• Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu...
    Bismillaahirrohmaanirrohiim ....

    Celaan Terhadap Sikap Bermewah-Mewahan

     
    Celaan Terhadap Sikap Kemewahan Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.. Amma Ba’du:
    Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

    Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu supaya menaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. QS. Al-Isro’; 16.

    Kata Al-Mutrif: bermakna orang yang menikmati secara mewah dan berlebihan dalam kelezatan dan dunia dan syahwatnya. Maksudnya adalah Allah memerintahkan kepada orang-orang hidup ewah ini untuk melakukan ketaatan kepada Allah namun mereka enggan melaksanakan perintah tersebut bahkan mereka berbuat kefasikan dan kerusakan maka mereka berhak mendapat siksa dan kehancuran. Dan Allah subhanahu wa ta’ala telah memberitahukan tentang kehidupan orang-orang yang mewah ini bahwa datang kepada mereka ayat-ayat Allah dan mereka diperingatkan dengannya namun mereka sombong dan berpaling darinya maka Allah-pun mengazab mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

    Hingga apabila Kami timpakan azab, kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, dengan serta merta mereka memekik minta tolong. Janganlah kamu memekik minta tolong pada hari ini. Sesungguhnya kamu tiada akan mendapat pertolongan dari Kami. Sesungguhnya ayat-ayat-Ku (Al Qur'an) selalu dibacakan kepada kamu sekalian, maka kamu selalu berpaling
    ke belakang, dengan menyombongkan diri terhadap Al Qur'an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya di waktu kamu bercakap-cakap di malam hari. QS. Al-Mu’minun: 64-67.

    Dan Allah subhanahu wa ta’ala telah memberitahukan bahwa hidup mewah adalah sifat orang-orang kafir. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:  Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu. Dalam (siksaan) angin yang amat panas dan air yang panas yang mendidih, dan dalam naungan asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah. QS. Al-Waqi’ah: 41-45.

    Maksudnya mereka hidup mewah dan terjerumus pada syahwat dan kelezatan duniawi. Dan Allah subhanahu wa ta’ala memberitahukan bahwa kehidupan yang mewah akan berdampak buruk bagi kehidupan duniawi dan akherat. Allah subhanahu wa ta’ala menceritakan tentang Nabi Shaleh pada saat dia memberikan peringatan kepada kaum Tsamud dan mereka adalah bangsa arab yang menempati kota batu yang terletak antara lembah Al-Qura dan negeri Syam, tempat tinggal mereka cukup terkenal dan sekarang disebut dengan mada’in Shaleh. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman; Adakah kamu akan dibiarkan tinggal di sini (di negeri kamu ini) dengan aman, di dalam kebun-kebun serta mata air, dan tanam-tanaman dan pohonpohon korma yang mayangnya lembut. Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin; QS. Al-Syu’ara’: 146-149.

    Sehingga firman Allah subhanahu wa ta’ala yang mengatakan: maka mereka ditimpa azab. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti yang nyata. Dan adalah kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. QS. Al-Syu’ara’: 158-159.

    Ibnu Katsir rahimhullah berkata: Allah subhanahu wa ta’ala berkata guna memberitahukan dan memperingatkan mereka bahwa siksa Allah turun kepada mereka, serta mengingatkan mereka akan nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka berupa rizki-rizki yang melimpah ruah, menjadikan mereka dalam aman dari segala bahaya, mencurahkan bagi mereka kebun-kebun yang penuh dengan tanaman, dan mengalirkan bagi mereka mata air yang mengalir deras serta memberikan mereka tanaman dan buah-buahan, oleh karena itulah Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

    ((dan tanam-tanaman dan pohon-pohon korma yang mayangnya lembut)) Ibnu Katsir berkata yaitu pada saat dia basah dan menjulur dan selain itu kalian pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin. Ibnu Abbas dan ulama yang lainnya berkata memahatnya dengan baik, di dalam riwayat yang lain disebutkan memahatnya dengan rakus dan melwati batas. Dan inilah pendapat yang dipilih oleh Mujahid dan jama’ah ahli tafsir dan tidak ada kontradiksi antara kedua pendapat tersebut. Sebab sesungguhnya mereka menjadikan rumah-rumah yang terukir di atas gunung-gunung tersebut secara liar melampui batas, demi kesombongan dan berlaku sia-sia bukan untuk tempat tinggal dan mereka sangat profesional dalam memahat dan mengukir batu-batuan tersebut, seperti itulah yang disimpulakn tentang keadaan mereka bagi orang yang pernah melihat tempat tinggal mereka”. Tafsir Katsir: 3/343

    Yang menjadi penekanan kita adalah bahwa mereka terjebak dalam pola hidup yang mewah sehingga memabawa mereka mendustakan para rasul lalu akibat mereka adalah kebinasaan di dunia dan akherat. Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam telah memberitahukan bahwa di hari kiamat kelak orang-orang yang hidup mewah akan melupakan semua kenikmatan yang pernah mereka nikmati selamat hidup di dunia. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Anas bin Malik bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda: Akan ditangkan pada hari kiamat kelak seorang penghuni neraka yang keadaannya paling mewah selama hidup di dunia, lalu dia dicelupkan satu kali ke dalam api neraka, kemudian dikatakan kepadanya: Wahai anak Adam apakah engkau pernah merasakan sedikit kenikmatan saat hidupmu?. Apakah suatu kenikmatan telah menghampirimu saat hidup di dunia?. Lalu dia berkata: Tidak wahai Tuhanku. Lalu didatangkanlah orang yang paling sengasara hidupnya di dunia namun dia termasuk penduduk surga, lalu orang tersebut dicelupkan satu kali celupan di dalam surga dan dikatakan kepadanya: Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan satu kesengsaraan di dalam kehidupanmu? Apakah engkau telah mengalami hidup sengsara?. Maka dia berkata: Demi Allah tidak pernah wahai Tuhanku aku tidak pernah merasakan kesengsaraan sedikitpun dan aku tidak pernah hidup sengsara sedikitpun”. Shahih Muslim: no: 2807

    Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam adalah orang yang paling jauh dari pola hidup mewah, diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Umar ra bahwa dia mendatangi Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam dan melihat beliau tertidur bertikar pasir dan membekas pada pinggang beliau, maka kedua matanya menangis dan berkata: Wahai Rasulullah para raja dan
    kaesar hidup dalam kemewahan mereka dan engkau adalah makhluk  pilihan Allah. Saat itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam berbaring lalu baliu duduk dan bersabda: Apakah engkau meragukan ajaran yang aku bawa wahai Ibnul Katab?. Kemudian Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda: Mereka adalah kaum yang kebaikannya disegerakan pada kehidupan duniawi, di dalam sebuah riwayat disebutkan: Apakah engkau tidak rela jika mereka mendapat dunia dan kita mendapatkan akherat”. Al-Bukhari: 3/313 no: 4913 dan Muslim: 2/1105 no: 1479

    Di antara cermin kehidupan mewah pada zaman kita sekarang ini adalah tenggelam dalam memenuhi kebutuhan sekunder secara berlebihan, contohnya sebagian keluarga merubah perabot rumah tangga pada setiap tahunnya sekalipun perabot yang lama masih layak padahal mereka mempersiapkan biaya yang sangat besar untuk urusan tersebut. Di antara bentuk kemewahan itu adalah sebagian keluarga berupaya membeli makanan dan minuman setiap harinya dari rumah makan-rumah makan yang mahal padahal dia tidak membutuhkan hal tersebut. Di antara bentuk kemewahan itu adalah adanya kaum wanita yang selalu mengganti pakian secara terus menerus dalam setiap pesta dan resepsi pernikahan, walaupun pakaian tersebut tidak dimanfaatkan kecuali satu kali saja, walau mereka harus membayar mahal dengan pola hidup seperti itu.

