan yang disinggung kepadanya dalam membela diri dari seorang muslim yang zalim: bahwa pemberian maaf membuat dia bertambah berani –atau ia terus menerus dalam kezalimannya- sebagaimana termasuk pembatasan orang yang membela diri bahwa ia tidak melewati lebih dari perbuatan zalimnya – dan bahwa pembelaan dirinya tidak membawa kepada keburukan yang lebih besar dari perbuatan zalimnya menurut perkiraan dan sangkaannya/ maka tidak ada alasan baginya dalam mengalah dan tunduk terhadap orang-orang zalim.

    Firman Allah :
    وَلَمَن صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذَلِكَ لَمِنْ عَزْمِ اْلأُمُورِ
    “ …tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan. (QS. Al-Syura: 43).

    Al-Qurthubi rahimahullah berkata: ampunilah yang tidak terus menerus berbuat zalim, adapun orang yang terus menerus di atas perbuatan aniaya dan zalim, maka yang utama adalah membela diri darinya. Tafsir Al-Qurthubi 16/39. Adapun menahan marah maka dianjurkan kepadanya setelah mampu membalas.

    Dan apabila diketahui kebenaran, lalu ia bertaubat dan penyesalannya, atau itu hanya kekeliruan darinya yang tidak terus menerus atasnya, maka memberi maaf saat itu lebih utama. Adapun pemberian maaf orang yang lemah, maka ia adalah maaf orang yang terpaksa, tidak ada keutamaan padanya.

    Sesungguhnya menghidupkan akhlak intishar (membela diri atau melawan) sangat penting, agar umat tidak terbiasa menerima kehinaan, tidak dari orang fasik yang menguasainya dan tidak pula dari orang kafir yang menyembelihnya. Karena umat yang terbiasa tenang di hadapan perbuatan zalim dan ketenangan di hadapan kerendahan dan tindakan sewenang-wenang, ia telah kehilangan amar ma'ruf dan nahi munkar, serta telah sirna semangat jihad. Apakah kita membela diri saat harus membela diri dari orang yang tidak berhenti kecuali dengan cara melawan?

    Kesimpulan:
    •Membela diri adalah tanda kesempurnaan akhlak. Memaafkan dan toleransi, di tempat yang tidak semestinya memberi maaf adalah tanda kelemahan.
    •Membela diri dari orang zalim yang terus menerus melakukannya, lebih utama dari pada memberi maaf, dan memberi maaf kepada yang menyesal lagi berhenti lebih diutamakan.
    •Keberanian dalam membela diri tidak bertentangan dengan syariat, bersamaan dengan memberi maaf kepada yang keliru.
    •Fatwa Imam Malik rahimahullah dalam membela diri dari orang zalim agar ia tidak terperdaya dan terus menerus dalam kezalimannya.
    •Sederhana dalam membela diri yaitu dengan semisalnya dan tidak melebihi dari kezalimannya.
    •Disyaratkan pada sifat hilm (santun) bahwa tidak mengurangi sifat muru`ah, jika tidak maka membela diri/melawan lebih utama.
    •Pada tafsir (terang-terangan berbuat kejahatan) mengambil tangan orang bodoh dan menahannya dari perbuatan zalim.
    •Pendirian intishar di antara Aisyah dan Zainab radhiyallahu 'anhuma.
    •Bagi yang melawan tidak boleh melewati batas keadilan dan kejujuran.
    •Yang dikalahkan di atas perkaranya berdoa dan yang mampu membela diri, dan tidak ada keutamaan dalam pemberian maaf orang yang lemah.
    •Al-Qurthubi rahimahullah membawakan makna ayat (orang yang bersabar dan memaafkan) atas orang yang tidak terus menerus berbuat zalim.
    •Akhlak intishar menghidupkan semangat jihad pada umat.

    http://www.islamhouse.com/p/205108


    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu...
    Bismillaahirrohmaanirrohiim .....

    Meningkatkan Kehadiran Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam Diri

    Sungguh Alloh Subhanahu wa Ta'ala selalu melihat dan mengetahui segala gerak gerik setiap hamba-Nya.