    Di antara bentuk kemewhan itu adalah adanya sebagian masyarakat yang berwisata pada setiap tahunnya, dan mereka membayar biaya yang malah untuk keperluan tersebut walaupun harus berhutang. Banyak lagi bentuk-bentuk kemewahan lainnya. Di antara dampak negatif dari pola hidup mewah adalah:

    Pertama; Munculanya berbagai macam penyakit seperti penyakit kegemukan, penykait liver dan stroke dan lain-lain.

    Keuda: Pola hidup seperti ini akan menjerumuskan kepada kemalasan, hidup santai dan bergantung kepada dunia sehingga akan mempermudah bagi musuh untuk menguasai umat ini, merusak aqidah mereka, mengeksploitasi kekayaan alam yang tersimpan di dalam negara mereka.

    Dan umat Islam harus memperoyeksikan diri mereka sebagai umat yang pejuang, kuat dan mempersiapak diri mereka untuk berdakwah kepada  Allah dan menyebarkan agama ini di bumi belahan barat dan timur dan mengeluarkan mereka dari kegelapan kesyirikan menuju cahaya tauhid dan hal ini tidak akan pernah terwujud kecuali dengan kerja keras bukan dengan hidup mewah dan santai. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

    Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orangorang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, QS. Al-Taubah: 105.

    Ketiga: Hidup mewah akan mengakibatkan tersalurnya smber daya dan potensi umat ini pada perkara yang tidak mendatangkan manfaat, dan umat ini sangat membutuhkan pemanfaatan kekayaan ini guna membangun kekuatan ekonomi dan militer sehingga menjadi umat yang memiliki harga diri di hadapan negara-negara lain. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu”. QS. Al-Anfal:60.

    Keempat: Hidup mewah akan membuat umat ini menjadi lemah dan menggantungkan diri pada uluran tangan orang lain, tidak berdiri pada pada sumber daya pemuda dan potensi mereka. Keadaan ini akan memaksa mereka untuk tunduk pada kekuatan musuh mereka, kekayaan mereka akan terperas, agama mereka akan rusak dan banyak kerusakan lainnya.

    Hal ini terjadi jika pola hidup mewah tersebut hanya terbatas pada perkara-perkara yang mubah namun jika sudah mengarah pada perkara yang diharamkan maka perkaranya menjadi lebih bahaya lagi, itulah lonceng kehancuran dan kebinasaan sebagaimana disebutkan di dalam ayat-ayat sebelumnya.

    Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.

    http://d1.islamhouse.com/data/id/ih_articles/single/id_Celaan_Terhadap_Sikap_Bermewah_Mewahan.pdf


    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu...
    Bismillaahirrohmaanirrohiim ....

    Menjauhi Fitnah


    Yang kami maksudkan dengan fitnah yaitu sesuatu yang menimpa individu atau golongan, berupa kebinasaan atau kemunduran tingkatan iman, atau kekacauan di dalam barisan Islam.
    Di antara penyebab pertama terjerumusnya seseorang ke dalam fitnah, yaitu siapnya hati menerima fitnah tersebut, seperti yang disebutkan dalam hadits:

    “Fitnah-fitnah didatangkan kepada semua hati...Hati manapun yang mengecapnya, tertorehlah padanya satu noda hitam.” Shahih Muslim, kitab Iman, bab ke65, hadits no. 231, dan lafazhnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad 5/386.

    Demikian pula menerimanya yang berlari padanya. Dalam hadits shahih:

    “Orang yang berjalan padanya (fitnah) lebih baik daripada yang berlari, barangsiapa yang mengintainya, niscaya ia menguasainya.”Shahih al-Bukhari, kitab fitnah-fitnah, bab ke-9, hadits no.7081.

    Maksudnya mencari-carinya (fitnah), niscaya ia menguasainya. Dan sesuatu yang paling menggerakkan fitnah adalah banyak berbicara.  Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata dalam menjelaskan sebab-sebab terjadinya fitnah yang sangat banyak, sesungguhnya ia bermula: 'dengan berkata bohong di hadapan para pemimpin, memberikan informasi kepada mereka. Maka seringkali hal itu memunculkan kemarahan dan pembunuhan, lebih banyak dari pada terjadinya fitnah itu sendiri. ‘Aunul Ma’bud, 11/347.

    Dan sering sekali fitnah menjadi besar saat seseorang mengambil sikap atas dasar kesalahpahaman. Dan yang lebih berbahaya lagi dalam menyulut api fitnah adalah mendahulukan pendapat pribadi di atas hukum syara’.

    Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, bahwasanya Sahl bin Hanif  berkata saat terjadinya fitnah di antara para sahabat radhiyallahu ‘anhum: ‘Wahai sekalian manusia, curigalah terhadap pendapat pribadimu di atas agamamu...” Shahih al-Bukhari, kitab al-I’tisham, bab ke-7, hadits no.7308, mauquf kepada Sahl bin Hanif rad.

    Dan terkadang engkau berlari dari fitnah, maka para pelakunya menyusul engkau, sedangkan engkau tidak ingin terlibat di dalamnya. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu ad-Darda` , ia berkata, ‘Jika engkau mengkritik mereka, mereka mengkritik engkau. Jika engkau meninggalkan mereka, mereka tidak meninggalkan engkau. Dan jika engkau berlari dari mereka, mereka pun menyusul engkau...’ Kanzul Ummal, hadits no. 30989, dan ia berkata, ‘Diriwayatkan oleh al-Khathib dan Ibnu ‘Asakir, al-Khathibmenshahihkan mauqufnya.

    Dan terkadang penerimaan terhadap jabatan yang engkau tidak mampu melaksanakannya menjadi sebab terjadinya fitnah terhadap dirimu dan siapapun yang bersamamu. Karena alasan itulah, ‘Amr bin al-‘Ash merasa sangat gelisah saat menjelang kematiannya, dan ia teringat kehidupannya bersama Rasulullah , hingga ia berkata, ‘Jika aku meninggal dunia pada saat itu, orangorang berkata, ‘Selamat untuk ‘Amr, ia masuk Islam, lalu ia meninggal maka diharapkan surga untuknya.’ Kemudian setelah itu, aku berkecimpung dengan kekuasaan dan berbagai banyak urusan, maka aku tidak tahu, apakah memudharatkan aku atau berguna untukku. Musnad Ahmad 4/199

    Jika engkau menjadi panutan atau memegang jabatan, maka janganlah engkau memberikan tugas kepada manusia yang mereka tidak mampu, maka engkau membuat fitnah kepada mereka. Maka sesungguhnya Rasulullah, tatkala beliau mengetahui bahwa Mu’adz bin Jabal  memanjangkan shalatnya saat menjadi imam, beliau bersabda kepadanya sebanyak tiga kali:

    "Wahai Mu’adz, apakah engkau ingin membuat fitnah? Shahih al-Bukhari, kitab al-Adab, bab ke-74, hadits no. 6106
    Dan dalam pidato Umar : ‘Perhatikanlah, janganlah kamu memukul kaum muslimin, maka kamu menghinakan mereka. Janganlah kamu memperpanjang (menugaskan mereka terlalu lama, hingga tidak berkumpul dengan keluarga mereka), maka engkau membuat fitnah kepada mereka. Dan janganlah kamu menghalangi hak mereka, maka kamu membuat kufur kepada mereka. Musnad Ahmad 1/41, Syaikh Ahmad Syakir berkata: Isnadnya hasan (286).

    Sesungguhnya banyak disibukkan dengan ucapan tanpa bekerja, akan membawa kepada fitnah dan kekacauan. Syaikhul Islam berkata, ‘Apabila manusia meninggalkan jihad fi sabilillah, maka Allah akan mencoba mereka dengan mencampakkan permusuhan di antara mereka, hingga terjadi fitnah di antara mereka, sebagaimana yang telah terjadi.’Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, 15/44.

    Di antara pengaruh fitnah, sesungguhnya fitnah itu melupakan orangorang yang terjerumus di dalamnya tentang kebenaran yang mereka ketahui dan batasan-batasan yang mereka tekuni. Dan sesungguhnya orang yang terjatuh dalam fitnah menjadi ringan ketakwaannya dan tipis agamanya. Karena itulah saat orang-orang dijauhkan dari telaga, Rasulullah  mengira mereka termasuk umatnya, dijawablah: 'Engkau tidak tahu, mereka telah berjalan mundur.' Yang meriwayatkan hadits berkata (yaitu Ibnu Abi Mulaikah): 'Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu bahwa kami kembali atas tumit kami (murtad) atau kami mendapat fitnah."Shahih al-Bukhari, Kitab al-Fitan, bab ke-1, hadits no. 7048.

    Dan dalam hadits yang Hudzaifah  bertanya tentang keburukan: Wahai Rasulullah, ketenangan di atas asap, apakah maksudnya? Beliau menjawab: َه

    Hati para kaum tersebut tidak kembali seperti semula.' Shahih Sunan Abu Daud, Syaikh al-Albani, no. 3571.

    Yang mensyarahkan hadits tersebut berkata, 'Maksudnya, hati mereka tidak bersih dari sifat dendam dan benci, sebagaimana bersih sebelum hal itu.''Aunul Ma'bud 11/317, saat mensyarahkan hadits no.4227.

    Ketika engkau melihat seorang laki-laki yang berakal, tetapi akhirnya engkau tidak tahu, kemana perginya akal sehatnya di saat terjadinya fitnah (kekacauan). Ibnu Hajar rahimahullah mengutip hadits dari Ibnu Abi Syaibah rahimahullah tentang fitnah: "Kemudian fitnah datang bergelombang seperti gelombang laut, dan ia yang menjadikan manusia padanya seperti binatang.' Maksudnya, tidak ada akal bagi mereka. Dan diperkuat hadits Abu Musa : 'Akal kebanyakan orang di masa itu telah hilang. Fath al-Bari 13/49, kitab al-Fitan, bab ke-17.

    Dan ketika Ibnu Hajar rahimahullah menjelas disunnahkan berlindung dari segala fitnah, hingga kepada orang yang mengetahui bahwa ia berada di atas kebenaran. Ia memberikan alasan atas hal itu dengan penjelasannya: 'Karena sesungguhnya ia bisa membawa kepada terjatuhnya sesuatu yang ia tidak menganggap terjatuhnya.'Fath al-Bari, 13/52, saat mensyarahkan hadits no. 7098.

    Di antara pengaruh terjerumus dalam fitnah yang paling berbahaya adalah tidak memperhatikan nasehat, bahkan sebagian manusia menganggap enteng perbuatan maksiat. Abdullah bin Umar  berkata: 'Di masa fitnah, kamu tidak menganggap pembunuhan sebagai perbuatan dosa.'Musnad Ahmad 2/3, mauquf kepada Abdullah bin Umar .

    Maka, apakah jalan keselamatan dari segala fitnah? Di antara hal yang dapat menyelamatkan dari fitnah adalah bahwa engkau tidak menuntut hakmu dalam urusan dunia, sekalipun sabar dalam hal itu terasa berat sekali. sebagaimana yang diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud:

    'Sesungguhnya keberuntungan bagi orang yang menjauhi fitnah –(beliau mengucapkannya) tiga kali-, dan bagi orang yang mendapat cobaan, maka ia bersikap sabar, alangkah indahnya sabar terhadap bala.' Shahih Sunan Abu Daud, Syaikh al-Albani, hadits no. 3585.

    Dan barangsiapa yang dikelilingi fitnah dan tidak ada yang menyelamatkannya dari fitnah itu, maka hendaklah ia berlari dengan membawa agamanya dari segala fitnah dan memperbanyak ibadah, sebagaimana dalam hadits:  "Beribadah di saat fitnah adalah seperti berhijrah kepadaku." Musnad Ahmad 5/27, dan dalam Shahih al-Jami' no. 4119 dengan lafazh 'Beribadah dalam peperangan'. (Shahih).

    Berbekal diri dengan amal shaleh sangat dianjurkan untuk menjaga diri dari fitnah sebelum terjadinya. Nabi  bersabda: "Segeralah beramal shaleh (mendahului datangnya) segala fitnah." Shahih Muslim, kitab al-Iman, bab ke-51, hadits no. 186.

    Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan saat menjelaskan makna hadits tersebut: 'Pengertian hadits tersebut adalah dorongan bersegera melaksanakan amal ibadah sebelum uzur dan sebelum tidak bisa lagi melaksanakannya karena terjadinya fitnah yang menyibukkan, datang silih berganti, lagi sangat banyak. Syarah Shahih Muslim, Imam an-Nawawi, 1/492

    Dan barangsiapa yang bisa mengendalikan sebab-sebab fitnah, maka hendaklah ia berlepas diri darinya, sebagaimana yang terdapat dalam hadits: "Patahkanlah padanya yang keras darimu." Shahih Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albani, hadits no. 1795/2314 (Shahih).

    Sehingga Ka'ab bin Malik  menyebutkan cerita tiga orang yang tertinggal (dari perang Tabuk), bagaimana surat dari Raja Ghassan sampai kepadanya, yang isinya: 'Telah sampai berita kepadaku bahwa temanmu (Nabi Muhammad ) telah menjauhimu, dan Allah tidak menjadikanmu di negeri kehinaan dan kesempitan, maka datanglah kepada kami, niscaya kami akan membantumu.' Ka'ab  berkata: 'Tatkala aku membaca surat tersebut, aku berkata: ini juga termasuk bala, lalu aku menuju tempat pembakaran roti, maka aku membakar surat tersebut." Shahih al-Bukhari, kitab al- Fitan, bab ke-17, hadits no. 7098.