    Tidak akan pernah ada yang luput dari pengetahuannya, karena Dia adalah zat yang maha mengetahui apa pun jua,….bahkan Alloh mengetahui apa yang terbersit dalam hati seorang hamba. Alloh Subhanahu wa Ta'ala akan senantiasa bersama hamba-hamba-Nya yang sholih dimanapun mereka berada…..

    Kebersamaan Alloh bersama hamba-nya yaitu, terwujud dengan bentuk pengetahuan-Nya penjagaan-Nya, perlindungan-Nya,pertolonga-Nya. Sehingga kesadaran kita akan harus terus terpupuk bahwa Alloh akan senantiasa mengiringi kita selalu…merasakan kehdiran Alloh Subhanahu wa Ta'alaakan mencegah kita untuk tidak berlanjut melaksanaka kemaksiatan pada-Nya. Namun hal apa saja yang bisa kita usahakan untuk bisa meningkatkan kehadiran Alloh Subhanahu wa Ta'ala dalam diri?

    1. Menjalin hubungan dengan Alloh Subhanahu wa Ta'ala.

    Namun bagaimana cara kita membangum hubungan dengan Alloh Subhanahu wa Ta'ala? Syekh Muhamad sholih al munajid berkata,” yaitu dengan cara berpegang teguh pada al qur’an. Dia merupakan tali Alloh yang sangat kuat, cahaya yang terang, siapa saja yang berpegang teguh padanya,Alloh akan menjaganya. Siapa yang mengikutinnya Alloh akan menyelamatkannya. Dan barangsiapa yang menyeru padanya maka Alloh akan menunjukinya pada jalan yang lurus. Alloh berfirman:

    “Kitab(Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”(Q.S 2:2)

    Dan barangsiapa yang berpaling darinya maka ia akan celaka dunia dan akhirat. Alloh berfirman :

    “Barangsiapa berpaling dari pada Al qur'an Maka Sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiamat”, (Q.S. Tohaa.100)

    Lalu bagaimana cara kita agar bisa berpegang teguh pada al quran yang mulia.

    2. Senantiasa membacanya dengan terjemahannya

    Rosululloh bersabda:

    لاصحابه اقرءالقرءن فانه ياتي يومالقيامة شفيعا

    “bacalah oleh kalian al quran,karena dia akan datang di yaumil qiyamah dan memberikan syafaat kepada para pembacanya.”

    3. Memahaminya

    Al quran adalah kalam Alloh yang diturunkan dengan bahasa arab,hal ini bertujuan untuk membuat kita lebih mudah dalam memahaminya.

    Alloh berfirman :

    “Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya”. (Q.S 12:2)

    Salah satu cara agar bisa memahami al quran adalah ketika kita membacanya harus dibarengi dengan terjemahannya,sehingga dengan cara ini akan memberikan pemahaman yang maksimal pada para pembacanya

    4. Mengamalkannya

    Al quran adalah sumber solusi dari segala permasalahn hidup manusia. Ketika kita berusaha untuk mengamalkannya maka kita akan menjadi orang orang yang selamat dunia dan akhirat. Alloh SWT berfirman:

    “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S 4:59)

    5. Bersunguh-sungguh dengan berserah diri kepada Alloh.

    Bahwa seluruh yang kita miliki saat ini adalah anugerah dari Alloh Subhanahu wa Ta'ala. Dan itu semua adalah hanya sekedar amanah…suatu saat nanti semua itu akan kembali pada yang Maha Kuasa dan kita akan dimintai pertanggng jawabanya …

    Ini tercermin dalam firman Alloh Subhanahu wa Ta'ala.

    “orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (Q.S 2 :156)

    6. Meyakini bahwa ketika kita mendekat kepada Alloh Subhanahu wa Ta'ala maka Alloh akan tambah mendekat lagi.

    Sejengkal kita mendekati Alloh…maka sehasta Dia akan mendekati kita…..berjalan kita mendekati Alloh…maka Alloh akan berlari mendekati kita. Rasa takut pada alloh wujudkan dengan terus mendekatinya dengan berbagai ketaatan dan amal sholeh padanya……

    7. Senantiasa berdzikir pada Alloh swt.

    Imam ibnul qoyim berkata dalam salah satu fawaidnya….” Agama itu dibangun di atas dua kaidah. Zikir dan syukur. Alloh berfirman :

    Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.