    Berdoa agar selalu terjaga dari kejahatan segala fitnah merupakan salah satu sebab keselamatan. Di dalam Musnad Ahmad:

    "Dan apabila engkau menghendaki fitnah terhadap hamba-hamba-Mu, hendaklah engkau mengambilku kepada-Mu, tanpa terlibat fitnah."Shahih al-Bukhari, kitab al-Fitan, bab ke-15, hadits no. 7089.

    Dalam doa Umar: 'Kami berlindung kepada Allah  dari kejahatan segala fitnah.' Shahih al-Bukhari, Kitab al-Fitan, bab ke-15, hadits no. 7090.

    Dan Anas  berkata: 'Berlindung kepada Allah  dari segala fitnah.'Shahih al-Bukhari, Kitab al-Fitan, bab ke-15, hadits no. 7090.

    Dan yang menyelamatkan engkau di sisi Allah  bahwa engkau mengingkarinya dan tidak ridha dengannya, serta jangan membantu atasnya. Nabi  bersabda:

    "Hati apapun yang mengingkarinya, niscaya tertoreh padanya titik putih, sehingga hati menjadi putih seperti batu yang licin, fitnah tidak membahayakannya selama masih adanya langit dan bumi.'Shahih al-Jami' no. 2960 dan diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim.

    Dan penyelamat yang paling penting adalah bahwa seseorang memahami agamanya dan membedakan batas-batas syara' tanpa kerancuan. Ibnu Hajar rahimahullah mengutip dari Ibnu Abi Syaibah rahimahullah sebuah hadits dari Hudzaifah , ia berkata padanya: 'Fitnah tidak membahayakanmu selama engkau mengenal agamamu. Sesungguhnya fitnah itu terjadi, apabila samar atasmu di antara kebenaran dan kebatilan.'Fath al-Bari, 13/49, kitab al-Fitan, syarah hadits 17.

    Sekalipun disertai semua sebab keselamatan ini dan yang lainnya, hati harus tetap bergantung kepada Allah . Dan benarlah: "Sesungguhnya keberuntungan adalah bagi orang yang menjauhi fitnah." Maka menjauhi segala fitnah adalah pemeliharan rabbani, lebih banyak daripada usaha manusia. Maka ambillah segala sebab dan memintalah pertolongan kepada Allah .
    Kesimpulan:
    Di antara penyebab terjerumusnya seseorang ke dalam fitnah:

    • - Kesiapan hati menerimanya.
    • - Tenggelam dengan obrolan dan keyakinan ilusi.
    • - Mendahulukan pendapat pribadi di atas hukum syara'.
    • - Menerima jabatan yang tidak mampu dilaksanakan.
    • - Sibuk berbicara, tanpa bekerja.

    Di antara dampak fitnah:

    • - Membuat manusia lupa terhadap kebenaran yang sebenarnya.
    • - Menipiskan agama.
    • - Menghilangkan akal.
    • - Tidak mendengarkan nasehat.


    Di antara penyelamat dari segala fitnah:

    • - Tidak menuntut hakmu dalam urusan dunia.
    • - Paham terhadap agama.
    • - Berlepas diri dari sarana-sarana fitnah dan sebab-sebabnya.
    • - Tidak memegang jabatan dalam fitnah.
    • - Berdoa agar terjaga dari kejahatannya.
    • - Hati mengingari fitnah tersebut.
    • - Berbekal diri dengan amal shalih.

    Menjauhi fitnah adalah pemeliharaan rabbani, melebihi kondisinya sebagai
    usaha manusia.

    http://d1.islamhouse.com/data/id/ih_articles/single/id_Menjauhi_Fitnah.pdf


    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu...
    Bismillaahirrohmaanirrohiim ....

    Bahaya Kemunafikan

    Bahaya Kemunafikan Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.. Amma Ba’du:

    Sesungguhnya di antara dosa yang paling besar di sisi Allah adalah kemunafiqan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka. QS. Al-Nisa’: 145.

    Dan Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahanam”. QS. Al-Nisa’: 140.

    Kemunafiqan itu terbagi menjadi dua bagian: Yaitu kemunafiqan secara I’tiqodi dan secara amali. Dan nifaq secara I’tiqodi terbagi menjadi enam bagian, yaitu mendustakan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam atau mendustakan sebagian dari apa yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam, atau membenci Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam atau membenci ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam, atau gembira dengan menurun direndahkannya agama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam atau benci dengan menangnya agama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam.

    Maka dalam jenis ini, orang yang munafiq hanya sebagai mu’min secara lahiriyah namun kafir secara bathiniyah, dia bersaksi dengan sebenar-benar kesaksian, dia juga menjalankan shalat, berpuasa, berhaji, berjihad dan iktut serta bersama kaum muslimin dalam menjalankan syi’ar agama yang lahiriyah, sebagaimana keadaan orang-orang munafiq pada zaman Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam dan pada setiap masa di mana kebenaran nampak menang padanya. Adapun kekafirannya secara bathin berupa tingkahnya yang mendustakan kebenaran dan menyembunyikan permusuhan terhadap Allah, Rasulullah dan kaum mu’minin. Allah shalallahu ‘alaihi wasalam berfirman:

    Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata :Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta. QS. Al-Munafiqun: 1

    Manusia macam ini adalah manusia yang paling memusuhi Allah dan RasulNya, oleh karena itulah balasan mereka melebihi balasan orang-orang kafir. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman; Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka. QS. Al-Nisa’; 145.

    Allah subhanahu wa ta’ala berfirman;
    Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendati pun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. QS. Al-Taubah: 80.

    Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
    Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah (seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik. QS. Al-Taubah: 84.

    Allah subhanahu wa ta’ala telah membongkar kedok mereka dalam berbagai ayat-ayatNya dan Dia mensifati mereka sebagai orang yang dusta dan memalingkan orang dari jalan Allah, mereka berlaku sombong, sebagaimana Dia juga mensifati mereka sebagai pribadi yang tidak faham dan mengetahui serta tidak pula berakal. Dan di antara sifat mereka yang paling nampak adalah tindakan mereka yang loyal keapda orang-orang kafir, mengadakan pertemuan dengan mereka secara tarang-terangan atau secara rahasia. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

    Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. QS. Al-Maidah: 52.

    Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
    Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, setan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orangorang Yahudi): "Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan", sedang Allah mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila malaikat (maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan punggung mereka?. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan (karena) mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridaan-Nya; sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka. QS. Muhammad: 25-28.

    As Syiqithi rahimhullah berkata pada saat mengomentari ayat ini:
    “Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit…..”. Mereka adalah orang-orang munafiq. Mereka beralasan pada saat loyal kepada orang-orang kafir dari golongan orang-orang Yahudi bahwa mereka takut tertimpa kekalahan, yaitu peristiwa kekalahan yang terjadi dalam perjalanan masa dan kahwatir jika kekalahan itu menimpa mereka. Sebagaimana seorang penyair berkat: Apabila masa telah menghinakan kelompok tertentu dari manusia Maka pada saat yang sama dia akan memuliakan kelompok yang lain Yang mereka maksudkan adalah terjadinya musim paceklik dan mereka tidak memberi makanan kepada kita serta tidak pula tidak menghormati kita, atau dengan kemenangan orang-orang kafir terhadap kaum muslimin.

    Maka peristiwa kemanangan itu tidak selalu berpihak kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam dan para shahabat beliau, mereka menganggap bahwa dalam perubahan masa seperti apa yang disebutkan sebelumnya mereka memiliki teman yang selalu menjaga persahabatan mereka, maka mereka akan mendapatkan pertolongan dari kawan mereka tersbut berupa bantuan yang semestinya karena hubungan pershabatan itu, dan sungguh kaum muslimin merasa heran dengan sikap mereka yang bersumpah dengan sumpah yang sebenarnya bahwa mereka benar-benar bersama kaum muslimin. Dan Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan di dalam ayat ini bahwa bencana yang mereka khawatirkan, yang dengannya mereka menjaga hubungan persahabatan dengan orang-orang Yahudi, tidak akan menimpa kecuali orang-orang Yahudi dan orang-orang kafir dan tidak akan menimpa kaum muslimin. Allah subhanahu wa ta’ala menjelaskan di dalam firmanNya;

    “Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul- Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka”. Al-Qur’an: Al-Maidah: 52.

    Dan harapan dengan kata  yang diterjemahkan: (Mudah-mudahan) yang datang dari Allah mesti akan terjadi. Sebab Allah Maha Mulia lagi Maha Agung yang tidak diharapkan dariNya kecuali apa yang diberikanNya.

    Dan kemenangan yang disebutkan di atas adalah kemenangan kaum muslimin dengan ditaklukannya negeri-negeri orang kafir. Dan dikatakan bahwa kemenangan di sini berarti menegakkan keputusan hukum di negeri tersebut. Seperti firman Allah subhanahu wa ta’ala; “Ya Tuhan kami, berilah keputusan antara kami dan kaum kami dengan hak (adil) dan Engkaulah Pemberi keputusan yang sebaik-baiknya”. QS. Al-A’rof: 89.

    Dengan penafsiran ini maka maksud ayat tersebut adalah membunuh setiap orang yang terlibat dalam peperangan dari kelompok Bani Quraidhah dan menjadikan keturunan mereka sebagai tawanan dan mengusir Bani Nadir, dan di dalam penafsiran yang lain disebutkan bahwa maksudnya adalah penkalukan kota Mekkah, dan pendapat ini berarti kembali kepada
    pendapat yang pertama”. Adhwa’ul Bayan: 1/314

    Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:

    “Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, setan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka”. QS. Muhammad: 25.

    Sebagian ulama berpendapat bahwa ayat ini turun pada orang-orang munafiq, dan sebagian mereka berkata: Ayat ini turun pada orang-orang  Yahudi. Dan sebagian mereka berpendapat bahwa ayat ini turun pada orang-orang Yahudi di mana orang-orang munafiq atau orang-orang Yahudi berkata kepada orang-orang kafir yang benci terhadap apa yang diturunkan oleh Allah: Kami akan mentaati kalian pada sebagian perkara, yaitu memusuhi musuh-musuh Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam dan menghalangi mereka dari berjihad dan yang semisal dengannya. Dan setelah ditahqiq bahwa ayat ini bersifat umum mencakup segala makna yang dikandung oleh lafaznya, dan bahwa ancaman yang disebutkan padanya bersifat umum bagi orang yang benci terhadap apa yang diturunkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Lhat Adhwa’ul Bayan: 5/148

    Bagian kedua; Nifaq Amali. Nifaq ini terbagi menjadi lima bagian: Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda: Empat perkara yang apabila terdapat pada seseorang maka dia akan menjadi munafiq yang sejati, dan barangsiapa yang memiliki satu bagian sifat darinya maka dia telah memiliki satu bagian dari kemunafiqan sehingga dia meninggalkannya: Apabila dipercaya maka dia berkhianat, apabila berbicara maka dia berdusta, apabila bejanji maka dia menyalahi janjinya dan apabial berdebat maka dia curang”. Al-Bukhari: no: 34 dan Muslim: no: 58

    Dan Ibnu Rajab menyebutkan bahwa termasuk nifaq amali adalah seseorang memperlihatkan shaleh secara lahiriyah namun dia menyembunyikan keadaan yang berbeda dari penampilan lahiriyahnya”. Jami’ul Ulum wal Hikam: 2/481

    Dan para shahat sebagai pribadi yang memiliki ilmu yang luas, keimanan yang mendalam sangat khawatir terhadap kemunafiqan ini. Disebutkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya pada Bab: Khauful Mu’min Min An Yuhbatha Amaluhu wahua la Yasy’ur Ibrahim Al-Taimiy berkata; Tidaklah aku menghadapkan perkataanku pada perbuatanku kecuali aku takut jika aku termasuk orang yang mendustakan”. Ibnu Malikah berkata: Aku telah mengetahui tiga puluh orang dari shahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam dan mereka semua sangat takut terhadap kemunafiqan atas diri mereka sendiri dan tidak ada seorangpun dari mereka mengatakan bahwa

    aku berada dalam kondisi keimanan seperti keimanan Jibril dan Mikail. Dan diceritakan tentang Al-Hasan rahimhullah bahwa dia berkata: Tidak ada orang yang takut terhadap kemunafiqan kecuali orang yang beriman dan tidak ada seorangpun yang merasa aman darinya kecuali dia adalah orang yang munafiq, dan orang munafiq itu tidak takut terjerumus kedalam kemuanfiqan dan kemaksiatan kecuali jika dia mau bertaubat Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

    “Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” QS. AlI Imron: 135.

    Diriwayatkan dari Al-Hasan bahwa dia bersumpah di dalam mesjid ini dengan nama Allah yang tidak sesuatu apapun yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah: Tidak ada soerangpun dari mereka yang beriman pada masa yang lalu dan kaum beriman pada masa yang akan datang kecuali dia khawatir terjangkit kemunafiqan, dan tidak pula ada seorangpun dari kaum munafiq yang telah pergi dan kaum munafiq yang akan datang kecuali mereka merasa aman dari kemunafiqan dan dia juga pernah berkata: Barangsiapa yang tidak taku terhadap kemunafiqan maka dia adalah orang munafiq”. Jami’ul ulum wal hikam: 2/492

    Dan amirul mu’minin Umar bin Al-Khattab ra berkata Huzaifah: Aku bertanya dengan nama Allah kepadamu wahai Hudzaifah apakah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam menyebutku termasuk golongan orang-orang munafiq?. Maka dia menjawab: Tidak, dan aku tidak akan memuji seorangpun setelah dirimu”. Jami’ul ulum wal hikam; 2/491 dan lihatlah risalah syekh Abdur Rahim Al-Maliki (Al-Nasihah wat Tahzir minal wuqu’I fil Khatharil Kabir halaman: 12-16