    Seorang hamba yang lisan dan hatinya terus berzikir ( dengan terus ingat dan menyebut nama Alloh, maka Alloh pun akan terus menyebutnya )

    Dan sebaliknya..apa bila kita tidak ingat kepada Alloh, maka Dia pun akan melupakan kita….naudzubillah…

    Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta".

    berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam Keadaan buta, Padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?"

    Allah berfirman: "Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, Maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan".

    http://www.hasmi.org/meningkatkan-kehadiran-alloh-subhanahu-wa-taala-dalam-diri.html


    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu…
    Bismillaahirrohmaanirrohiim ..

    “Khauf adalah cemeti Allah yang digunakan untuk meluruskan orang-orang yang lari keluar dari pintu-Nya.”

    Rasa Takut (Khauf)
    Friday, 09 January 2009 22:17 Andi Rahmanto

    Sesungguhnya rasa takut memiliki kedudukan yang tinggi, dan bermanfaat bagi hati. Takut yang dimaksud adalah rasa takut kepada Allah. Perasaan takut kepada Allah merupakan suatu hal yang wajib ada pada diri setiap orang. Allah berfirman, “…karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. Ali Imran; 175).

    Dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman, “Dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).” (QS. Al-Baqarah: 40). Dalam surat Al-Maidah, Allah memerintahkan kita agar jangan takut kepada manusia, “Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku.” (QS. Al-Maidah: 44).

    Abu Hafsh berkata, “Khauf adalah cemeti Allah yang digunakan untuk meluruskan orang-orang yang lari keluar dari pintu-Nya.” Rasa takut merupakan pembimbing hati manusia agar selalu berada di atas jalan yang lurus. Bila rasa takut telah hilang dari hati seseorang maka ditakutkan mereka akan tersesat. Hal ini sebagaimana perkataan Dzun Nun, “Manusia akan senantiasa diatas jalan yang lurus selama mereka masih tetap memiliki rasa takut. Bila rasa takut telah hilang, maka jalan mereka akan menjadi sesat.”

    Buah Rasa Takut

    Jika rasa takut kepada Allah tertanam kuat di dalam hati seseorang, maka rasa takut itu akan menghalangi seseorang dari perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah. Abu Utsman berkata, “Rasa takut yang sejati adalah bersikap wara’ dari dosa-dosa, baik yang lahir maupun yang batin.” Perkataan senada juga pernah diucapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Rasa takut yang terpuji adalah yang membentengi Anda dari perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah.”

    Orang yang paling takut kepada Allah

    Orang yang paling takut kepada Allah adalah orang yang paling mengetahui dirinya dan Rabb-nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Aku adalah orang yang paling tahu di antara kalian tentang Allah. Oleh karena itu, aku (adalah) orang yang paling takut di antara kalian kepada-Nya.” (HR. Bukhari-Muslim). Rasulullah menjelaskan bahwa orang yang takut kepada Allah adalah orang-orang yang berilmu, sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (QS. Fathir: 28).

    Jika pengetahuan semakin sempurna, maka akan berpengaruh terhadap rasa takut yang kemudian akan mempengaruhi hati dan seluruh anggota tubuh. Rasa takut akan membuat anggota tubuh menghentikan perbuatan durhaka dan mendorongnya untuk taat kepada Allah.

    Cara Menggugah Rasa Takut

    Cara untuk menggugah rasa takut dapat ditempuh dengan dua cara, dimana kedudukan yang satu lebih tinggi daripada yang lain.

    Pertama, takut terhadap azab-Nya. Ini merupakan rasa takut yang secara menyeluruh menghinggapi manusia. Rasa takut ini melemah karena iman yang lemah atau kelalaian yang menguat. Untuk menghilangkan kelalaian ini, bisa dilakukan dengan mengingat dan memikirkan siksa di akhirat, serta memperhatikan orang-orang yang takut kepada Allah dan ikut bergaul bersama mereka.