    Umar tidak bertanya tentang hal itu karena dorongan riya’, namun semakin tinggi ilmu seorang hamba maka semakin tinggi pula rasa takutnya kepada Tuhannya. Dan karena para shahabat adalah pribadi yang memiliki ketakutan yang tinggi kepada Allah dan memiliki ilmu yang luas maka mereka tidak sekali-kali meremehkan dosa-dosa bahkan mereka menganggap dosa-dosa itu besar dan takut akan akibat dosa tersebut.  Didalam shahihul Bukhari dari Anas ra bahwa dia berkata; Sesungguhnya kalian mengerjakan suatu amalan yang menurut pandangan kalian dia lebih kecil dari rambut, sungguh kita menganggapnya sebagai perbuatan
    yang membinasakan pada masa Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam”. Al-Bukhari no: 6492

    Abu Abdullah berkata: Maksudnya adalah perbuatan tersebut membinasakan pelakunya.
    Di dalam shahih Bukhari dai Zaid bin Abdillah bin Umar dari bapaknya, orang-orang berkata kepada Ibnu Umar: Sesungguhnya kami masuk kepada para penguasa lalu kami mengatakan sesuatu yang berbeda dengan apa yang kami bicarakan pada saat keluar dari mereka, maka Ibnu Uamr berkata: Kami menganggapnya sebagai kemunafiqan”. Al-Bukhari no: 7178

    Di antara bentuk kemunafiqan adalah apa yang dituntut oleh sebagian orang dari anak keturunan kita, berbahasa seperti bahasa kita dan mereka mengklaim diri sebagai reformis di tengah masyarakat dan memberikan manafaat bagi umat dan mereka mendengungkan tuntutan ini pada masa-masa tertentu yaitu tuntutan menanggalkan hijab, seruan untuk bersolek dan membuka wajah serta hidup bebas antara laki dan wanita di tempat-tempat kerja, dan bangku-bangku sekolah, dan kepemimpinan laki-laki atas dirinya adalah bentuk pengekangan terhadap kebebasan, maka merekapun menuntut persamaan derajat dengan anggapan bahwa hal itu adalah bentuk sikap adil dan obyektif terhadap kedudukan kaum pria dan wanita. Selian itu termasuk kemunafiqan adalah mendengungkan kebebasan memainkan musik di sekolah-sekolah dan tingakatan-tingkatan pendidikan lainnya, dan seruan untuk memperkecil dan mengurangi jam pembelajaran pelajaran-pelajaran agama dan seruan agar wanita diperbolehkan mengendarakan mobil dengan sendiri.

    Di antara bentuk kemunfiqan adalah bergantung pada bank-bank yang menerapkan sistem riba dalam transaksi mereka baik dalam jual beli, pinjam meminjam serta seluruh transaksi mereka dan mengaskan bahawa bunga yang diambil oleh bank pada hakekatnya adalah dana untuk  kemaslahatan masyarakat, dan mereka menyebarkan selogan ini melalui berbagai media baik koran dan majalah serta sarana komunikasi lainnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

    Dan bila dikatakan kepada mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. QS.Al-Baqarah: 11-12.

    Banyak lagi seruan dan tuntutan konspirasi mereka yang menipu mereka kerjakan siang dan malam. Sesungguhnya Allah akan Maha Kuasa atas segala perkara yang diciptakannya akan tetapi banyak manusia yang tidak mengetahuinya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.

    http://d1.islamhouse.com/data/id/ih_articles/single/id_Bahaya_Kemunafikan.pdf


    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu...
    Bismillaahirrohmaanirrohiim ....

    Kedudukan Wanita Dalam Islam

    Segala puji hanya bagi Allah subhanahu wa ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah salallahu ‘alaihi wasalam, dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan - Nya.. Amma Ba’du:

    Pembahasan kita kali ini adalah tentang wanita, dan pembicaraan tentang perkara ini akan berkisar pada beberapa point di bawah ini:

    • Pertama :Keadaan wanita sebelum Islam.
    • Kedua :Gambaran indah tentang bagaimana Islam memuliakan wanita.
    • Ketiga :Beberapa syubhat dan bantahan terhadap syubhat tersebut.
    • Keempat :Kewajiban kita terhadap wanita.

    Pertama: Keadaan wanita sebelum Islam

    Wanita sebelum datangnya Islam di sebagian masyarakat jahiliyah mengalami masa hidup yang sangat kritis, masyarakat jahiliyah benci dengan kelahiran seorang wanita, di antara mereka ada yang mengubur anak wanita secara hidup-hidup di dalam lubang karena takut cela, di antara mereka ada yang membiarkan wanita hidup dalam dunia kehinaan dan kenistaan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

    Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (QS. Al-Nahl: 58-59).

    Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya\ karena dosa apakah dia dibunuh”, (QS. Al-Takwir; 8-9)

    Al-Mau’udah adalah anak wanita yang dikuburkan hidup-hidup sehingga mati di dalam tanah, wanita pada masa jahiliyah tidak berhak mendapat warisan walaupun wanita tersebut hidup dalam kemiskinan dan kebutuhan yang tinggi, sebab pewarisan tersebut hanya berlaku bagi kaum pria saja, bahkan wanita tersebut bisa diwariskan setelah suaminya meninggal sebagaimana harta diwariskan, lebih dari itu banyak wanita yang hidup di bawah satu lelaki sebab masayarakat jahiliyah tidak membatasi diri dengan batasan jumlah istri-istri, dan merekapun tidak menghiraukan terhadap berbagai pengekangan dan kezaliman yang terjadi pada wanita.

    Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Umar RA bahwa beliau berkata, “Demi Allah!, pada masa jahiliyah wanita tidak kami anggap apapun, sehingga Allah menurunkan bagi mereka tuntunan yang menjelaskan kemaslahatan bagi mereka dan Allah memberikan bagian harta tertentu dalam perkara pewarisan”. Muslim: no: 1479

    Kedua: Gambaran indah tentang bagaimana Islam memuliakan wanita. Segala bentuk kezaliman telah dihapuskan dari mereka, dan Islam mengembalikan kedudukannya, dan menjadikan mereka sebagai mitra lelaki yang berkedudukan sejajar dalam urusan pahala, siksa dan semua hak, kecuali perkara yang memang dikhususkan untuk wanita. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

    “Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan . (QS. Al-Nahl: 97)

    Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. (QS. Ali Imron: 195).

    Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dari Ummu Imarah radhiallahu ‘anha bahwa dia mendatangi Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wasalam dan berkata, “Aku tidak melihat sesuatu tuntunan kecuali semuanya bagi lelaki, aku tidak melihat bagi wanita suatu tuntunan tertentu, lalu Allah menurunkan ayat ini:

    Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin[1218], laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.  (QS. Al-Ahzab: 35).

    Diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya dari Aisyah RA bahwa Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Sesungguhnya wanita adalah saudara sekandung kaum pria”. Musnad Imam Ahmad: 6/256

    Dan Islam melarang menjadikan wanita sebagai warisan bagi kaum lelaki, sebagaimana yang terjadi pada masyarakat jahiliyah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

    Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa”. (QS. Al-Nisa’: 19).

    Maka Islam menjamin kemerdekaan pribadi wanita, menjadikannya pewaris bukan barang yang diwariskan, Islam juga memberikan bagian harta warisan dari harta kerabatnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

    Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan. (QS. Al-Nisa’: 7)

    Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Berilah wasiat kepada wanita dengan wasiat yang lebih baik”. Al-Bukhari: no: 5186 dan shahih Muslim: no: 1468


    Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu bahwa Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Orang yang terbaik di antara kalian adalah orang yang terbaik terhadap keluarganya dan saya adalah orang yang terbaik terhadap keluarga saya”. Ibnu Majah: no: 1977

    Ketiga: Beberapa Syubhat Yang Mesti Dibantah: Para pelaku syahwat telah mengeksploitasi berbagai media masa untuk mengumbar syubhat bahwa kaum wanita mengalami diskriminasi, mereka adalah bagian sumber daya yang terabaikan, rumah bagai penjara bagi mereka, sementara kepemimpinan lelaki adalah sebagai pedang terhunus yang menghalangi dirinya untuk bebas. Sangat disayangkan ternyata racun pemikiran ini menjangkiti sebagian besar wanita. Adapun perkataan yang mengatakan bahwa wanita mengalami diskriminasi, maka penjelasan masalah ini telah dipaparkan sebelumnya pada pembahasan tentang kedudukan wanita di dalam Islam, di mana Islam telah mengangkat berbagai bentuk kezaliman yang menimpa mereka pada masa jahiliyah. Mereka bukanlah sumber daya yang terabaikan bahkan berdiamnya wanita untuk mendidik anak adalah amal agung yang dengannya dia bisa
    mendapat pahala, yang akan melahirkan buah yang bermanfaat bagi masyarakat.

    Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah salallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila seorang wanita telah melaksanakan shalat lima waktunya, menjalankkan puasanya, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya maka dia akan masuk surga dari pintu manapun yang disukainya”. Shahih Ibnu Hibban: 9/471 No: 4163

    Dan orang yang memperhatikan masyarakat barat yang menyaksikan para wanitanya keluar guna menyaingi kaum pria, meninggalkan anak-anak dalam asuhan para pembantu, atau panti asuhan anak atau yang lainnya, akan melihat terjadi berbagai tindak kekerasan, dekadensi moral, banyaknya anak zina, terjadinya kehancuran rumah tangga, merajalelanya obat-obat terlarang dan berbagai barang yang memabukkan dan lain sebagainya, maka setelah melihat realita di atas, dia akan menyadari keagungan agama ini. Maha Benar Allah dengan firman -Nya yang berbunyi: “...dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
    bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu”. (QS. Al-Ahzab: 33)

    Adapun kepemimpinan lelaki terhadap wanita dalam rangka menjaga kehormatan dan kemuliaan wanita tersebut dari gangguan kaum pria. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki (atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka . (QS. Al-Nisa’: 34)

    Ibnu Katsir berkata, “Artinya kaum lelaki sebagai penopang kaum wanita, yaitu sebagai pemimpin dan penyangga utama, sebagai hakim dan sebagai pendidiknya jika bengkok.

    Ibnu Abbas berkata, maksudnya adalah sebagai pemimpin atas mereka, dan ketaatan istri pada suami dalam perkara yang diperintahkan oleh Allah untuk ditaati, dan ketaatan seorang istri adalah dengan berlaku baik terhadap keluarganya dan menjaga hartanya”. Tafsir Ibnu Katsir: 1/491

    Keempat: Kewajiban kita terhadap wanita Pertama: Kewajiban mendidik anak laki-laki dan wanita yang kita miliki serta istri-istri kita dengan pendidikan yang baik. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

    Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Al-Tahrim: 6)

    Ali bin Thalib RA berkata, “Didiklah mereka dan ajarkan kepada mereka kebaikan”. Diriwayatkan oleh AL-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar bahwa Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Setiap kalian adalah peminpin dan setiap kalian akan ditanya tentang kepeminpinannya”. Al-Bukhari: no: 2558 dan Muslim: no: 1829

    Seandainya seorang lelaki memperhatikan keluarganya dan mendidik mereka dengan pendidikan yang didasarkan kepada kitab dan sunnah maka seluruh masyarakat akan menjadi baik. Kedua: Membekali diri dengan ilmu syara’. Dengan ilmu syara’ inilah, kita bisa menyingkap kesesatan orang-orang yang sesat, penyelewengan para penyeleweng dari kelompok sekulerisme dan pengikut hawa nafsu dan syahwat, dengan ilmu pula, kita bisa menyingkap konspirasi mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

    "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Al-Zumar: 9)

    Ketiga: Berdakwah kepada Allah Azza Wa Jalla, memperingatkan manusia terhadap pelaku kejahatan, serta segala konspirasi mereka untuk merusak kaum wanita dan menjauhkan mereka dari ajaran agama mereka. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." (QS. Yusuf: 108).

    Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shaihnya dari Sahl bin Sa’d bahwa Nabi Muhammad salallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Demi Allah bahwa Allah memberikan hidyah kapada seorang lelaki dengan sebab dirimu maka hal itu lebih baik bagimu dari onta merah yang engkau miliki”. Shahih Muslim: 4/1872 no: 2406

    Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad salallahu ‘alaihi wasalam dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.

    http://d1.islamhouse.com/data/id/ih_articles/single/id_Kedudukan_Wanita_dalam_Islam.pdf


    your comment
  • Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarakatuhu...
    Bismillaahirrohmaanirrohiim

    KEPADA IBU MUSLIMAH

    Segala puji bagi Allah. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Rasulullah, para keluarga dan para sahabat beliau, serta kepada orang-orang yang mengikuti jalan dan petunjuk beliau sampai hari pembalasan.

    Selanjutnya, saya tulis beberapa baris berikut ini untuk setiap ibu yang telah rela menjadikan Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad r sebagai Nabinya, Saya menulisnya dari hati seorang anak yang saat ini sedang merenungi firman Allah:

    “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya, jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: “wahai Rabbku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al-Isra’: 23-24).

    “Dan Kami perintakan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kedua ibu bapakmu.” (QS. Luqman:14).

    Saya menulis baris-baris ini kepada orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku. Dari Abu Hurairah t. berkata: seseorang datang kepada Rasulullah e. dan bertanya: “wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku? Beliau menjawab: Ibumu. “tanyanya lagi: “kemudian siapa? Beliau menjawab: "Ibumu". "tanyanya lagi: ‘kemudian siapa? “Beliau menjawab: "Ibumu” kemudian tanyanya lagi: “kemudian siapa? Beliau mejawab: Bapakmu.” (Muttafaq alaih).

    Wahai ibuku, bagaimanakah saya harus mengungkapkan perasaan yang terpendam dalam hati ini? Tak ada ungkapan yang lebih benar, yang saya dapatkan, kecuali firman Allah I:

    “Katakanlah: "wahai Rabbku, kasihilah mereka berdua, sebagimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al- Isra’:24).