    Kedua, takut kepada Allah. Tingkatan ini merupakan rasa takutnya para ulama. Allah berfirman, “Dan Allah memperingatkan kalian terhadap diri-Nya.” (QS. Ali Imran: 30).

    Ketakutan Para Salafush Shaleh

    Dalam suatu kisah, Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu mendengar sebuah ayat yang dibaca, lalu dia jatuh sakit hingga beberapa hari lamanya. Lalu, suatu hari dia mengambil segenggam tanah, seraya berkata, “Andaikan saja aku menjadi seperti tanah ini. Andaikan saja aku bukan yang diingat. Andaikan saja ibuku tidak pernah melahirkan aku.” Sementara itu, diwajahnya saat itu terlihat dua garis hitam karena banyak menangis.

    Diriwayatkan bahwa jika Abu Bakar sedang mendirikan shalat, maka seakan-akan dia seperti sebatang pohon yang diam tak bergerak karena rasa takutnya kepada Allah.

    Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah, aku telah melihat para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Pada saat ini, aku tidak melihat sesuatu yang menyerupai mereka. Mereka (sahabat) adalah orang-orang yang kusut dan berdebu, di antara mata mereka seakan-akan ada iring-iringan orang yang mengantar jenazah. Mereka senantiasa sujud dan berdiri kepada Allah, membaca Kitabullah, pergi dengan berjalan kaki dan mengingat Allah. Mereka tampak seperti pohon-pohon yang condong dan bergoyang pada saat angin berhembus kencang. Mereka selalu menangis hingga kain mereka basah. Demi Allah, sepertinya orang-orang pada saat ini sudah (banyak yang) lalai.” Muhammad bin Waqi’ pernah menangis sepanjang malam dan hampir tidak pernah berhenti.

    Jika Umar bin Abdul-Aziz mengingat mati, maka badannya bergetar seperti burung yang
    gemetar, lalu dia menangis, dan air matanya membasahi jenggotnya. Sepanjang malam dia menangis dan seluruh penghuni rumah pun ikut menangis. Fatimah, istrinya bertanya kepadanya, “Wahai Amirul Mukminin, mengapa engkau menangis?” Umar bin Abdul-Aziz menjawab, “Aku ingat tempat kembalinya orang-orang dihadapan Allah. Di antara mereka ada yang di surga dan yang lain ada di neraka.” Setelah itu, Umar bin Abdul-Aziz pun pingsan.

    Begitulah gambaran mengenai rasa takut yang hinggap di hati para salafush shaleh. Mereka takut pada Allah, dan takut akibat dari dosa yang mereka lakukan. Dosa akan menyebabkan hati menjadi keras, dan hati yang keras akan sulit untuk menerima hidayah dan nasehat.

    Sebagian salaf menuturkan, “Aku berkata kepada seorang rahib, ‘berilah aku nasehat!’” Rahib berkata, “Jika engkau sanggup, anggaplah dirimu seperti orang yang berada dalam ancaman terkaman binatang buas atau seekor singa. Tentu saja dia akan merasa takut. Namun dia harus bersikap waspada agar dia jangan sampai lalai sehingga singa itu bisa menerkam atau mengigitnya. Badannya gemetar karena takut, “ nasehati aku lagi! Lalu, rahib berkata, “Rasa dahaga itu sudah hilang dengan sedikit air.”

    Apa yang dikatakan rahib itu memang gambaran seseorang yang berada dalam ancaman terkaman singa. Gambaran tersebut merupakan hakikat seorang mukmin. Barangsiapa yang memandang batinnya dengan cahaya mata hatinya, maka dia akan melihatnya seakan-akan hatinya terancam terkaman singa yang ganas, seperti amarah, dengki, iri, takabbur, ujub, dan riya’. Semua sifat ini bisa menerkamnya jika dia lalai.

    Sumber:

    Minhajul Qashidin Jalan-Jalan Orang yang mendapat Petunjuk, Ibnu Qudamah: Pustaka Al-Kautsar. Obat Hati, Ibnul Qayyim Al-Jauziyah: Darul Haq.

    http://belajarislam.com


    your comment


    Follow this section's article RSS flux
    Follow this section's comments RSS flux