    “Wahai ibuku, jadilah – semoga Alah memberi petunjuk – seorang mu’minah, yang beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya. Jadilah seorang yang rela menjadikan Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad e sebagai Nabi dan Rasulnya.

    Dari Al-Abbas bin Abdul Muttalib t bahwa Nabi e. pernah bersabda:
    “Telah merasakan nikmatnya iman, orang yang rela menjadikan Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagi agamanya, dan Muhammad sebagai Rasulnya.” (HR. Muslim).

    Wahai ibuku, hendaklah ibu mempersiapkan diri dengan bekal taqwa kepada Allah .
    Allah. berfirman:

    “Dan berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.” (QS.Al-Baqarah:197).
    Selalulah merasa diawasi Allah setiap saat, baik ibu dalam keadaan sembunyi maupun terang-terangan. Allah I berfirman:

    “Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit.” (QS. Ali Imran:5).

    Wahai ibuku, sinarilah seluruh kehidupan ibu dengan sinar Al- Qur’an dan sunnah Rasulullah e karena di dalam keduanya terdapat kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dan hindarilah wahai ibuku, dari perbuatan yang mengikuti hawa nafsu, karena Allah . Berfirman:

    “Maka apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Rabbnya sama dengan orang yang (telah dijadikan oleh syetan) memandang perbuatannya yang buruk itu sebagai perbuatan baik dan mengikuti hawa nafsunya.” (QS. Muhammad:14).

    Hendaklah akhlak ibu adalah Alqur’an.

    Dari Aisyah t berkata: “Akhlak Nabi adalah alqur’an”. Wahai ibuku, jadilah suri tauladan yang baik untuk anak-anak ibu, dan berhati-hatilah jangan sampai mereka melihat ibu melakukan perbuatan yang menyimpang dari perintah Allah I. dan Rasul-Nya e karena anak-anak biasanya banyak terpengaruh oleh ibunya.

    Wahai ibuku, jadilah ibu sebagai isteri shalehah merupakan nikmat bagi sang suami, agar anak-anak ibu dapat terdidik dengan pertolongan Allah dalam suatu rumah yang penuh kebahagiaan suami-isteri.

    Wahai ibuku, saya wasiatkan – semoga Allah menjaga ibu dari segala kejahatan dan kejelekan- agar ibu memperhatikan tunas-tunas mekar dari anak-anak ibu dengan pendidikan Islam, karena mereka merupakan amanat dan tanggung jawab yang besar bagi ibu, maka
    peliharalah mereka dan berilah hak pembinaan mereka. Allah I. berfirman:

    “Dan orang-orang yang memelihara amanah dan janjinya.” (QS. Al- Mu’minun:8).

    Rasulullah r bersabda: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya.” (Muttafaq alaih).

    Wahai ibuku, hendaklah rumah ibu merupakan contoh yang benar bagi rumah keluarga muslim, tidak terlihat di dalamya suatu yang diharamkan dan tidak pula terdengar suatu kemungkaran, sehingga anak-anak- dapat tumbuh dengan penuh keimanan, mempunyai akhlak yang baik, dan jauh dari setiap tingkah laku yang tidak baik. Wahai ibuku, jadilah ibu –semoga Allah memberi taufiq kepada ibu untuk setiap kebaikan- sebagai isteri yang dapat bekerja sama dengan suami ibu dalam memahami problematika dan kesulitan yang dihadapi anak-anak, dan bersama-sama mencarikan upaya penyelesaiannya dengan cara yang benar. Hendaknya ibu bersama bapak mempunyai peranan yang besar dalam memilihkan temanteman yang baik untuk mereka, dan menjauhkan mereka dari temanteman yang tidak baik. Perhatikan penjagaan mereka, agar terjauhkan dari sarana yang merusak akhlak mereka, kerena kita sekarang berada pada zaman yang penuh dengan penganjur kerusakan, baik dari golongan manusia maupun dari golongan jin. Perhatikan sungguh-sungguh pernikahan putera-puteri ibu bapak di suia mereka sedini mungkin dan bantulah mereka, karena  perkawinan itu akan lebih menjaga mata dan keselamatan seksual mereka, dimana Rasulullah r. telah menjelaskan hal ltu:

    “Wahai seluruh kaum remaja, barangsiapa di antara kamu telah mempunyai kemampuan maka kawinlah, karena hal itu lebih membantu menahan pandangan mata dan menjaga kelamin. Dan barangsiapa belum mampu, hendaknya berpuasa, karena itu merupakan obat baginya.” (Muttafaq alaih). Wahai ibuku, peliharalah shalat lima waktu pada waktunya
    masing-masing terutama shalat fajar, Allah I. berfirman:

    “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An-Nisa’:103).

    Usahakan untuk selalu khusyu’ dalam shalat. Allah I. berfirman:

    “Sesunguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.” (QS. Al-Mu’minun: 1-2). Dan dengan itu, ibu menjadi suri tauladan yang baik bagi puteraputeri ibu.

    Wahai ibuku, jadilah suri tauladan yang baik bagi putera-puteri ibu dalam keteguhan memakai pakaian hijab syar’i yang sempurna, terutama tutup wajah. Hal itu sebagai ketaatan kita kepada perintah Sang Pencipta langit dan bumi dalam firman-Nya:

    “Hai Nabi, katakanlah kepada para isterimu, puteri-puterimu, para isteri orang-orang mu’min, agar mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab:59).

    Wahai ibuku, hendaknya rasa malu merupakan akhlak yang ibu miliki, karena demi Allah malu itu termasuk bagian dari iman. Dari Ibnu Umar t bahwa Rasulullah e pernah melewati seorang
    dari kaum Anshar yang sedang menasehati saudaranya tentang rasamalu, kemudian Rasulullah r bersabda: “Biarkan dia, karena sesungguhnya malu itu termasuk bagian dari iman.” (Muttafaq alaih).

    Wahai ibuku, hendaknya do’a kepada Allah merupakan senjata bagi ibu dalam mengarungi kehidupan ini, dan bergembiralah dengan akan datangnya kebaikan, karena Rabb telah menjanjikan kita dengan firman-Nya:

    “Dan tuhanmu berfirman: ‘berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu.” (QS. Al-Mu’min: 60).

    Dari An-Nu’man bin Basyir t dari Nabi r bersabda: “Do’a adalah ibadah.” (riwayat Abu Daud, dan Tirmizi, ia berkata: hadist hasan shahih).

    Kepada Allah aku memohon agar menjaga ibu dengan penjagaan- Nya, memelihara ibu dengan pemeliharaan-Nya, membahagiakan ibu di dunia dan akhirat, dan mengumpulkan kita, ibu-ibu kita, bapakbapak kita, dan seluruh kaum muslimin dan muslimat di dalam surga-Nya yang ni’mat. Sesungguhnya Rabbku Maha Dekat, Maha Mengabulkan dan Mendengarkan do’a.

    http://d1.islamhouse.com/data/id/ih_articles/id_to_muslm_mother.pdf


    your comment